1

619 150 20
                                    

N. B. Niat; AC duluan yok bisa yok lanjut yok. Otak; Ehe gas slur!

***HAPPY READING***

Hujan salju turun dari langit, membuat beberapa wilayah di permukaan Bumi menjadi lautan putih. Tanggal 15 desember, sisa 10 hari lagi sebelum natal tiba. Tetapi suasana Kota Moufrobi sudah ricuh duluan.

Sebutir snowflake jatuh ke hadapannya. Watson mendongak, beralih mengulurkan telapak tangan, menampung kepingan salju itu dengan bertelanjang tangan. Terasa lembap dan sejuk. Malam ini udaranya dua kali lebih dingin dari kemarin.

[Lusa lalu, ditemukan mayat remaja 16 tahun di Desa Stupido, provinsi Sayazar...]

Sherlock Pemurung itu berhenti melamun, berbalik ke arah TV besar yang menyala di pusat Kota Moufrobi, tengah menyiarkan berita terkini. Begitu pula dengan pejalan kaki lainnya di sekitar trotoar.

[Dia dibunuh kemudian dipaku ke pohon cemara dan dihiasi ornamen natal. Posisi tubuhnya diatur seperti bintang sebagaimana mainan pohon natal. Dia adalah korban ke-9 dari Pembunuh Santa Claus D-Day. Setelah mengkategorikan ini adalah pembunuhan berantai, kepolisian pun membentuk satgas nasional dan meminta maaf pada publik membiarkan pembunuh tersebut masih berkeliaran di luar sana.]

"Mengerikan sekali," celetuk ibu-ibu di depan Watson geleng-geleng kepala. "Aku heran bagaimana cara polisi bekerja. Itu sudah korban yang ke-9 lho, dan mereka baru memutuskan kategori kasus. Malang sekali anak-anak itu. Mati tanpa penghormatan."

Watson sekali lagi melirik TV besar—kini menunjukkan kondisi TKP dan gambar crime scene. Dulu di New York, detektif muram itu pernah menyelesaikan lima kasus pembunuhan berantai.

Tapi, itu cuman keberuntungan semata karena timnya masih lengkap. Entahlah Watson benar-benar bisa memecahkan misterinya atau tidak. Dia sekadar hoki. Yang mengendalikan semuanya adalah Jam. Dan dia hanya figuran.

Watson sampai di sekolah. Karena salju, banyak murid-murid yang datang pakai kendaraan atau diantar. Detektif muram itu sempat ditawari Noelle tadi, namun dia menolak karena sekalian jalan-jalan pagi.

Meletakkan payungnya, tatapan Watson lurus ke ruang klub. Sayup-sayup dia mendengar suara hiruk-pikuk di sana. Ada apa? Mereka kedatangan klien? Tapi kenapa suaranya ada banyak? Lebih dari satu.

Klek! Watson membuka pintu.

Ya ampun. Ada sepuluh individu ribut di dalam ruangan. Ada wanita paruh baya, pria dewasa, remaja seumuran mereka, bahkan sampai mahasiswa. Untung saja dia hati-hati membuka pintu. Bisa gawat kalau mereka menotis batang hidungnya.

Sherlock Pemurung itu mengendap ke tempat Jeremy, berbisik, "Kenapa ini?"

"Mereka semua punya masalah di asosiasi soliter yang berbeda dan ingin memberi somasi, namun mereka memerlukan alasan kuat untuk melakukannya. Makanya mereka kemari, minta tolong. Berkonsultasi."

Apa-apaan? Klub detektif Madoka bukanlah kantor pengacara daerah yang kebetulan sedang nganggur. Jadi maksudnya, mentang-mentang Watson dan yang lain pernah terlibat dengan masalah politik, mereka mengira klub itu menerima semua permohonan kasus? Yah, yang benar saja.

"KAMU NAK WATSON, KAN?" Sial! Salah satu dari mereka akhirnya menotis batang hidung detektif muram itu. "Syukurlah, aku sudah menunggumu dari tadi. Aku ingin mengajukan tuntutan pada seseorang. Tapi kejaksaan meminta bukti. Dasar keparat. Apa mereka tak bisa menerimanya saja?"

"Anu... Tunggu sebentar..."

"Ada seorang dokter palsu memakai lisensi orang lain. Mungkin saja dia seorang pembunuh dan dokter aslinya dibunuh."

"Ya?" Watson mengerjap.

Wanita itu menyingkap bajunya, bagian perut. Terdapat suatu luka baret di situ. "Aku menjalani operasi radang usus buntu pekan lalu dan dokter sialan itu yang membedelku. Dan kamu lihat, jejaknya tidak mau hilang!"

Serius? Watson tidak tahu harus membuat mimik wajah seperti apa. Sejak kapan operasi usus buntu tak meninggalkan jejak.

"AKU TAK MAU TAHU. KAMU HARUS MENOLONGKU MENCARI BUKTI!"

"T-tenanglah sebentar, Nyonya. Anda tak bisa asal menuntut seseorang." Watson menggeleng, sekali lagi mencoba sabar menghadapi wanita tersebut. Maklum, lawannya seorang ibu-ibu pemarah. "Pasal 310 KUHP ayat 1, pencemaran nama baik. Anda bisa dikenakan denda atau dipenjara paling lama sembilan bulan. Oleh karena itu, mohon berpikirlah dengan kepala dingin."

"APA?! MAKSUDMU JEJAK MENJIJIKKAN DI PERUTKU HANYA MASALAH SEPELE?!"

Orang lain mendorong wanita itu. Waktunya gantian. Bukan hanya dia yang punya keluhan di ruangan itu. Semua orang di sana mengantri demi menyampaikan masalah mereka ke member klub.

"Aku ditipu oleh seorang apoteker. Karena dia terkenal di wilayahku, makanya aku pergi ke klinik miliknya dan meminta resep. Tapi sakit perutku tidak sembuh-sembuh dan malahan sakit setiap hari! Dia pasti memberiku racun! Nyawaku terancam! Ini percobaan pembunuhan, Nak Watson!"

Watson mengusap wajah, mendesah berat. "Daripada mencurigai seseorang, kenapa anda tidak pergi ke rumah sakit saja? Bisa jadi anda mengidap sindrom IBS, intoleransi laktosa, atau gastroparesis."

"AKU SEKARAT, NAK WATSON! KENAPA KAMU TERLIHAT TAK PEDULI?"

Tapi kan dia sedang berdiri sehat di depan Watson... Entahlah detektif muram itu hendak menjawab apa. Otaknya blank. Memang, dia tidak jago berkomunikasi.

"Baik, baik, waktunya sudah habis!" cetus seseorang menepuk-nepuk tangan. Watson kenal pemilik suara licik ini. "Tuan, Nyonya, Kakak, dan Teman-teman sekalian, terima kasih sudah datang, namun suara kalian mengganggu ketertiban Madoka. Jadi, bisakah kalian meninggalkan tempat ini dengan damai? Kalian bisa melanjutkannya besok atau meminta pertemuan pribadi."

Watson menoleh. Adalah Saho yang datang bersama Apol. Benar juga. Cowok Cantik itu wakil seksi keamanan. Pertanyaannya, kenapa harus bawa-bawa Apol segala? Detektif muram itu tak ingin menuduh yang tidak-tidak, tapi apa Saho tak yakin bisa menyurutkan suasana seorang diri?

"Ingat ya, Nak Watson, saya duluan."

"Hei, kamu setelah aku. Ladies first. Apa kamu tidak tahu prinsip itu?"

"Apa hubungannya dengan gendermu?"

Ruang klub akhirnya lengang juga. Aiden dan Hellen sudah kusut karena gelagapan menulis sekaligus menenangkan pengadu yang cenderung emosian. Jeremy sih santai, dia cuman mengatur antrian.

Ngomong-ngomong, model rambut gadis landak itu lepas ke punggung, lalu menguncir sedikit rambut di belahan kiri. Ini disebut half side ponytail, lalu menggunakan ikat rambut bola bulu putih.

"Terima kasih bantuannya, Kak Apol..." ucap Watson mengernyit. Seolah memanggil si licik Apol dengan embel-embel 'kak' adalah pekerjaan paling berat di hidupnya.

"Bukan masalah, Watson Dan. Sudah seharusnya aku membantu kalian." Apol tersenyum membuat matanya terpicing. Dia kok bisa sesipit itu, ya?

Sherlock Pemurung itu melirik Saho yang hanya menundukkan kepala. Walah, walah, entah kenapa firasat Watson mengatakan ada yang tidak beres di sini. Jangan-jangan Apol memiliki siasat tertentu?

"Sebagai gantinya, bisakah kalian menolongku? Kecuali jika klub detektif Madoka suka berutang budi," katanya.

Si brengsek. Sudah diduga.

"Apa itu memangnya?" Aiden bersedekap.

"Ketua seksi teknologi komputer, Ranivimab Constatia, menghilang beberapa hari lalu."








[END] Gari Gariri - Misteri HermesateWhere stories live. Discover now