Part 11

2.4K 331 23
                                    

"Siapa Calista?"

Pertanyaan Maureen kembali membuat langkah Daren terhenti.

"Siapa wanita itu hingga kau tampak begitu mengkhawatirkan keadaannya?" lanjut Maureen yang kini sudah menempatkan dirinya dihadapan Daren.

Mulanya Daren hanya menatap Maureen dengan tajam, seulas senyuman sinis terbentuk dibibirnya. "Seseorang yang penting untukku," sahutnya sebelum melenggang pergi.

"Calista." Apakah dia wanita yang sama yang disebut Daren saat bercinta dengannya? Maureen mencoba mengingat nama itu, agar kelak ia tidak akan melupakan nama wanita yang begitu penting dihati calon suaminya itu. "Mari kita lihat seberapa kuat cinta yang kalian miliki saat Tuhan menakdirkanmu untuk menjadi milikku?" gumamnya dengan ambisi yang berkobar dikedua netranya.

***

Daren tiba di rumah tak lama kemudian, ia mengendarai mobilnya seperti orang tak waras. Karena sungguh kabar Calista yang sakit membuatnya khawatir. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa wanita itu. Daren tidak ingin kembali kehilangan Calista. Sebenci apapun ia pada wanita itu saat ini, tetap saja tidak sebanding dengan perasaan cinta yang ia miliki untuk mantan kekasihnya itu.

"Mama kenapa sakit?" Suara Zain yang terdengar didalam sana seketika membuat Daren reflek menghentikan langkahnya, ia bergeming didepan pintu yang sedikit terbuka.

Dari tempatnya saat ini, ia melihat Calista yang sandaran pada ranjang, ditemani Zain yang duduk dikursi roda. Wajah wanita itu luar biasa pucatnya. Oh, apakah Calista sakit karena perlakuan kasarnya kemarin malam?

"Apa Mama sakit gara-gara Zain?" tanya bocah itu lagi.

Calista tersenyum lembut, ia mengusap wajah putranya yang terlihat sedih. "Tidak Sayang, Mama hanya kelelahan." Ia tidak bohong. Setelah dua minggu menunggui Zain dirumah sakit, nyatanya hal itu berhasil menguras seluruh tenaganya. Jadi tidak aneh jika kini kondisinya tiba-tiba drop.

"Mama pasti kelelahan karena mengurusi Zain," balas Zain dengan wajah murung.

Calista tersenyum seraya menggenggam jemari Zain untuk kemudian dikecupnya. "Tidak apa-apa Mama yang sakit, yang penting anak Mama sembuh."

Zain mencebik. "Tapi kan Zain jadi sedih lihat Mama sakit." Ia lalu menyapukan pandangannya kepenjuru ruangan, entah apa yang tengah ia cari, detik berikutnya matanya seketika melebar begitu mendapati keberadaan Daren di celah pintu. "Om?"

Calista mengikuti arah pandang sang putra, saat melihat Daren akan memasuki ruangan seketika ia bersikap waspada. Sungguh ia masih bisa mengingat jelas kejadian kemarin malam. Ia takut pria itu akan kembali berbuat kasar padanya.

"Om sudah pulang?" tanya Zain dengan ramah.

Daren yang sudah tiba didekat mereka hanya berdeham sebagai jawaban.

"Om tahu tidak, Mama Zain sakit? Badannya panas sekali, apa Zain boleh minta tolong sama Om?"

Seharusnya Daren mengabaikan bocah itu tapi yang ia lakukan justru menanggapi ucapannya. "Apa?" Demi kakek neneknya yang ada di Surga, ia kesal pada dirinya sendiri. "Katakan dengan cepat apa yang kau inginkan, aku tidak ada waktu!" sambungnya dengan tajam.

"Bisakah Om panggilkan dokter untuk memeriksa Mama Zain?" pinta bocah itu seraya menatap Daren penuh harap.

"Zain hentikan! Mama kan sudah bilang, kamu jangan khawatir nanti juga Mama akan sembuh dengan sendirinya," sungut Calista.

"Tapi kalau Zain sakit, Mama selalu bawa Zain kedokter. Lalu kenapa kalau Mama sakit Mama nggak mau dibawa kedokter? Apa Mama nggak punya uang?"

"Zain...."

Calista (My You)Where stories live. Discover now