Jangan terlalu memaksa

5.6K 782 211
                                    


Now Playing : Pano by Zack Tabuldo

Mahesa tidak tahu mengapa waktu terasa lambat sekali siang ini. Teriknya mentari siang hari seolah memperingatkan ia untuk menepi, tapi seolah ia tidak peduli, tubuhnya hanya bersandar pada body motor yang ia bawa sambil sesekali mengecek jam ditangannya.

Tidak berselang lama, seseorang tampak muncul dari pintu utama sambil berlarian kecil mendekat kearahnya. Senang, jelas. Tapi dibanding tersenyum dan melambaikan tangan, Mahesa malah pura-pura tidak lihat.

"Sa! Nggak neduh?" Sampai dihadapan, Helen menilik wajah Mahesa yang masih mengenakan helm full face dan kacanya sudah terbuka. Melirik, tatapannya tajam. "Ayo neduh dulu, panas tau disini."

Tangan Helen membawa laki-laki itu menepi. Hanya beberapa langkah dari motor Jonathan yang terparkir, disebuah pondok kecil taman kantornya. Memang tidak sedingin AC didalam ruang kantor, tapi ini lebih baik dari lahan parkir.

"Ngapain kesini tiba-tiba?"

"Kan tadi aku udah bilang kalau lagi kangen sama kamu." Mahesa membuka helm yang ia kenakan, keringat langsung mengucur dari pelipisnya, rambutnya basah.

"Ya tapi nggak usah siang bolong juga kesininya, Mahesa. Terus, mobil kamu kemana? Tumben bawa motor?"

"Ada, kutinggal dikantor."

Karena mengeluarkan mobil dari parkiran basemant memakan waktu yang cukup lama. Sedangkan Narda sudah meneleponnya berkali-kali, menyuruhnya datang.

Ah, lagipula kenapa dia bisa sepanik ini sih? Narda kan cuma bilang Helen sedang makan siang dengan seseorang yang tampan dan bau uang.

"Udah makan siang?"

"Belum."

"Makan dulu yuk. Aku temenin."

"Kamu udah makan?" Mahesa pura-pura tidak tahu.

Hanya ada anggukan sebagai jawaban. Sekonyong-konyong Mahesa jadi tak berselera, ia seperti sudah kenyang tiba-tiba.

"By the way tumben kamu bilang kangen. Kita kan baru ketemu semalem, waktu kamu mampir kerumah anter obat sama dimsum." Sebenarnya, Helen juga heran. Sejauh ini Mahesa paling kencang memanggilnya pakai embel-embel sayang, tidak pernah bilang rindu atau sesuatu yang romantis kepadanya. Ya, karena mungkin kalau Mahesa rindu-- dia tinggal datang tanpa bilang.

"Ya nggak papa, emang lagi pengen ketemu kamu. Panas dalammu udah mendingan?" Mahesa mendekatkan wajahnya, menatap permukaan bibir Helena yang masih sedikit mengelupas. "Kelihatannya sih udah mendingan, lukanya udah kering juga, nggak berdarah lagi 'kan?"

"Enggak, tenggorokanku juga udah enak buat nelen makanan."

"Good job, obatnya tetep diminum sampai habis ya."

"Eum." Ia anggukan kepala setelah Mahesa mengusap telinganya dengan jari jempol dalam beberapa menit yang cukup lama. Begitu lembut dan menenangkan. Sampai didetik berikutnya, sesuatu tertangkap netra laki-laki itu.

Ini untuk pertama kalinya ia melihat Helen pakai kalung. Disiang hari yang cerah, benda itu tampak bersinar dari balik kerah kemeja perempuan itu.

2. Antariksa Berkelana [Completed]Where stories live. Discover now