𝟒𝟔 → 𝐓𝐄𝐑𝐔𝐒𝐇𝐈𝐌𝐀'𝐒 𝐏𝐀𝐒𝐓 (𝟏)

5K 553 163
                                    


TW : Kecelakaan, Bunuh diri.



Author's POV

17 tahun yang lalu (Juni 2004)

"Maaf pa," ucap Machi yang terdengar sedih. Ia baru saja keluar dari kamar mandi setelah sepuluh menit berada di dalamnya. "Kali ini gagal lagi," lanjutnya sambil menunjukkan test pack bergaris satu ditangannya.

Terushima Yuuto yang daritadi menunggu hasil tes kehamilan istrinya itu datang menghampiri sang istri, kemudian memeluknya.

"Gapapa, nanti kita coba lagi yaa," ucap Yuuto kemudian mengelus puncak kepala Machi.

"Tapi dokter bilang kalau aku bakalan susah buat hamil lagi setelah melahirkan Narumi dan Natsuki," balas Machi sambil melirik kearah anak kembar identik berusia 13 bulan yang tertidur diatas kasur. Di lantai sebelah kasur, terdapat seorang anak perempuan berambut cokelat sedang mewarnai gambar tupai. Tak jauh darinya, anak perempuan yang paling tinggi diantara yang lain sedang membaca buku komik edukasi. Machi tersenyum melihat anak-anaknya yang cantik, tapi ia kemudian melihat kearah suaminya dengan tatapan sedih.

"Kita sudah memiliki empat anak dan keempatnya perempuan, tidak bisakah kita berhenti sampai sini saja? Yuko kan pintar untuk anak seumurannya, kenapa gak dia aja yang lanjutin?" usul Machi sambil melihat kearah anak yang sedang membaca buku.

Yuuto menatap Machi, kemudian melihat kearah anak sulungnya. "Yuko perempuan, suatu saat dia bakalan menikah dan punya anak. Tidak mungkin ia akan terus-terusan memegang perusahaan kita," jelas Yuuto.

Machi tidak dapat membantah perkataan suaminya. Memang benar, seorang anak laki-laki akan lebih loyal dalam memegang perusahaan keluarga dibandingkan dengan anak perempuan. Walaupun saat ini dunia sudah modern, anak perempuan nantinya tetap harus mengikuti suaminya. Walaupun Machi juga merupakan putri sulung dari salah satu perusahaan besar,  yang melanjutkan perusahaan ayahnya adalah adiknya yang terpaut delapan tahun darinya dan sebagai seorang istri dan ibu, Machi juga fokus mengurus keluarganya dibandingkan yang lain.

Yuuto mendengus. Ia kemudian duduk diatas kasur lalu menunduk sambil memegang kepalanya. Ia benar-benar sudah bingung. Yuuto pernah berpikir untuk menikah lagi agar peluang memiliki anak laki-laki menjadi lebih besar, tapi disaat yang sama ia tidak mau menduakan Machi yang sudah berada disisinya sejak ia hanya merupakan anak SMA miskin yang pintar sampai saat ini menjadi pemilik resmi perusahaan Teru Company.

"Agghh," desah Yuuto kemudian mengacak-acak rambutnya, membuat Yuna yang sedang menggambar dan Yuko yang sedang membaca menghadap kearahnya. Begitu juga si kembar yang sedang tertidur mulai bergerak dalam tidurnya.

"Papi kenapa?" tanya Yuna yang sudah meninggalkan buku mewarnainya dan beranjak kearahnya.

Yuuto kaget mendengar suara anak keduanya dan langsung memberikannya senyuman. "Ah, papi gapapa kok."

"Ini." Yuko menyodorkan segelas air putih pada Yuuto, kemudia segelas lagi pada Machi. Anak yang tidak banyak bicara, tapi sebenarnya perhatian.

Yuuto dan Machi tersenyum. "Terima kasih."

Tak lama setelah itu, terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya. Refleks, Machi mengucapkan kata 'masuk' sebagai tanda bahwa mereka mengizinkan sang pengetuk untuk masuk.

Bi Asih kemudian muncul di depan pintu kamar mereka dan mengajak Yuuto dan Machi untuk berbicara diluar agar tidak terdengar oleh anak-anak. Sesuai yang dikatakan bi Asih, keduanya pun keluar meninggalkan keempat anaknya kembali pada kegiatannya masing-masing.

"Nyonya, tuan, soal anak laki-laki penerus keluarga Terushima, saya ingin mengajukan sesuatu." Bi Asih mulai berbicara sambil menyeduh teh Darjeeling untuk Yuuto dan Machi. Setelah selesai, ia menuangkannya pada tiga cangkir kemudian duduk di tempat duduknya.

GENG MANDALAJATIWhere stories live. Discover now