Menjadi manusia apa adanya

5.4K 760 102
                                    

Now Playing : watercolor eyes by Lana Del Rey

Mahesa pikir ia tak pantas miliki bahagia sepeninggal sahabat karibnya beberapa waktu yang lalu. Ia pikir, langitnya runtuh, ia tak punya alasan untuk melanjutkan hidup. Waktunya seolah berhenti, kemarahan yang besar juga sesal yang tak habis-habis menggerayangi pikirannya setiap hari.

Mahesa pikir, jiwanya telah ikut mati bersama Haikala. Hanya rasa tak berharga yang tersisa, hanya kehidupan yang tak berguna yang ia punya.

Berat hatinya melepas sebuah kepergian, tapi nyatanya lambat laun waktu mampu menghapus sedih itu sedikit demi sedikit. Seberat kehilangan pun pada akhirnya mampu digerus waktu, sehebat tangis pun mampu menyamar bagai gelapnya malam.

Kini, mungkin bahagia itu tak begitu lengkap tanpa Haikala. Tempat kosong itu akan selalu kosong untuk waktu yang lama, ruang itu akan selalu dimiliki Haikala meski raganya entah dimana. Namun Mahesa percaya, bahwa hidup ini tidak hanya untuk meratapi yang hilang, bukan tentang menyesali hidup, bukan untuk dikutuk dan dimaki.

Hidup ini ada karena perlu dijalani.

Dari tempat duduknya, Mahesa menatap kearah sekumpulan orang yang tengah sibuk menyiapkan dekorasi untuk acara pertunangannya dengan Helena beberapa hari lagi. Maka tempat yang pada akhirnya menjadi pilihan adalah Rumah Haikara, di halaman yang rindang dengan lampu jingga yang temaram, Mahesa dan Helen sepakat untuk melaksanakan acara pertunangan mereka disana.

Ya, meski dirinya yang pergi jauh kini tak lagi jadi bagian, semua berjalan apa adanya dan masing-masing dari mereka mampu berjalan sampai disini dalam perasaan yang sama.

"Gea sama Gio baru dua kali ketemu Helen udah akrab aja ya." Tiba-tiba, seorang wanita mendekat dengan baju berwarna tabrakan. Kalau zaman sekarang sih orang bilangnya model cewek kue.

"Dia emang suka anak kecil sih, Kak. Jurus andalannya ya slime, dia pinter banget mainin slime soalnya."

Karenina mendekat sambil tersenyum tipis. Menjadi dewasa memang harus serba bisa, tapi tidak semua orang bisa dengan mudah menarik atensi anak-anak dan dunia mereka.

Sampai dikursi yang diduduki Mahesa, Kareninan bergabung disebelah. "Memangnya Kara udah siap buat ngerjain catering buat 250 tamu undangan, Sa?"

"Kayanya juga nggak semuanya dateng." Mahesa melirik saudara satu-satunya tersebut dengan begitu singkat.

Ada object lebih menarik dan itu adalah Helena yang tengah sibuk memainkan slime dihadapan sikembar Gea dan Gio juga sikecil Miko. Dari sebelah, Karenina menatap sang adik dengan begitu teduh. Kini, ia bisa melihat Mahesa yang dewasa. Seorang bocah yang dulu begitu polos dan lugu, kini sudah berubah menjadi laki-laki dewasa yang tangguh.

"Aku undang orang-orang kantorku dan kantor Helen aja. Selebihnya kenalan dan aku nggak jamin 100% mereka dateng semua."

"Tapi tetep sediain 250 catering? Kara udah punya berapa karyawan emangnya?"

"5 orang, 3 bagian dapur. Anak-anak juga pasti bantu, Helen, sepupunya Rendra juga katanya mau kesini, Kakak juga kan ada. Banyak kok. Sengaja aku nggak ambil catering dari luar karena Kara bilang biar dia sekalian promosi restonya juga."

Karen mengangguk mengerti. Ia edarkan pandangan ke arah kerumunan orang yang tengah menyusun berbagai bunga hias dan tirai berwarna putih tulang dan hijau muda. Berbagai bunga palsu juga sudah disewa, Rendra dengan taleten merapikannya bersama Narda.

Dimeja lain, Jinan dan Cakra sibuk menjadi penonton sambil menikmati kripik pisang gratis dari si pemilik resto.

Jangan libatkan dua bocah itu ke bagian dekorasi, karena yang ada malah jadi berantakan.

2. Antariksa Berkelana [Completed]Where stories live. Discover now