19

932 153 21
                                    

Rei bersenandung riang di tengah keramaian pasar. Mungkin tinggal sedikit lagi rencananya akan selesai dan dia bisa merenggangkan tubuhnya.

"Berikan aku satu porsi ramen." Perintah Rei dan langsung dijawab cepat oleh paman penjualan.

Pikirnya terbang kemana-mana hingga seseorang menepuk pundaknya. Rei berbalik dan terlihat Pilar cinta, Kanroji Mitsuri yang terkejut dan segera meminta maaf. "Ā! Watashi o yurushite!"

"Oh!" Rei terkejut sebentar. "Mondainai." Mitsuri duduk di samping Rei dan memesan lebih dari 10 mangkuk ramen. Rei sesekali melirik sekilas Mitsuri yang sedang makan. "Apa dia tidak tau bahwa salah satu Kibutsuji sedang duduk disampingnya?"

Karena malas, Rei kembali menunggu ramen yang datang.

"Maaf menunggu, ini makananmu." Ucap paman penjual.

"Arigatō.." Paman tersebut tersenyum sebentar dan kemudian melanjutkan tugasnya. Baru saja ingin memasukkan mie, Mitsuri yang berada di sampingnya terpekik kaget membuat Rei terkejut hingga mangkok ramen miliknya terjatuh.

Rei diam mematung. Matanya menatap tajam Mitsuri yang sudah ketakutan dan berkeringat dingin di tatap oleh Rei. "Hashira bodoh. Tidak punya otak." Geram Rei dan pergi dari sana tanpa membayar biaya apapun.

Paman penjual hanya bisa maklum. Sedari tadi ia melihat Rei yang hanya duduk menunggu makanannya.

Mitsuri menatap punggung Rei menyesal. Dia dengan cepat memakan habis makanannya dan segera ingin menyusul Rei yang sudah kembali ke Markas besar.

Terlihat Kagaya yang duduk di atas futonnya dengan banyak perban di sekujur tubuhnya. "Kau sepertinya terlihat kesal."

"Kau itu buta. Jangan sok tau." Ketus Rei.

Kagaya tetap tersenyum walaupun Rei mengatakan hal yang membuat hatinya sedikit sakit. "Kau sudah makan?"

"Jangan bersikap sok akrab, Oyakata-sama. Aku benci dengan manusia menjijikkan seperti kalian."

"... Kau masih mengingat tentang kesalahpahaman itu rupanya."

"Mau aku ingat atau tidak, itu urusanku. Urus saja urusanmu sendiri. Lagipula, kutukanmu semakin menyebar sampai-sampai kau tidak bisa bangun dari sana heh." Ejek Rei tersenyum senang.

Angin berhembus lembut membuat suasana tenang di antara keduanya.

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" Celetuk Kagaya.

"Apa?"

"Apa alasan mu bergabung dengan kami? Bukannya kau sangat membenci manusia terutama kami, para pemburu iblis?"

Rei terdiam sejenak dengan pertanyaan Kagaya. Ia tersenyum sebagai jawaban. "Menurutmu?"

Kagaya menggeleng pelan. "Jangan melemparkan pertanyaan padaku."

"Yah, entahlah. Walaupun aku menyayangi nya. Tapi semua yang di perbuat selama ini salah." Jawab Rei.

"... Apa kau sama seperti kakakmu?"

"Tentu saja tidak." Bantah Rei menatap Kagaya. "Sepertinya latihan pilar sedikit ada kemajuan. Berdoa saja kalau mereka akan baik-baik saja." Ucapnya dan menghilang menuju Dimensional Infinity Fortress.

Entah kenapa.. Kagaya sangat ragu dengan pilihannya yang menerima Rei masuk ke Markas besar.

•───────•°•❀•°•───────•

"Dari mana saja kau?!" Bentak Muzan pada adiknya yang datang setelah hampir 1 Minggu menghilang.

"Kau menemukan tempat Ubayashiki berada." Amarah Muzan perlahan mereda. Matanya menatap adiknya menuntut jawaban. "Nii-san ingin berperang bukan?" Rei memberikan peta Markas besar pemburu iblis pada Muzan dan Nakime. "Silahkan dilihat."

Muzan menatap peta itu dengan satu alis terangkat. "Bagaimana kau dapat peta sedetail ini?"

Rei tersenyum kecil dan membersihkan sudut bibirnya yang terdapat sisa darah. "Rahasia."

Muzan menyipitkan matanya curiga, namun ia abaikan. Lagipula, Rei merupakan adik sekaligus orang kepercayaannya. Kemungkinan apa yang bisa terjadi bukan?

"Baiklah." Dua jepit rambut berwarna merah muncul di rambut Rei. "Anggap saja rasa terima kasihku."

Secara tiba-tiba, tubuh Rei berubah menjadi anak 9 tahun dan berlari memeluk Muzan. "Nii-san, arigatō! Aishitemasu!"

Muzan membeku sejenak. Ia bahkan lupa bagaimana rasanya di peluk oleh seseorang yang kau sayangi. Dengan kaku, Muzan membalas pelukan Rei kecil dan mengusap belakangnya lembut. "Watashi mo anata o aishiteimasu, Rei."

Jauh di dalam lubuk hati kedua bersaudara itu, terdapat rencana untuk membunuh masing-masing dari mereka. Tapi untuk kali ini, biarkan kasih sayang antara saudara muncul untuk mengobati satu sama lain.

Nakime hanya bisa terdiam menatap kedua atasannya. "Momen langka, harus di abadikan."

Muzan dan Rei mendengar itu tapu di biarkan saja. Lagipula Nakime tidak seperti Douma gila yang sangat menjengkelkan di mata mereka.

Mereka berdua akhirnya kembali membicarakan tentang persembunyian Kagaya bersama dengan Nakime.

•───────•°•❀•°•───────•
TO BE CONTINUED

【𝐄𝐍𝐃】 𝐊𝐢𝐛𝐮𝐭𝐬𝐮𝐣𝐢 𝐒𝐢𝐬𝐭𝐞𝐫 | 𝐊𝐢𝐦𝐞𝐭𝐬𝐮 𝐍𝐨 𝐘𝐚𝐢𝐛𝐚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang