22

334 121 41
                                    

"Apa saya boleh tahu mengapa anda meminta darah saya? Ah, saya tidak keberatan jika itu membantumu. Tapi saya penasaran apakah darah saya bisa dijadikan petunjuk. Itu kan hanya darah."

Ya, tentu itu hanyalah darah. Tapi bagi Watson, itu adalah kepingan terakhir yang melengkapkan puzzle analisisnya.

"Terima kasih atas kerja samanya," kata Watson meletakkan tabung kecil berisi darah tersebut ke ransel kemana-mana. "Ngomong-ngomong apa Rona memiliki penyakit tertentu? Tercatat di rekam medis, dia sering bolak-balik rumah sakit untuk melakukan tranfusi darah."

"Ah... Putriku mengidap hemofilia. Pagi itu saya ke rumah sakit untuk mengajukan surat rawat jalan karena Rona benci tempat itu. Tapi saat saya pulang, Rona telah meninggal... Meski lama, saya akan berusaha mengikhlaskan kepergiannya."

[Note. Hemofilia, penyakit langka yang merupakan kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah sehingga akan terus-terusan mengalir apabila terluka.]

Ini dia. Watson mengatupkan rahang. "Apakah saya boleh memeriksa kamar mendiang putri anda? Sebentar saja."

"Kamu bisa melakukan apa pun."

Yowes. Tuan Rumah telah memberi izin, lantas apalagi yang Watson tunggu? Dia sigap meluncur ke kamar Rona. Tersisa dua hal lagi yang harus dipastikan.

Jika Rona hemofilia, maka dia rentan mimisan. Watson harus menemukan jejak darah korban. Dia sudah meninggal, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan mendiang dalam konteks jasmaniah akan disingkirkan atau dihancurkan sebagai bentuk penghormatan kematian. Watson takkan menemukan jejak darah itu di rumah sakit, maka pilihan tepat adalah di sini, rumah dan kamar sang korban.

Semoga saja ibunya Rona tidak membuang apa pun yang ada di dalam kamar ini. Watson akan kerepotan nanti... DUK! Sherlock Pemurung itu mengaduh ngilu kepalanya terbentur laci meja yang dia buka sebelum memeriksa kolong.

"Aduh, sakit..." Selembar tisu jatuh ke pangkuan Watson yang bersimpuh. "Oh?"

Benturan membawa berkah. Watson mendapatkan apa yang dia cari-cari. Terdapat noda darah nan kering di tisu tersebut. "Ini pasti darah Rona. Terima kasih meja! Kamu lah sahabat terbaikku."

"Nak Watson, saya sudah menemukan ponsel Rona. Apa kamu jadi—" Kalimat beliau terhenti demi melihat Watson yang memeluk kaki meja, ekspresi terciduk.

Mereka berdua sama-sama terdiam.

"Anu, saya bisa menjelaskannya."

-

Pamit dari rumah Rona, Watson pun pergi ke sebuah panti bernama Avegrow. Di sini juga tersedia fasilitas sanatorium. Jadi wajar jika tempatnya ramai oleh pasien.

Ayo fokus pada pekerjaan, ah tidak. Tapi kan dia tengah menyelidiki sebuah kasus. Itu sama artinya dengan sedang bekerja. Ukh! Watson tak mau jadi detektif!

"Halo, Anak Muda," sapa seorang pegiat. "Aku melihatmu berdiri sendirian di sini dari tadi. Apa ada yang bisa kubantu?"

"A-ah..." Watson gelagapan menunjukkan kartu pengenal yang diberikan Yolan. "Aku diutus dari kepolisian. Aku ingin bertemu dengan kepala panti. Apa beliau ada?"

"Ada kok. Aku akan mengantarmu."

Ini baru bagus. Tiada basa-basi, dia langsung membawa Watson ke orangnya. Makin cepat Watson menerima informasi, makin cepat pula dia kembali ke kantor polisi. Dia pergi tanpa memberitahu teman-temannya. Mereka pasti jengkel.

"Silakan masuk. Beliau ada di dalam."

Watson mengangguk, membiarkan petugas itu melanjutkan kegiatannya karena telah mengantar tamu selamat sampai tujuan. Dia pun membuka pintu. Seorang biarawan berhenti berdoa, menoleh menatapnya.

[END] Gari Gariri - Misteri HermesateWhere stories live. Discover now