47

8.7K 927 116
                                    

"Pagi-pagi Jaemin!! Ini pagi-pagi lo udah makan asem begitu?!" Renjun berseru aneh. Baru saja bangun tidur disuguhkan Jaemin yang tengah mengaduk teh lemon.

Bukan itu masalahnya, tapi lemonnya juga di emut-emut. Renjun sampai bergidig, air liurnya menggumpal di ujung lidah.

"Enak, lagian udah di kasih gula." Jawab Jaemin santai.

Renjun menggeleng pelan dan membuka kulkas.

"Masakin daging Jun!"

Renjun menoleh, Jeno baru saja duduk dengan wajah pucat.

"Lo kenapa?"

Jeno menghela napas, dia meletakkan kepalanya di meja dengan lemas.

"Mual, gak berhenti muntah dari jam 6 pagi. Serius, baru kali ini gue ngerasin masuk angin parah." Keluhnya. Sedikit meringis sambil memegang perut.

"Ah, gue enggak kok, tapi kalau pegel badan sama pusing sih iya."

Jaemin mendengus, "kulit lo kulit badak jadi gak bakalan kemasukan angin."

"Setan lo."

Jaemin tertawa dia berlari kecil ke ruang tengah—sambil membawa teh lemon—saat Renjun mengacungkan kepalan tangannya.

"Mark kok gak ada kabar, dia nyari dimana Jen?" Tanya Renjun,

"Katanya lagi sama gengnya bang Yuta buat minta nyariin Haechan. Anggota gengnya kan banyak, masa banyak begitu gak ketemu juga."

"Kalo emang gak ketemu juga kita langsung cari ke jeju, siapa tau Haechan ngumpet disana."

"Tapi Haechan kagak ada pesen tiket apapun, maksudnya gue udah cek, mau itu tiket pesawat atau kapal gak ada Jun. Si Jaemin dapet laporan dari orang suruhannya tadi pagi-pagi, katanya gak ada Haechan maupun temen deketnya yang pesen tiket pesawat ke Jeju."

Renjun menghempaskan daging merasa kesal, "gue yakin, dia nyamperin orang yang bisa bikin dia sembunyi serapi ini. Tapi sial, orangnya siapa??"

Jeno menegakkan tubuhnya, "gak tau, gue gak kepikiran siapa-siapa."

Jarum jam terus bergulir, ketiganya memutuskan untuk masuk kelas saja menunggu laporan dari Mark sambil sesekali bertanya pada orang-orang yang sekiranya dekat dengan Haechan.

Jaemin juga tak berhenti untuk merengek pada ayahnya agar membantunya mencari Haechan, siapa tau dengan bantuan ayahnya Haechan bisa langsung ketemu.

Ketika seminggu berlalu dengan cepat tanpa hasil apapun, Haechan malah merasakan hasilnya.

Saat pertama kali tau dia hamil tidak ada tangisan, tidak ada ucapan syukur. Dia hanya diam, melamun memandangi tivi yang mati.

Bingung sendiri, haruskah ia berduka cita atau malah menyambut suka cita seperti halnya Chenle, namun balik lagi, keadaan dirinya yang sekarang bukan keinginannya.

Ini murni karena kegilaan para pacarnya itu.

Jadi dengan tumbuhnya sebuah janin didalam rahimnya Haechan bingung, demi apapun dia bingung sekali.

Chenle kembali dengan frustasinya karena Haechan benar-benar terdiam, layaknya raga yang tidak ada jiwanya.

Jisung pun sudah melakukan banyak cara membujuk Haechan namun nihil. Haechan tetap diam tidak merespon. Dan untuk makan pun Chenle harus membentaknya dulu baru mulutnya akan terbuka.

"Sumpah bang, gue yang ngerasa pusing. Gue khawatir, Jisung juga khawatir, seenggaknya pikirin bayi lo. Dia kagak salah apa-apa."

Haechan hanya meliriknya lalu kembali menatap pemandangan yang ada di balkon.

Si Seme Yang Di Uke KanWhere stories live. Discover now