Part 10

3K 337 30
                                    

Calista membaringkan diri disamping Zain yang kini sudah tertidur pulas. Putranya itu langsung tertidur usai meminum obat. Calista merasa lega saat akhirnya bisa terbebas dari pertanyaan-pertanyaan Zain yang membuatnya bingung untuk menjawab. Bocah itu tidak berhenti bertanya tentang mengapa mereka tidak pulang saja kerumah kontrakan mereka dan malah tinggal dirumah besar itu?

Kendati dirumah ini segala fasilitas tersedia, tapi Calista mengerti Zain pasti sudah sangat merindukan kamarnya yang dulu mengingat sudah hampir dua minggu ia tidak menempatinya.

Calista membelai wajah putranya dengan perasaan sedih, putranya itu sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan padahal ia adalah keturunan dari pemilik hotel bintang lima dan juga pusat perbelanjaan terbesar di negeri ini. Mengingat itu membuat hati Calista seperti diremas-remas. Ia merasa bersalah pada putranya itu. Andai dulu ia mau berkata jujur sedari awal mungkin Zain tidak akan mengalami kehidupan seperti ini. Putranya itu pasti telah menjalani kehidupan yang layak sejak kelahirannya.

"Dia sudah tidur?"

Suara Daren tiba-tiba mengejutkannya. Demi Tuhan, Calista bahkan tidak tahu kapan pria itu memasuki kamar. Padahal seingatnya Daren belum kembali sejak kepergiannya beberapa jam yang lalu. Pria itu langsung pergi lagi begitu selesai mengantar mereka kerumah itu.

"Kau sudah pulang?" Calista reflek bangun. Ia mengabaikan pertanyaan Daren, lagipula pria itu bisa melihat sendiri untuk mendapatkan jawaban.

"Putramu berisik sekali, kepalaku sampai pusing mendengarnya." Daren menggerutu seraya menatap kesal kearah Zain yang tengah tertidur.

"Maaf jika itu mengganggumu, besok aku akan memberitahu Zain untuk tidak lagi melakukan itu." Tanpa mengangkat wajahnya, Calista menatap Zain dengan murung.

Seharusnya Daren merasa puas mendapat jawaban itu, tapi entah mengapa ia justru merasa tidak senang. "Beritahu juga padanya tentang kalian yang merupakan tahananku disini, supaya dia bisa lebih menjaga sikapnya padaku!"

Calista tercenung sebelum mengangguk dengan pelan. Calista terlihat lelah, apakah dia sakit?

Shiit! Itu bukan urusanmu, Daren!

Sakit ataupun tidak, kau tidak seharusnya peduli pada wanita itu. Ingat, tujuanmu membawa mereka kemari adalah untuk menyengsengsarakan hidup mereka.

"Ya, aku juga akan menyampaikan itu padanya. apa ada lagi yang ingin kamu tambahkan?" tanya Calista dengan lirig.

Daren menarik lengan Calista hingga wanita itu berdiri dihadapannya. "Untuk yang ini kamu tidak perlu menyampaikan lagi padanya, karena aku hanya ingin memberitahumu soal ini ... mulai malam ini aku ingin kau melayaniku," bisiknya ditelinga Calista.

"Apa?" Bibir Calista terbuka kecil, kata-kata Daren begitu mengejutkan dirinya.

"Ya Sugar, aku ingin kau melayaniku sekarang juga," gumam Daren dengan tatapannya yang lekat. Sekejap mata ia menundukkan wajahnya, hendak mencium Calista tapi wanita itu mendorongnya dengan keras.

"Daren kamu mabuk!" Calista langsung mundur begitu Daren kembali menghela langkah kearahnya.

"Ah, aku lupa kamu tidak suka alkohol. Tapi kan sekarang kamu bukan lagi kekasihku, kamu hanya ... Wanita yang sudah kubeli." Daren menekan ucapannya. "Jadi kapanpun aku menginginkanmu, kamu tidak lagi berhak menolak sentuhanku."

Tanpa banyak berkata-kata lagi, Daren langsung menyambar bibir Calista, membuat wanita itu mau tak mau menerima ciumannya.

"Daren, kita tidak bisa melakukannya disini," ucap Calista dengan napas terengah pelan begitu berhasil mengurai ciuman mereka.

Calista (My You)Where stories live. Discover now