44 🔞

530 43 8
                                    

Sebenarnya Sherly sudah tak punya semangat hidup andai Sandra tidak mendatangi dan berteriak-teriak di depan kamar bak orang kesetanan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya Sherly sudah tak punya semangat hidup andai Sandra tidak mendatangi dan berteriak-teriak di depan kamar bak orang kesetanan. Ketika dia terpaksa membuka pintu, Sandra memekik kaget mendapati temannya benar-benar berantakan. Mata Sherly sembap nyaris mirip seperti orang alergi seafood, lingkaran hitam kentara di bawah matanya menandakan kalau dia tidak tidur selama beberapa hari, sampai kondisi kamar tak karuan seolah baru terkena gempa berkekuatan besar. Sandra tak tega, lalu mendekap gadis malang itu dengan iba dan berkata bahwa semua ini bakal dilewati bersama.

Sherly kembali menumpahkan air mata dalam pelukan Sandra, masih menyesali semua perbuatannya kepada Sarah dan menyalahkan diri sendiri andaikan dia lebih cepat memaafkan masa lalu di antara mereka. Sandra menepuk-nepuk lengan Sherly, menyingkirkan helai rambut lepeknya ke belakang telinga lalu mengalihkan pandangan kala Barra berdiri di balik pintu sedang mengintip.

Kakak lelaki Sherly itu menatap cemas sang adik, meski harus mengibarkan bendera putih akibat tidak bisa menghadapi lebih lama watak kerasnya. Kemarin saja Sherly mengancam akan lompat dari balkon jika Barra menganggu dirinya yang ingin menjaga jarak dari dunia. Alhasil, terpaksa Barra memanggil Sandra sebagai teman paling dekat yang sudah dianggap sebagai saudara. Menelepon Eric pun hasilnya juga nihil, malah lelaki itu juga dilempari sumpah serapah sama seperti Barra.

"Sher, Tante enggak bakal tenang kalau lo terpuruk terus-menerus kayak gini," kata Sandra. "Lo inget kan tujuan kita ikut kasus besarnya Gatot? Buat balas dendam, bikin orang serakah itu jera. Termasuk bikin dia membusuk di penjara karena udah bikin keluarga lo hancur."

"Gue ... gue enggak peduli lagi asal nyokap gue hidup lagi, San," ujar Sherly sesenggukan. "Gue belum minta maaf sama Mama, gue ... gue ..."

"Hei." Sandra melepas pelukan kemudian menangkup wajah penuh kesedihan itu. "Nyokap lo adalah manusia paling baik yang gue kenal, Sher. Sebesar apa pun kesalahan anaknya, gue yakin Tante Sarah bakal memaafkan elo. Dia lebih paham kalau sebenarnya elo juga sayang sama dia, Sher."

"San ..." bibir pucat Sherly bergetar mendengar tiap kalimat Sandra.

"Percaya sama Tuhan. Berdoalah sama Dia, Sher. Gue yakin Tuhan bakal menyampaikan penyesalan lo. Hei, sekarang lo tanggungannya Bang Barra, dia juga khawatir kalau lo ada apa-apa sampai enggak mau keluar kamar, enggak makan, enggak tidur. Eric juga bolak-balik ke sini buat ketemu lo tapi ditolak Barra terus," ujar Sandra panjang lebar. "Sher, gue juga pernah kehilangan adek kesayangan gue karena sakit. Gue paham perasaan elo, tapi ... hidup harus berlanjut, Sher. Semua luka-luka batin yang kita alami bakal diganti yang lebih baik. Tante Sarah mau lo nerusin kasus-kasus yang berkaitan dengan Gatot, jeblosin mereka semua ke penjara."

Sherly terdiam cukup lama, meresapi setiap kalimat yang melintas di telinga. Sandra benar, pikirnya. Hampir lima hari dia mengurung diri sejak pemakaman ibunya itu. Namun, air mata masih terus berlinang seakan-akan kesedihan yang dirasakan Sherly enggan pergi. Dia mendongak, membendung kristal bening tersebut lalu mengusap ingus dengan punggung tangan kanan. Dia mengatupkan bibir, membentuk senyum getir mulai menerima kenyataan bahwa inilah jalan hidupnya yang penuh kerikil.

Hard Desire (END)Where stories live. Discover now