Hujan Di Bulan September

12.4K 1.1K 71
                                    

Now Playing ; My All by Larissa Lambert

Sore di pertengahan bulan September. Hujan turun deras sejak pukul 5 sore padahal siang harinya panas terik dan cerah. Siapa sangka setelah awan biru yang luas sampai ke ujung pandangan mata itu kini mampir segerombol mendung yang datang keroyokan? Hujan turun tanpa gerimis, seolah mereka sudah terlalu lama menahan pedih dan tangisan, lantas ketika waktunya sudah tiba air jatuh tanpa aba-aba.

Dibalik itu semua, di sebuah ruang bercat putih berkombinasi abu-abu Mahesa duduk di salah satu bangku bersama dengan seorang laki-laki yang sibuk menyibakkan kemejanya. Beberapa menit yang lalu ia datang tergopoh-gopoh, membawa dirinya masuk dengan basah kuyup. Ketika ditanyai kenapa bisa kehujanan, laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.

"Gue kan abis solat ashar nih, Bang. Terus sepatu gue ilang dan lo tau siapa yang nyuri?"

"Siapa?"

"Maisaroh. Tadinya gue ngga kehujanan tapi pas gue kejar si Mae, dia lari ke taman fakultas teknik, ya gue susulinlah. Daripada gue pulang nyeker."

Dan jika ada yang bertanya siapa gerangan Maisaroh itu? Dia adalah kucing penghuni masjid di kampus. Kucing beranak banyak. Yang karena saking awet mudanya, dia kini sedang hamil hasil berhubungan dengan anaknya sendiri. Sebut saja dia hewan, karena memang hewan.

"Mending basah kuyup? Gitu?" Balas Mahesa sambil geleng-geleng. Laki-laki yang notabenenya adalah Haikala pun membalas dengan cengiran lebar. Sore itu, ditengah kesepiannya menyusun proposal, seorang teman datang mengusir kesepian itu jauh-jauh. "Coba cek di lokernya Jonathan, kayanya dia ada ninggalin hoodie. Pinjem aja dulu."

Untungnya, Haikala pergi ketempat yang tepat dengan menemui Mahesa di ruang sekre. Ada deretan loker yang menyimpan barang-barang mahasiswa yang bergabung dalam organisasi internal kampus salah satunya Jonathan. Terlalu banyak organisasi olahraga yang ia ikuti, jadi tidak heran lokernya hanya berisikan baju ganti dan sepasang bet kesayangan. Hari ini, bocah itu sedang pergi ke pertandingan tenis meja ditemani Cakra, Jinan dan Rendra. Sedang Narda entah pergi kemana. Tadinya— Mahesa juga tidak tau Haikala ada dimana sampai pada akhirnya hujan turun dan membawa bocah itu kehadapan.

"Tadi gue ketemu Kara loh di masjid. Pas gue lagi antri ambil air wudhu, tu anak muncul sama temen-temennya kayanya sih mau solat ashar juga. terus — gue dadah-dadah gitukan. Eh dia malah masang kuda-kuda masa. Dikira gue ngejekin dia kali ya."

"Makanya akur. Setiap ketemu debat mulu sih, makanya dia mikir lo ngejekin dia." Mahesa geleng-geleng. Membayangkan bagaimana Kara nanti akan mengadu padanya untuk yang kesekian kali karena merasa kesal dengan Haikala si tengik dari fakultas teknik, ia gemas sendiri. Akhir-akhir ini perseteruan antara mereka berdua kian sengit. Dari rebutan kiko rasa melon, yang pada akhirnya setelah itu Mahesa bertekad untuk membeli kiko dengan warna yang sama untuk mereka berdua. Atau ketika Kara membawakan bekal untuk Mahesa, tapi malah Haikala yang menghabiskannya.

Kara sering mengeluh perihal ketengilan Haikala. Bocah itu memang sesuatu sekali dan Kara baru tahu setelah ia berpacaran dengan Mahesa. Awalnya, Kara kira Haikala tipekal laki-laki multitalent, sopan dan kalem alih-alih banyak tingkah sampai banyak gaya. Mana kalau sudah bersama Mahesa, dia seperti anak-anak umur 7 tahun yang manjanya minta ampun.

Kara bahkan tidak habis pikir. Bagaimana bisa ia pacaran sekaligus harus mengasuh anak orang seperti Haikala sekaligus.

"Bang, laper nih. Makan yuk. Traktir."

Ah ayolah Haikala! Tadi pagi sudah minta bubur ayam, sekarang minta traktir lagi?

Tapi detik itu perutnya terdengar keroncongan. Membuat Mahesa pada akhirnya terkekeh dan melepas kaca mata yang tersampir di hidungnya. Ia bangkit, lalu meraih ponsel dari dalam tas yang ia letakkan begitu saja diatas meja.

2. Antariksa Berkelana [Completed]Where stories live. Discover now