26

351 126 40
                                    

Telinganya berdenging akibat ledakan. Pandangannya memburam. Asap mengepul di labor komputer bersama puing-puing dinding yang menjadi kerikil, melenting ke sana-sini. Tak bisa mempertahankan kesadarannya, Watson pun pingsan.

Sayang seribu sayang. Jika saja Watson masih memiliki sisa kesadaran, maka dia bisa menangkap Santa Claus D-Day yang berdiri di sampingnya, menatap tajam. Sosok itu memang menunggu-nunggu kapan detektif muram itu terlengar.

Sudut bibir digigit. Buku-buku jarinya memerah karena dikepal kuat. Siasatnya terbaca, bagaimana dia tidak marah? Bahkan mangsanya berhasil diselamatkan.

Dia mengeluarkan botol kecil dari saku. Terdapat gambar flammable (mudah terbakar). Disiramnya isi botol ke tubuh Watson yang tidak tahu dirinya tengah dimandikan bensin. Tidak setengah, melainkan semuanya. Klontang! Lantas bekas botolnya dia buang ke lantai.

"Kamu yang mempercepat kematianmu." Dia menyeringai menyalakan api di geretan. Hendak melemparnya ke Watson.

"Itu sungguh bukan perbuatan bijak, Anak Muda. Kalau aku jadi kamu, aku takkan melakukannya. Sungguh ceroboh." Sebelum celetukan ini membuatnya tersentak, buru-buru menyembunyikan geretan.

"Siapa kamu?" Memasang tudung jaket.

"Karena aku datang pakai wajah asli, percuma saja aku memberitahumu," sahut pria itu memegang topinya. Samar terlihat ada bekas luka bakar di pipinya.

"Apa kamu takkan menangkapku? Kamu memakai topi perwira. Kamu jelas polisi."

"Tidak, tidak. Bukan itu tujuanku menghentikanmu. Memang aku seorang polisi, namun untuk saat ini, aku hanya pria asing yang menegur seseorang karena dia hendak membakar hidup-hidup remaja yang lagi pingsan tak berdaya. Bagaimana kalau kuberi sedikit saran? Permainannya takkan seru jika kamu bermain curang."

Cih. Sosok itu melengos pergi, berhenti sebentar di sebelah polisi tersebut. "Kamu akan menyesal tidak menangkapku." Dan berlalu meninggalkan koridor sekolah.

Si Polisi Misterius itu menoleh ke Watson yang meringis. Lengannya terluka. Mungkin karena ledakan atau tergores oleh meja-meja yang dihantamnya.

Menghela napas panjang, dia merobek sejumput kain, membalut lengan Watson. "Kamu seharusnya menyayangi tubuhmu."

Selesai. Balutan penuh kasih sayang. Si Polisi Tanpa Nama itu tersenyum getir, mengusap-usap bahu Watson.

"DI SINI! SUMBERNYA DI SINI!"

Seruan petugas damkar dan para polisi menyadarkan bahwa dia tak punya banyak waktu. Dia harus pergi agar tidak tertangkap basah. Pria itu berdiri, namun tangannya dipegang oleh Watson.

"Anda... Siapa..." Sebelum Watson membuka kelopak mata, pria itu menutup kedua matanya memakai telapak tangan.

"Tubuhmu pasti sangat kesakitan sekarang. Jangan memaksakan diri dan tidurlah. Masih belum waktunya kita bertemu."

-

"DAN! AKHIRNYA KAMU SIUMAN JUGA! APA KAMU BAIK-BAIK SAJA?! KAMI SANGAT KHAWATIR PADAMU!"

"Watson bodoh! Harusnya kamu tidak meninggalkanku sama satpam gadungan!"

Rasanya telinga Watson ingin pekak kedua kalinya demi mendengar seruan nyaring Aiden. Klub detektif Madoka berada di mobil ambulans yang parkir di halaman akademi Gijaumi. Tampak Angra bercakap-cakap dengan kepala sekolah.

Sherlock Pemurung itu beranjak duduk. Semua tubuhnya terasa nyeri dan pegal. "Berapa lama aku pingsan?" tanyanya.

"20 menit," kata Hellen. Gadis itu berjalan pincang. Kakinya terimpit meja labor.

[END] Gari Gariri - Misteri HermesateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang