A6. Nightmare

94 15 26
                                    

Puntung rokok yang tengah Shinichiro hisap jatuh dari bibirnya. Bara api yang perlahan mati menjadi bukti seberapa panjang jeda percakapan terjadi.

Wajah Shinichiro menunjukkan seberapa besar keterkejutan yang pemuda bermarga Sano itu rasakan.

"Meninggal?"

Menjawab dengan anggukan, Wakasa masih diam tanpa niat mengulang pernyataannya. Kepala Shinichiro tidak bisa memproses informasi barusan. Berita ini jelas mengejutkannya.

Shinichiro mengenal dunia berandal secara pribadi, mengingat ia pernah menempati puncak piramidanya saat menjadi ketua Black Dragon generasi pertama. Gang terkuat Jepang pada masa kepemimpinan Shinichiro.

Ia tau bayaran menuju takhta tertinggi dunia berandalan tidaklah murah. Gugurnya nyawa rekan dan keluarga pasti terjadi.

Itu menjadi salah satu alasan utama Shinichiro memilih pensiun dari dunia bawah.

Menempatkam BlackDragon di puncak sudah mencukupi ambisinya. Shinichiro tidak serakah dan memilih langkah aman, meninggalkan semua jalan sebelum melewati garis dimana dia tidak bisa kembali lagi.

Sekarang hati Shinichiro menjadi tidak tenang karena mendengar berita duka yang dialami adiknya...

Ia terlambat mengetahui hal ini dan membiarkan Mikey keluar tergesa-gesa bersama babu pagi tadi. Ada rasa bersalah yang terbit.

Menatap Wakasa yang duduk malas di sofa ujung bengkel, wajah Shinichiro kaku saat meminta penjelasan lebih.

"Aku dengar tadi malam terjadi pertengkaran di warung minuman kecil bagian barat Shibuya. Satu korban tusuk, laki-laki berseragam gang." Wajah Wakasa menunjukkan simpati saat ia menyebutkan, "hitam bersulam benang keemasan."

Ciri khas seragam Tokyo Manji.

"Kabar juga mengatakan kalau pelaku yang diamankan mengenakan jaket putih berlogo hitam."

"Valhalla...?" Gumam Shinichiro mengenali satu-satunya gang yang memiliki jaket putih.

Wakasa kembali mengangguk, membenarkan.

"Kasus sudah ditutup sejak pelakunya tertangkap malam tadi."

Sebagai veteran, Shinichiro merasa jika pembunuhan ini tidak berakhir sesederhana itu. Pertengkaran antar anggota gang biasa terjadi, terutama Valhalla dan Tokyo Manji yang berada di satu distrik yang sama.

"Tapi kenapa korban baru jatuh sekarang?"

"Takeomi juga mengatakan hal yang mirip." Wakasa merobek lamunan Shinichiro dengan kalimatnya.

"Dia bilang pola yang sama terjadi lagi."
.
.
.

Mucho memperhatikan beberapa figur yang berlutut di hadapannya sekarang. Ia menggengam ponselnya dan menoleh pada Haruchiyo. Memeriksa isi pesan yang ia baca dan mengetikkan beberapa balasan.

"Sudah cukup." Mucho menyimpan ponsel ke dalam saku seragamnya dan melanjutkan, "kita mendapatkan informasi yang kita butuhkan."

Haruchiyo tidak berhenti, laki-laki bersurai perak itu terus menghantam wajah salah satu Toman yang tengah ia mintai keterangan tanpa jeda. Netra gioknya berpendar dan Mucho tau seberapa parah dia bisa terluka jika menengahi sekarang.

Jadi Mucho menunggu.

Sesuai saran yang ia terima.

Setengah jam kemudian Haruchiyo baru berhenti.

Mucho memperhatikan bagaimana netra giok itu kehilangan pendarnya, berubah pudar dalam waktu singkat sebelum Haruchiyo pergi tanpa kata. Para anggota divisi lima tidak mau repot--juga terlalu takut menghentikan wakil kapten mereka.

Hanagaki(s)Where stories live. Discover now