11

1.1K 87 9
                                    

Sherly berdiri kala hakim Setyo menyilakannya membaca pledoi terdakwa dengan tegas tanpa menyorot ke arah meja penuntut hukum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sherly berdiri kala hakim Setyo menyilakannya membaca pledoi terdakwa dengan tegas tanpa menyorot ke arah meja penuntut hukum. Semalam tepatnya dini hari tadi, dia kembali seperti seorang perampok yang mengendap-endap keluar kamar setelah pergulatan panas dengan Eric. Sial sungguh sial, dinding kokoh yang dibangun Sherly agar tidak terjamah oleh Eric sejak perpisahan mereka kini tinggal puing-puing. Walau sempat ada interupsi dari Benedict yang tiba-tiba muncul menggandeng seorang perempuan berkulit seputih pualam di belakangnya, Sherly tidak bisa memadamkan api yang terlanjur menyala hebat kala bersama Eric. 

Padahal jarak di antara keduanya agak jauh, tapi gaya magnet yang dipercikkan Eric masih terasa di bawah pusat tubuh Sherly. Semalam, mereka berdua bak manusia haus akan cinta yang sama-sama mencari kepuasan diri menumpahkan segala rindu bercampur aduk dengan rasa gelisah juga amarah. Hanya suara desau yang saling meneriakkan nama hingga mereka berada di titik lenguh bermandikan keringat yang berkilauan di bawah temaram lampu.

"Lo tahu apa yang enggak bisa gue dapetin dari cewek lain, Sher?" bisik Eric dengan napas naik-turun membelai wajah Sherly. 

Yang ditanya menggeleng lemah tak mampu merangkai kata yang bisa menjadi permulaan perdebatan mereka di atas ranjang. Sherly memilih memejamkan mata, menyandarkan kepala di atas dada bidang Eric tuk mendengarkan irama jantungnya bagai melodi yang bisa membuat candu. Bibir Sherly mengembang samar bersamaan dengan kristal bening yang menetes tanpa Eric sadari.

Ketika dipaksa bangun bahwa Sherly perlu menjauhi Eric setelah malam panas mereka, puing-puing tembok dalam hatinya berangsur terbangun lagi. Dia sudah mengikrarkan diri kalau jangan sampai lelaki itu menelusuk untuk kedua kali. Baginya, kemarin adalah sebuah kesalahan yang tidak perlu diulang walau kesalahan itu memabukkan pikiran. 

"Bahwa terdakwa Suwaji harus menanggung tuntutan pidana yang tidak diinginkan oleh hati nurani melainkan akibat kesulitan dalam memenuhi ekonomi. Tidak ada yang dapat dilakukan sehingga yang dapat diharapkan Suwaji adalah memohon keringanan hukum karena terdakwa masih memiliki tanggungan istri dan tiga anak yang masih membutuhkan bimbingan seorang kepala keluarga," jelas Sherly menarik napas sebentar. "Bahwa dari seluruh rangkaian peristiwa yang memiliki fakta persidangan yang berasal dari saksi-saksi dan bukti-bukti yang dihadapkan di muka persidangan semuanya diakui secara tegas oleh terdakwa, namun yang kami patut garis bawahi adalah unsur niat dalam perkara tersebut tidak berasal dari hati murni terdakwa melainkan keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih layak."

Gadis berpakaian toga hitam itu juga menerangkan pertimbangan lain termasuk yang sudah disebutkan kalau Suwaji memiliki tanggungan istri dan anak, tidak pernah dijerat hukum sebelumnya, merasakan penyesalan atas tindakan yang dilakukan, sampai terdakwa berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Sherly juga menambahkan bahwa terdakwa mengalami luka-luka sedang akibat pengeroyokan oleh tiga warga dan berdalih bahwa kliennya adalah korban main hakim sendiri dengan menyertakan bukti hasil visum. Dia berharap kalau putusan yang akan diambil oleh hakim maupun tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum bisa lebih ringan. 

Hard Desire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang