20

1.2K 75 2
                                    

Lelaki mengenakan baju pasien berwarna kuning pucat itu berdiri dan menatap ke arah luar jendela seraya tangan kiri memegang tiang infus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lelaki mengenakan baju pasien berwarna kuning pucat itu berdiri dan menatap ke arah luar jendela seraya tangan kiri memegang tiang infus. Mata yang sudah senja di balik kacamata minus menerawang jauh ratusan rumah penduduk maupun jalanan yang selalu ramai. Dia menarik napas panjang seolah udara di sekitarnya tak mampu melapangkan masalah yang memenuhi dada.

Cahaya matahari sore yang berubah menjadi oranye dan perlahan-lahan makin menggelap di ujung kota sana tak lantas membuat Gatot beranjak. Dia suka memandangi jejak-jejak mentari manalagi bersama kekasih hatinya yang lelaki itu dengar sudah kembali ke Jakarta. Bibir tipis Gatot tersenyum samar, hatinya menghangat mengenang kilasan awal-awal bertemu Sarah di tempat hiburan malam.

Lamunan itu buyar ketika suara pintu di belakang gatot berderit, dia menoleh dan menangkap sosok putra sulungnya masuk setelah penjaga di luar mengizinkan masuk. Gatot berjalan menuju kursi di sudut ruang VVIP kemudian melanjutkan melihat mahakarya Sang Pencipta di luar sana. Ekor matanya melirik ke arah Eric yang turut duduk di depannya kemudian bertanya,

"Mami yang nyuruh?"

Eric mengangguk. "Eric juga punya beberapa hal yang perlu dibicarakan sama Papi."

Gatot mengamati wajah Eric dengan rasa penasaran yang tinggi. Dia bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang terkesan serius sampai alis Eric bertaut ada hubungannya dengan kasus yang sedang dihadapi atau yang lain? Jikalau itu mengenai masalah korupsi, maka Gatot lebih baik bungkam seperti arahan pengacaranya. Sekalipun Eric adalah anak kandung tetap saja Gatot parno dengan posisi pekerjaan Eric yang selalu berurusan dengan para terdakwa. Sekali berucap saja bisa memengaruhi seberapa besar hukuman yang diterima nanti.

"Papi enggak usah khawatir kalau Eric bakal tanya masalah penggelapan uang itu," kata Eric seperti bisa membaca ekspresi cemas Gatot. "Jaksa tidak bisa menghakimi keluarga sendiri."

Ada kelegaan terpancar di wajah Gatot. Jujur saja dia masih enggan untuk berhadapan dengan polisi atau penyidik siapa pun itu. Dia bersumpah pada orang yang sudah berani melaporkan kelakuannya untuk mengambil sedikit untung sebelum pensiun dari perusahaan. Bukankah itu hal yang wajar bagi manusia? pikir Gatot membela diri. Toh di luar sana, para pejabat negeri justru menyimpan banyak keuntungan di saat rakyat menelan kesusahan akibat pandemi dua tahun lalu. Lainnya malah jual-beli jabatan seakan apa yang ada di negeri ini semua bisa tunduk terhadap uang.

"Apa yang terjadi di antara Mami dan Papi lima tahun lalu?" tanya Eric tegas.

"Lima tahun lalu?" Gatot tak mengerti. "Maksudnya?"

"Sarah? Sherly? Barra?" Eric menyebut tiga nama itu. "Papi enggak lupa kan sama mereka?"

"Sherly? Mantan kamu? Apa dia kembali ke sini?" Gatot baru tahu kalau putri kecil Sarah yang dulu selalu menempel padanya telah kembali ke Jakarta setelah menghilang usai wisuda. Seingatnya, Sarah juga sempat menghilang di Bandung usai menjual rumah mereka yang ada di Bekasi. Sayang waktu itu Sarah langsung memohon kepada Gatot untuk memutus hubungan gelap mereka tanpa memberi alasan pasti.

Hard Desire (END)Where stories live. Discover now