20

326 121 28
                                    

Angra habis-habisan memarahi anak buahnya. Dasar bodoh! Biar penjahat, mereka seharusnya tidak seteledor itu. Meski narapidana sekali pun, nyawa tetaplah nyawa. Apa salahnya memantau barang sebentar? Santa D-Day brengsek!

Dia adalah korban ke-13, Atah Imnohel, 18 tahun. Cowok kelas tiga sekolah menengah itu telah terlibat banyak kasus siber. Perjudian online, perdagangan ilegal, penipuan, hacking, dan sebagainya. Butuh lima hari untuk menangkap, mendakwa, lantas memasukkannya ke penjara remaja.

Atah sudah lima bulan berada di sana, melakukan pendisiplinan. Mengingat lusa tanggal 25 desember yang merupakan hari natal, Atah pun dibiarkan cuti dari masa hukuman. Tapi tiba-tiba dia meninggal. Tubuhnya terikat di pohon natal. Kenapa si santa sialan itu membunuh narapidana?

"Beritanya tidak tersebar, kan?"

Matilah aku. Ingil menelan ludah gugup, patah-patah menjawab. "I-itu, Inspektur... Reporter Marconasa telah menyiarkan—"

"WARTAWAN GILA ITU LAGI?! KENAPA KAMU TIDAK MENGHALANGINYA, HAH?"

"S-saya sudah berusaha, Pak...! Tapi dia menghilang setelah beritanya diumumkan. Kakaknya dari polda Stupido sedang mencarinya. Anda bisa marah-marah nanti setelah Marconasa ditemukan."

Cih! Dasar sampah! Setelah mendapat apa yang mereka inginkan, mereka pergi melenggang tanpa beban. Rasa pusing mendera Angra dua kali lipat hari ini. Bisa gawat jika beritanya sampai ke kota. Angra muak mendengar makian warga.

Aiden dan Hellen ternyata menyimak pertunjukan 'Inspektur Angra yang Emo' di ruangan sebelah. Mereka duduk di kursi, mencerna informasi yang mereka dengar.

"Reporter Nasa menghilang? Melihat sifatnya, tidak mungkin dia pergi begitu saja. Mana Dextra dari kemarin tidak kelihatan. Dan sama Jeremy juga belum balik. Aduh, apa yang harus kita lakukan?"

Mengernyit Hellen tak menyahut, gadis itu menoleh. "Hei, kamu lagi ngapain?"

Hellen fokus membolak-balik halaman file. Alisnya bertaut. "Membaca ulang kasus Rona, juga kesaksian temannya. Aku tak bisa berpangku tangan. Kita butuh clue."

Ah, benar. Watson menyuruh mereka berdua mengunjungi teman korban ke-9, alias Oronna Najesse. Namanya Qulantari Musenere. Tidak banyak yang Aiden dan Hellen dapatkan. Pasalnya Rona murid netral. Dia tidak dibenci, namun juga tidak disukai. Itu karena kepribadiannya yang pemilih dalam mencari teman. Rona menginginkan teman yang satu frekuensi dengannya. Entah itu murid bulian, murid preman, atau murid peringkat terbelakang.  Maka bertemulah dia dengan Qulantari.

Yang mengherankan menurut Hellen yaitu kematian Rona nan membingungkan. Tertulis di sini, Rona meninggal karena pendarahan di organ signifikan. Sementara forensik mengatakan, Rona tewas oleh potasium sianida. Jadi, yang mana satu?

Brak! Sejumlah dokumen menghadang Aiden dan Hellen yang tersentak. Adalah Angra. Dia malah sontak jadi patung.

"Anu, Inspektur? Apa yang anda lakukan?"

Baiklah. Angra mengembuskan napas panjang. "Ini pertama dan terakhir kali aku membuang harga diriku. Aku tak mau kepolisian dilecehkan oleh warga lebih dari ini. Aku ingin santa sialan itu ditangkap secepat mungkin. Di mana anak itu, heh?"

Oh, maksudnya dia akhirnya mau bekerja sama? Fufufu. Hellen terkekeh culas.

"Kalau Inspektur mencari Dan, dia..."

"Kami kembali!" Suara Jeremy memotong. "Haah, sungguh perjalanan yang panjang. Tak kusangka kami keluar seharian... Oh? Kenapa Inspektur Angra ada di sini?"

"Dia butuh bantuan kita," cetus Hellen.

"Aku tak pernah bilang begitu."

Hellen memutar rekaman 48 detik lalu. Aliasnya naik-turun turun menggoda Angra yang gregetan di tempat. "Masih mau mengelak? Anda sudah dewasa lho, Inspektur. Berhenti bersikap kekanakan."

Watson masuk terakhir. Matanya memonitor kantor polisi. Di sudut-sudut ruangan paling tidak terdapat lima CCTV dengan posisi menghadap ke karyawan. Hanya satu kamera yang menyorot pintu masuk. Baik, Watson memilih kamera itu.

"Ng? Kenapa Inspektur Angra ada di sini?" tanya Watson sebelum berangkat ke bilik pengawas, menatap lurus ke pemilik nama.

Pufft! Hellen membuang muka, menahan tawa agar tidak lepas. Sepertinya benar-benar suatu keajaiban melihat Angra satu ruangan dengan klub detektif. Pertanyaan Watson sama dengan Jeremy.

"Korban ke-13 telah jatuh—"

"Aku tahu. Aku sudah mendengarnya. Aku pergi ke luar bukan untuk bermain-main," sela Watson menyerahkan crossbow yang dia temukan bersama Jeremy pada Angra.

"Crossbow? Dimana kamu mendapatkannya?"

"Itu tidak penting." Selanjutnya Watson memberikan 'garpu tala' di kamar Alnilam. "Ini baru penting. Senjata pembunuhan."

"Sebentar, Watson..." Baru juga dua menit anak itu datang, dia sudah membawa bejibun informasi terbaru. "Mana mungkin garpu tala jadi senjata pembunuhan. Ujungnya bahkan tidak tajam sedikit pun."

"Wow, tebakan Watson benar. Kamu pasti bertanya seperti itu, Hellen. Ckckck. Apa kamu seorang peramal genius?"

Sherlock Pemurung itu tidak berminat menanggapi guyonan Jeremy. "Bagaimana tentang permintaanku, Stern, Aiden?"

Mereka menjelaskan secara sistematis.

Dua sumber kematian yang berbeda... Apa maksudnya? Terlebih, tidak ada 'simbol' di TKP. Pelaku tidak menggambarnya.

Lampu menyala mendadak, menghentikan diskusi mereka semua. Alat-alat operator di kantor polisi berbunyi, bising seketika. Semua petugas tergesa-gesa menjawab panggilan itu. Tenaga listrik telah pulih!

"Inspektur!" Sosok Emma muncul dari balik pintu. Napasnya terengah-engah. Dia pasti habis berlarian ke sini dari tenda NFS. "Kami sudah mendapatkan DNA-nya!"

Aiden, Hellen, dan Jeremy mengepalkan tangan. Juga Angra yang menyeringai. "Yosh! Kita bisa menangkapnya sekarang!"

Selagi mereka telah menyerbu forensik, Watson bergeming di kursi, tak ikut. Tak ada seorang pun yang sadar karena terlalu antusias. Tatapannya masih fokus pada dokumen Oronna. Terdiam cukup lama.

"Oronna Najesse... Baiklah."

Bukannya menyusul yang lain, Sherlock Pemurung itu justru belok ke ruang cctv. Ada sesuatu yang harus dia pastikan.

"Permisi, bisakah saya melihat rekaman tanggal 20 desember kemarin?" Mengingat klub detektif Madoka tiba di Stupido, lima hari lalu (21 desember), maka tanggal 20 yang paling mendekati analisisnya.

"T-tidak masalah..."

Petugas tersebut memutar file rekaman. Dimulai dari jam 7 pagi, 1 siang, dan 10 malam. Tidak ada hal mencolok yang menarik perhatian Watson. Kantor polisi tampak menjalani hari yang normal.

"Aneh... Kenapa Polly tidak ada?"

"Ah, maksudmu Petugas Polly Kanchana? Dia izin tidak masuk kerja hari itu. Petugas Marc yang menyampaikannya."

"Baik, itu sudah cukup. Terima kasih."

Sekali lagi, tujuan Watson bertentangan dari yang dipikirkan. Bukannya bergegas ke tenda NFS karena tertinggal oleh teman-temannya, anak itu malah merantau entah ke mana. Dia pergi dari kantor polisi, meminjam sepeda satpam.

Rumah Oronna, itulah yang dia tuju.

"Ara-ara, bukannya kamu Watson Dan? Ketua dari klub detektif yang lagi pamor. Sepertinya kalian sangat sibuk. Kemarin yang datang Nak Aiden dan Nak Hellen. Hari ini giliran ketuanya yang berkunjung."

"Maaf merepotkan anda, Nyonya, tapi saya punya beberapa permintaan." Tidak. Watson tidak salah redaksi kata. Dia benar-benar bilang 'permintaan' alih-alih kata yang wajar: 'pertanyaan'. Kayaknya dia dengan merencanakan sesuatu.

"Boleh. Kalau boleh tahu, apa itu?"

"Saya ingin meminjam ponsel mendiang putri anda. Dan... meminta darah anda."





[END] Gari Gariri - Misteri HermesateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang