Part 08

2.5K 377 37
                                    

"Jadi kau mencampakkanku dulu hanya untuk mendapatkan perlakuan menyedihkan seperti ini?"

Pertanyaan itu membuat Calista menghentikan langkahnya, tanpa sadar ia membeku didepan pintu.

Daren berjalan ke sisi Calista, melayangkan tatapannya yang sedingin es pada wanita itu. "Kenapa Cal? Apa salahku hingga kau begitu tega meninggalkanku?"

Calista menoleh dan seketika tertegun saat mendapati sorot mata penuh luka ditatapan Daren. Ia mengepalkan jemari saat kesedihan pria itu berhasil membuat hatinya terasa pedih. Berusaha menebalkan hatinya, Calista berpaling sebelum menarik handle pintu untuk mengabaikan pria itu.

Sekejap mata, Daren menangkap pergelangan tangan Calista sebelum wanita itu sempat meninggalkannya. Dengan kasar, ia membalik tubuh Calista dan memepetnya kepintu. "Kau tahu Cal, aku tidak pernah bisa mencintai wanita sebesar aku mencintaimu dimasa lalu?"

"Daren...." Calista tersekat saat tatapan penuh kepedihan Daren menguncinya.

"Tapi kau juga harus tahu, aku juga tidak pernah membenci orang sebesar aku membencimu saat ini. Rasanya seperti ... aku ingin menghancurkanmu dengan kedua tangan ini supaya kamu dapat merasakan kesakitanku selama ini." Sesaat Daren hanya memberi tatapan menusuk pada Calista tanpa melepaskan wanita itu. "Tapi sepertinya aku tidak perlu repot-repot mengotori tanganku, karena Tuhan sudah memberikan hukuman yang setimpal padamu." Ia memundurkan langkah perlahan. "Lihat dirimu sekarang ... kau sangat menyedihkan." Ia bersedekap seraya menatap Calista dengan meremehkan.

Calista mengerjap. "Kuharap kau merasa puas melihat keadaanku yang sekarang." Ia tersenyum miris sebelum membalik tubuhnya dan melangkah masuk-meninggalkan Daren yang terpekur diluar.

'Seharusnya memang begitu, tapi kenapa hati ini terasa sakit melihatmu seperti ini?'

Daren tersenyum miris saat pikiran tak sejalan dengan isi hatinya. Seharusnya ia abaikan saja Miranti mengkasari Calista, bukankah ini yang ia mau-melihat penderitaan wanita itu? Tapi sama seperti beberapa hari lalu, saat ia melihat Calista memohon-mohon pada dokter untuk menyelamatkan Zain, Daren kembali merasa tidak tega. Entah mengapa Daren tidak bisa mengabaikan wanita itu begitu saja kendati logika selalu memperingati.

Daren hendak beranjak dari tempat itu, tapi sayup-sayup obrolan dari celah pintu yang sedikit terbuka tanpa sadar berhasil memaku kakinya untuk tidak kemana-mana.

"Ma, kenapa lama sekali? Apa Nenek menyakiti Mama?" tanya Zain dalam suaranya yang lemah.

"Tidak Sayang, tadi mama bertemu teman diluar, makanya lama. Maaf ya...." kilah Calista. Daren melihat wanita itu mengecup kening Zain.

Bersamaan dengan itu, seorang petugas rumah sakit datang mengantarkan makanan untuk Zain. Pintu pun terbuka lebar membuat keberadaan Daren terlihat oleh Zain.

"Wah ada Om Angel," seru bocah itu dengan mata bulatnya yang berbinar-binar.

Calista menoleh dan terkejut saat mendapati Daren belum pergi. Ia langsung memberi tatapan waspada pada pria itu begitu petugas rumah sakit sudah pergi.

"Om Angel datang pasti mau nengokin Zain ya,m?" ucap Zain dengan wajah sumringah.

"Zain ... dia datang bukan untuk menengokmu dan namanya bukan Angel," sahut Calista cepat.

"Tapi Om itu seperti malaikat Ma, dia pernah datang ke mimpi Zain waktu Zain sakit." Zain menunduk, terlihat sedih.

"Apa?" Calista menoleh kearah Daren yang masih bergeming, pria itu seperti tengah menyimak percakapan mereka.

"Ya Mama, didalam mimpi Om itu baik sekali seperti malaikat, dia jagain Zain dan dia juga yang nyuruh Zain untuk cepat bangun supaya nggak buat mama sedih terus menerus."

Calista (My You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang