42

301 41 6
                                    

Sepertinya sudah sangat lama gadis dengan blazer abu-abu dan stiletto hitam mengilap serta lipstik merah di sana tidak menghirup atmosfer ruang pengadilan Jakarta Selatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepertinya sudah sangat lama gadis dengan blazer abu-abu dan stiletto hitam mengilap serta lipstik merah di sana tidak menghirup atmosfer ruang pengadilan Jakarta Selatan. Meski tangannya masih dilapisi gips, tidak menyurutkan kobaran semangat untuk hadir sebagai saksi sekaligus korban dalam insiden kecelakaan beberapa waktu lalu. Sorot mata berkontak lensa hitam itu mengedarkan pandangan, mengamati tamu yang datang juga tiga terdakwa mengenakan pakaian tahanan sebelum mendudukkan diri di kursi. Para pengejar berita juga hadir, menyorot wajah-wajah pelaku yang menyebabkan Sherly nyaris tewas dan memberitakannya dalam siaran langsung. 

Seperti sedang menyesali perbuatannya, terdakwa yang mungkin usianya berkisar 30-35an tahun di sana tertunduk tanpa didampingi pengacara. Salah satu dari mereka, mendongak lalu bertemu tatap ke arah Sherly, melempar senyum sinis seakan hukum bukanlah tandingannya. Ah, Sherly salah kira, ternyata satu dari tiga manusia bejat itu tidak gentar akan dosa. 

Sherly menyipitkan mata, menyiratkan sebuah ancaman bahwa mereka tidak pernah bisa lolos dari jeruji besi yang menanti. Kebebasan mereka direnggut paling tidak 20 tahun atau seumur hidup adalah hukuman yang pantas, pikir Sherly beralih ke meja tim penuntut umum di mana Eric tengah berbisik dengan rekannya, seorang lelaki berperawakan agak kurus dan beralis tebal, dagunya sedikit lonjong tapi tak menghilangkan ketegasan rahang lelaki itu. Merasa diperhatikan, Eric melirik sekilas Sherly, wajahnya tampak serius seakan mereka berpura-pura menjadi orang asing namun di balik itu ada kilatan penuh gairah yang menguasainya. Sherly menelan saliva memahami situasi mereka walau sorot mata sang jaksa berhasil menggetarkan sekujur tubuhnya. 

Dasar penggoda sialan!

Setelah itu hakim ketua dan dua anggotanya datang, seluruh hadirin diminta berdiri lalu duduk kembali. Hakim membuka acara sidang perdana kasus pembunuhan berencana kemudian meminta penuntut umum membacakan tuntutannya. Berdasarkan investigasi didapatkan bahwa ketiga terdakwa memang ada sangkut pautnya dengan Gatot Prasaja yang saat ini masih menjalani proses sidang tipikor di Jakarta Pusat. Secara bergantian, JPU menerangkan kalau terdakwa Arifin sebagai eksekutor mendapat imbalan sekitar lima puluh juta untuk membuat Sherly tewas di kelab Dragon Fly. Hal itu dilakukan karena terdakwa mendapat perintah agar melenyapkan Sherly juga mendapatkan berkas yang dibutuhkan Gatot.

Sayangnya, aksi mereka terlanjur terekam kamera pengawas di sekitar TKP termasuk saat Sherly mendapat suntikan dari seseorang yang berpura-pura menjadi tenaga medis ketika koma. Mendengarnya, Sherly tercengang bukan main mengetahui dirinya ternyata sudah tiga kali taruhan nyawa.  Tangannya langsung terkepal kuat menahan agar tidak langsung menghajar dan meremukkan tulang-belulang mereka. Bagaimana bisa ada manusia sekejam itu? Bagaimana bisa mereka mempermainkan nyawa orang lain seakan malaikat sudah tidak berarti lagi? 

Untung Tuhan masih kasihan sama gue.

Dewi fortuna memang berpihak pada kebenaran, berkas yang dimaksud tidak diketahui keberadaannya oleh pemuda yang ingin menutupi kebenaran dengan segepok uang. Begitu pulih, Sherly langsung memberikan salinan itu ke Sandra agar dikirim ke pengadilan Jakarta Pusat supaya tuntutan Gatot makin berat. Sherly sangat berharap kalau lelaki serakah itu bisa dihukum mati. 

Hard Desire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang