Bagaimana waktu merubah rasa

5.3K 763 95
                                    

Now Playing : Alone With You by Ashlee

Hujan diluar turun begitu deras dan buru-buru. Langit mendung masih pekat, gelap dan menakutkan. Untuk seseorang sedingin Narda Abyu Karang, hujan tidak akan mengusiknya sama sekali.

Sayangnya itu dulu. Karena hari ini ia begitu merasa kesepian.

"Hujannya masih lama kah?" Ia bertanya pada dirinya sendiri. Cangkir berisikan kopi hitam pekat buatannya sudah tandas, namun hujan diluar masih turun sangat deras. "Mama kedinginan ya?"

Tidak tahu bagaimana caranya mengusir rindu. Tapi untuk meraung dalam tangis pun Narda tak mampu. Sore yang begitu dingin membawa serta bayangan mama dalam kepalanya, sibuk berlari kesana kemari tanpa lelah, sekuat ia mengusirnya pergi, bayangan mama tetap akan tinggal disana.

Apartment yang kini ia huni terasa sangat dingin. Tempat ini dari awal memang tak miliki kehangatan yang berarti, tidak punya kenangan berkesan. Berbeda jika itu rumahnya dulu, rumah Mahesa yang juga sudah dijual, rumah Kara yang meninggalkan banyak bayang-bayang Haikala. Meskipun tempat itu punya sejuta alasan untuk membuat Narda menangis, ternyata mereka juga menyimpang hangat yang mereka tinggalkan. Iya, kenangan adalah bagian hangat itu.

Bermenit-menit Narda hanya pandangi jendela dengan monolog yang tak habis-habis. Sampai pada akhirnya pintu berdecit lirih, lalu seseorang masuk dengan langkah tergesa-gesa.

"Darimana?" Narda bertanya. Ia tatap Mahesa yang kala itu tengah melepas kemejanya yang lembab.

"Rumah Helen, tadi abis jemput dia dikantor terus makan bentar. Lo udah makan?"

"Tadi bikin pasta." Narda menunjuk arah dapur dengan tangan yang masih memegang cangkir kopi kosong. "Gue sisain buat lo. Tapi kalau udah makan yaudah, simpen dikulkas aja."

Dengan keadaan shirtless dan celana bahan yang sudah berganti dengan celana pendek yang Mahesa dapatkan dari pantry. Laki-laki itu bergerak mendekati meja makan.

"Thanks, lambung gue masih cukup kalau cuma pasta."

Mahesa duduk sambil meletakkan piring yang baru saja ia ambil dari rak, menciduk pasta dalam teflon dan memindahkannya dalam piring.

"Tadi ada mampir ke Resto, nggak?"

"Bentar." Narda bergerak untuk bergabung di meja makan. "Udah hampir seminggu, tapi Kara masih keliatan murung banget. Gue juga sempet nawarin buat anter pulang, tapi katanya dia dianter karyawannya. Dia menghindar mulu, kenapa ya?"

"Cuma lo doang tadi yang mampir?"

"Iya. Anak-anak pada sibuk ngurus syuting iklan. Cakra sama Jinan kan lagi pelatihan juga, besok ke Bali."

Mahesa menyendokkan pasta kedalam mulutnya. Ia kunyah makanan itu perlahan-lahan, sesekali memainkan garpu ditangan pada makanan dipiringnya.

"Tadi siang yang jemput sekolah Miko siapa?"

"Gue." kata Narda. "Lo yang anter kan?"

"Iya. Miko juga akhir-akhir ini nggak aktif kaya biasanya. Gue sampe harus nanya ini itu dulu biar bocahnya ngomong."

Helaan nafas berat menguar keudara. Narda maupun Mahesa tahu apa yang terjadi pada bocah itu. Sekonyong-konyong semua orang menjelaskan dengan sangat hati-hati bahwa memberikan adik tidak akan semudah itu dan tidak akan secepat itu prosesnya.

Miko mungkin tidak akan mengerti. Dia masih sangat bocah itu mengetahui bahwa untuk mendapatkan seorang adik, seorang ibu harus memiliki ayah untuk mengabulkannya. Narda pikir Miko juga sudah sangat lama menahan keinginannya itu. Terbukti saat Narda menunggunya didepan kelas, bocah itu diam saja mendengarkan Melia dan Leo membicarakan adik dan calon adik. Belum lagi ketika pulang sekolah, Narda bisa melihat tatapan cemburu saat Kylo dijemput oleh ayah dan adiknya, sedangkan dirinya??

2. Antariksa Berkelana [Completed]Where stories live. Discover now