40

281 43 7
                                    

Dia terpaku dan menundukkan kepala bagai pengecut di hadapan lelaki berpotongan gondrong berkulit eksotis yang memiliki bewok selebat hutan Amazon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dia terpaku dan menundukkan kepala bagai pengecut di hadapan lelaki berpotongan gondrong berkulit eksotis yang memiliki bewok selebat hutan Amazon. Bak anak SD sedang diceramahi guru, Eric hanya bisa membisu ketika kakak Sherly mengomel tanpa henti seperti robot baru ganti baterai. Andai waktu bisa diputar, Eric rela mengunci pintu kamar ruang perawatan Sherly sebelum mencumbu sang pujaan hati agar tidak ada manusia lain yang menangkap basah mereka. Jika Sherly tidak menyebut kata 'abang' mungkin Eric tidak tahu siapa sosok di depannya ini. 

Lima tahun? Tidak. Sepertinya lebih dari itu, batin Eric justru memikirkan kapan terakhir kali bertemu Barra. Kalau tidak salah saat semester enam dia berjumpa sebelum lelaki bermata sipit itu dipindah tugaskan ke luar pulau. Tapi, mendapati penampilannya seperti manusia yang baru keluar dari peradaban membuat Eric hampir tidak mengenali Barra sama sekali. Ditambah kemeja Hawai mencolok berwarna biru tampak kontras di tubuhnya. 

Dalam hati, Eric mencibir kelakuan Barra yang masih tidak memahami betapa gila hatinya setiap berdekatan dengan Sherly. Semasa kuliah saja, Eric selalu mengekori Sherly ke mana pun gadis itu pergi seperti buntut bukan anak ayam kehilangan induknya lagi. Di mana ada Sherly, di situ ada Eric. Kecuali ketika Sherly menghilangkan jejak darinya tanpa sebab lima tahun lalu. Eric merasa gila dan hidupnya tak berarti karena belahan jiwanya lenyap tanpa sisa.

"Kayak lo enggak kenal gue aja, Bang," gerutu Eric membela diri saat Barra menuduhnya mencuri kesempatan. "Adik lo itu udah kayak ganja. Enggak bisa gue diemin itu anak. Pengennya--"

Sontak saja Barra melingkarkan lengan kekarnya ke leher Eric tanpa sempat memberikan kesempatan lelaki itu menyelesaikan kalimat. Menggosok-gosokkan kepalan tangan kanannya ke ubun-ubun sang jaksa berharap bisa melubangi kepala penuh hal cabul itu. Eric memberontak akibat kekuatannya tak sebanding Barra saat ini sampai-sampai wajah tampannya memerah nyaris kehabisan udara. Barra terpaksa melepaskan jepitan mematikan itu, membiarkan Eric menarik oksigen sebanyak mungkin.

"Sialan lo, Bang! Gue mati, Sherly sama siapa?" sembur Eric terbatuk-batuk kemudian menyandarkan diri ke dinding. Napasnya tersengal-sengal bukan main. Sialan, rutuk lelaki itu. Kenapa dia ditakdirkan memiliki calon ipar mantan anggota taekwondo? Salah sedikit saja, Barra bisa memindahkan nyawanya ke alam baka dalam sekejap. Padahal dari postur saja, Barra sedikit lebih pendek dari Eric. Selain itu, Eric hanya mencicip sedikit bibir manis Sherly tapi malah mendapat amukan. Apakah dia salah? 

"Sama yang lainlah! Kayak cowok di dunia ini cuma elo doang!" sahut Sherly enteng.

"Lo juga, Sher! Udah tahu badan masih perbanan mau aja disosor sama soang satu ini," timpal Barra menunjuk Eric. "Kalau lo masih main-main gini, mending gue seret kalian ke altar!"

"Gas, Bang!"

"Ogah!"

Suara mereka serempak namun tak sesuai ekspektasi Eric. Dia mencelang ke arah Sherly lalu memelas apakah gadis kejam itu akan mematahkan hatinya lagi. Dia mengira kalau Sherly belum benar-benar menyerahkan diri untuk merajut hubungan bersamanya. Sherly mengangkat bahu menyiratkan kalau saat ini pernikahan bukan prioritas utama dalam hidup walau usianya sudah terlalu matang untuk membangun rumah tangga. Lagian tidak ada yang namanya telat menikah bukan?

Hard Desire (END)Where stories live. Discover now