53

8K 921 87
                                    

"Jelasin!!"

Suara Johnny yang berat menggema. Membuat Haechan yang sudah meringkuk ketakutan semakin bergetar tak karuan. Dia duduk di sofa dengan kepala menunduk, kedua tangannya meremat satu sama lain.

Sekarang mereka ada di apartemen Mark. Johnny dengan sengaja meminta untuk kesini agar tau dimana Haechan tinggal.

Jeno, Mark, Renjun, serta Jaemin dengan wajah bantalnya menunduk, mereka berdiri di sisi sofa sebelah kanan sedang Ten diam tidak tau apapun berdiri di sisi sofa sebelah kiri.

"Sejak kapan lo bisa hamil?"

Haechan semakin menunduk, perlahan isakannya terdengar.

"Jawab Haechan, lo punya mulut."

Haechan sesegukan, Johnny makin kesal. Dia mendesis sambil menyugar rambutnya ke belakang.

Siapa juga yang tidak kaget melihat adiknya yang jarang pulang, susah dihubungi, dan apartemennya yang kosong tiba-tiba ditemukan dalam kondisi hamil.

Johnny rasanya masih tidak percaya ini adiknya yang manja dan menyebalkan. Tapi perut buncitnya sudah terlalu nyata untuk ia abaikan.

"Berapa bulan?"

"Hikss, e-empat jalan lima.." jawab Haechan pelan.

"Siapa bapaknya?"

Johnny melirik keempat pemuda yang masih menunduk dalam.

Tapi Haechan tidak menjawab, isakannya malah semakin kencang.

"Jawab Seo Haechan!!"

Haechan menangis keras, kepalanya mendongak dan menunjuk ke sebelah kanan.

"Mereka!!" Jeritnya, "hikss hikss mereka! Mereka bapaknya, mereka yang bertanggung jawab dan mereka yang lakuin ini."

Ten menganga, menatap ke empat pemuda yang masih diam. Enggan menegakkan tubuh mereka maupun menjawab.

"Gimana bisa mereka, hah? Sekarang jelasin kenapa lo bisa hamil, lo male pregnant?" Tanya Johnny tidak sabaran.

"JAWAB JANGAN CUMA NANGIS AJA!"

Haechan tersentak kaget, menangis lebih keras. Ten yang juga kaget buru-buru menghampiri Johnny yang wajahnya sudah memerah.

"Hikss, hikks, mereka, Me-mereka nanam rahim, hikss tanpa sepengetahuan gue, tanpa gue tau, dan, dan gue hamil. Anak mereka, gue hikss, gue hamil," Haecha menggeleng ribut, air matanya sudah menganak sungai memenuhi wajah, "maaf, maafin gue bang. Maaf.."

Johnny menggeram kesal, amarahnya langsung naik dan dengan cepat menyingkirkan lengan Ten yang menghalanginya. Lalu berjalan cepat ke arah empat pemuda yang masih diam tak berkutik.

Terlalu cepat, bahkan Ten hanya menjerit saat Renjun melayang menghantam dinding, Jeno yang berguling ke sisi lain setelah bibirnya sobek dihajar, kepala Mark menghantam tangan sofa dan Jaemin pun sama, punggungnya dengan keras menghantam dinding dengan pelipis yang berdarah.

Tak tanggung-tanggung, karena amarahnya masih naik, Johnny meraih sebuah vas bunga untuk memukul Jeno. Kakinya menendang Mark, dan sisa pecahannya ia lemparkan pada Renjun dan Jaemin.

Ten menganga dan berteriak kencang, apalagi melihat tangan pacarnya berdarah hingga mengucur. Sedikit bergidig ngeri melihat ke empat pemuda itu juga mengalami nasib yang sama. Bahkan lebih parah.

"John, stop, stop oke, lo bisa bunuh mereka kalau kayak gini caranya."

Ten segera menarik lengan Johnny menjauh. Dia khawatir akan ada yang lebih parah dari ini.

Si Seme Yang Di Uke KanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang