A8. This have to be the last time...

75 14 9
                                    

Ini harus menjadi yang terakhir...

Emma menyusun gelas teh yang baru ia buat ke atas meja. Bunyi denting gelas menjadi pengalih suasana kaku yang tengah mendominasi ruang tamu sekarang.

Berusaha menekan kegugupan dan segala perasaan campur aduk yang ia rasa, Emma menyelesaikan tugasnya dan berniat kabur dari tempat. Sialnya, Shinichiro tidak mau terjebak di ruangan ini sendirian dan memintanya duduk.

"Kalian tidak perlu repot... aku hanya sebentar." Senyum Izana terasa tawar. Tidak dipaksakan, tapi jelas enggan diperlihatkan.

Terutama pada mereka.

Bagaimana dia tidak?

"Izana, kau tidak perlu sungkan. Kami juga keluargamu disini." Ucap Shinichiro berusaha mengendurkan suasana yang terasa kaku. Meski tindakan Shinichiro bermaksud baik, Emma bisa menemukan dahi Izana berkerut mendengar itu.

Keluarga ya?

Jika Emma harus menggeruk ingatan tentang Izana lebih jauh, ia tidak bisa menemukan hal selain momen berpamitan keduanya sebelum Izana kembali ke panti asuhan. Meninggalkannya di rumah Sano tanpa bertukar kalimat selain 'selamat tinggal' dan 'aku pergi sekarang'.

Itu bisa dimengerti jika Izana tidak menganggap para Sano sebagai keluarga.

Emma merasa perlu melakukan sesuatu terhadap keputusasaan Shinichiro untuk menjadikan Izana bagian dari Sano saat pemuda berkulit tan itu selalu menolak dan mengatakan dia sudah punya satu keluarga miliknya sendiri.

Kasih sayang Izana pada keluarganya sekarang juga terdengar begitu besar dalam setiap cerita singkat yang Emma dengar.

"Aku bukan," keluargamu

Emma yakin Shinichiro bisa menangkap kata yang tidak Izana ucapkan barusan. Kecuali kakak sulungnya itu cukup bodoh.

Senyum Izana kembali, kini menampung lebih banyak penolakan, "aku merasa tidak nyaman jika kau terus menyebutku seperti itu, Shinichiro."

Uh-oh

Tidak yakin harus menimpali senyum canggung Shin dengan apa, pandangan Emma menjelajah ke sekeliling ruangan dan tak sengaja bertemu sepasang mata milik teman Izana yang ikut bertamu kemari.

Kalau tidak salah namanya Kakucho...?

"Aku mendengar pergerakan Terano semakin liar di Shinjuku," netra ungu yang terlihat datar itu kini memancarkan permusuhan nyata. Shinchiro sampai terkejut menerima perlakuan seperti itu, "aku tidak pernah peduli pada kegiatan gang lain. Mereka bisa bermusuhan atau bekerjasama sesuka hati mereka. Tapi..."

"Sekelompok temanku dan wilayah mereka yang cukup penting untuk keluargaku diambil Terano secara paksa."

Pendar keunguan yang mengancam Shinichiro membuat pemuda bersurai hitam itu langsung berdiri dan menamengi Emma yang terkejut mendengar berita barusan. "Peringati mantan anggota generasi satumu itu untuk tidak melangkah masuk dalam perseteruan Tenjiku dan Rokuhara Tandai atau Brahman akan menjadi target, setelah aku selesai dengan bajingan South."

Bibir Shinichiro berkedut, kebingungan mencari kalimat yang pas untuk menanggapi permintaan Izana saat sepasang deru mesin motor terdengar, diikuti percakapan Draken dan Mikey yang samar-samar.

"Aku sudah menyampaikan maksud kedatanganku kemari." Izana berdiri dari tempatnya duduk diikuti Kakucho yang sejak awal diam tanpa membuka mulut.

Berterima kasih atas teh yang tidak ia sentuh, Kakucho melangkah keluar pintu. Izana menyusul beberapa langkah setelah tersenyum pada kedua Sano. Mereka berhenti di ambang pintu, membuat Emma dan Shinichiro bertanya-tanya ada apa.

Hanagaki(s)Where stories live. Discover now