21

306 119 18
                                    

"Darah yang ada di pisau palet, hasilnya menunjukkan 95% cocok dengan darah milik neneknya Gari. Tidak pelak lagi, wanita tua itu pelakunya. Dia si santa."

Harusnya Angra merasa senang jawaban telah muncul di depannya. Tetapi, logikanya membantah. Mau dipikir sekeras apa pun, sangat tidak MASUK AKAL seorang nenek-nenek melakukan tindak pembunuhan. Apakah ini yang dimaksud 'jangan menilai dari penampilan saja'?

Apa benar dia pelakunya? Atau sekadar tersangka saja? Angra tidak mau asal menangkap orang. Mari kita tetapkan  beliau adalah tersangka. Bisa jadi nenek Gari orang suruhan pelakunya yang asli.

"Ayo kita berangkat... Apa kalian ingin ikut?" Angra menoleh ke Aiden, Hellen, dan Jeremy yang masih melongo mencerna perkataan Emma. Tolah-toleh ke sekitar. "Ngomong-ngomong, di mana anak itu? Aku meleng dan dia langsung menghilang."

"Ah, sepertinya Watson Dan masih di kantor polisi. Kulihat tadi dia pergi ke ruang keamanan," beritahu Ingil.

Hellen mengelus dagu. Hanya 95%? Ke mana sisanya? Biasanya dalam tes DNA yang normal, persentasenya mencapai angka 99.98. Tapi ini cuman setengahnya saja. Apa datanya keliru? Membingungkan.

"Den, kamu ngapain sih dari tadi? Tidak fokus begitu. Ada apa, heh?" Jeremy gregetan melihat Gadis Penata Rambut itu galau, gundah tak berkesudahan.

"Dextra tak kunjung menjawab teleponku. Dia menghilang dari kemarin. Apa kamu tidak merasa aneh? Duh, sinyal jelek!"

"Calm down, Aiden. Kali saja Watson menyuruhnya ngapain 'gitu. Saat pergi dengannya, si Watson sedang mencari orang yang ahli IT. Nah, Dextra kandidat utama. Anak itu jago komputer, kan?"

"Tidak salah sih... Tapi tetap saja aku khawatir. Bagaimana kalau dia terluka?"

"Kenapa kamu yang heboh sih?"

"Ih!" Aiden menendang kaki Jeremy. "Tentu aku heboh! Dia itu bukan anggota resmi klub detektif. Jika dia kenapa-napa dan orangtuanya menuntut, kita jawab apa?"

"Kan tinggal jawab anak mereka tak menolak saat diajak. Apa susahnya?"

"Dahlah. Capek ngomong sama kamu."

"Hentikan kalian berdua. Inspektur Angra sudah marah-marah tuh. Ayo kita susul."

-

"APA?! Tidak mungkin! Bagaimana bisa nenek saya melakukan semua kejahatan itu?! Kalian pasti bercanda! Aku takkan mengizinkan kalian membawa nenekku!"

Aduh, ini menjadi rumit. Aiden, Hellen, dan Jeremy saling tatap tidak tega. Jika mereka di posisi Gari, mereka juga akan melakukan hal sama. Nenek kesayanganmu tiba-tiba dituduh sebagai pembunuh keji. Siapa yang tidak marah dan emosional?

Para pemilik rumah yang berjiran di rumah Gari keluar satu per satu, menonton apa yang sedang terjadi di wilayah tempat tinggal mereka. 'Kenapa ada banyak mobil polisi? Eh, bukannya itu neneknya remaja tetangga sebelah? Ada apa dengannya?' Dan berbagai pertanyaan lainnya.

Angra memang punya teori liar yang tidak setuju nenek Gari pelakunya, namun dia harus bersikap profesional dan fokus pada pekerjaannya. "Sayang sekali, kami mempunyai bukti konkret. Jika beliau terbebas dari semua tuduhan, aku yang akan mengantar beliau kembali padamu."

"TIDAK AKAN!" Gari menoleh ke Aiden, memegang tangan gadis itu, memohon. "K-Kak! Tolong bantu nenekku! Dia takkan pernah melukai siapa pun! Kalian yang bilang akan membantuku memecahkan misteri di desaku! Kenapa bisa jadi begini? Di mana Kak Watson? Dia pasti bisa meluruskan kesalahpahaman ini! Jangan diam saja, Kak Aiden! Tolonglah nenekku!"

Bagaimana cara mereka membantu kalau bukti telah diverifikasi? Aiden dan Jeremy hanya bisa mendesah berat. "Maafkan kami, Gari... Kami sudah berusaha keras."

"Kalian tak bisa membiarkan nenekku ditangkap begitu saja! Ini tidak adil! Apanya detektif terkenal?! Kalian penipu!"

Angra menatap Ingil, memberi kode. Mereka tak boleh membuang waktu lagi. Terlalu banyak sipil yang melihat. Itu bisa mengganggu keadaan psikis cucunya.

"Bawa dia. Kalian, jangan biarkan warga melintasi batas. Tetap awasi perimeter."

"Siap, Pak." Ingil mengeluarkan borgol, memasangkan benda itu ke tangan beliau. "Mohon kerja samanya, Nenek."

"TIDAK! JANGAN BAWA NENEKKU! DIA TAK BERSALAH! BUKAN DIA PELAKUNYA! LEPASKAN AKU, PETUGAS POLLY!"

"Bersabarlah, Gari..." Polly menahan tubuh Gari yang meronta-ronta. "Nenekmu akan segera dibebaskan. Aku yakin bukan dia."

Wush! Angin malam berembus kencang, menerbangkan topi rajut yang dipakai nenek Gari. Mereka tercengang melihat rambut beliau sudah raib alias botak. Ada bekas jahitan di bagian belakang kepala.

"Nenekku itu mengidap kanker... Hidupnya tak lama lagi... Jangan ambil dia dariku..."

Ingil menoleh tak tega pada Angra, kebingungan. Bagaimana ini, Inspektur? Demikian maksud wajah memelasnya.

Angra sendiri gemas. Dia mengepalkan tangan, bersikukuh pada pendirian. "Apa yang kalian tunggu? Bawa dia dan kita pergi dari sini. Jangan buang waktu!"

"S-siap, Inspektur!"

"TIDAK! NENEK! NENEK!"

Beliau diangkut ke mobil patroli kemudian pergi meninggalkan area. Gari terduduk lemas, menangis. Klub detektif Madoka yang rasa-rasanya tidak ada urusan lagi di sana pun ikut pamit—mereka punya sopir sendiri untuk ke mana-mana alias Dolok.

"Hmm?" Ujung mata menangkap sebuah siluet sebelum naik ke atas mobil. "Eh, siapa itu?" Sosok itu tersentak karena terciduk, langsung kabur. "Eh, woi! Jangan lari! Aiden! Ada orang aneh di sana!"

"T-tunggu dulu, Jeremy! Jeremy! Aish!" Aiden dan Hellen tak ada pilihan selain mengikuti Jeremy yang melesat mengejar sosok mencurigakan itu. Siapakah dia?

Lima menit kemudian, akhirnya Jeremy berhasil menyudutkan sosok tersebut. Baguslah. Terima kasih pada jalan buntu.

"Nah, tamat riwayatmu sekarang. Kamu Santa Claus D-Day, kan?" Aiden berseru galak, menarik tubuh orang itu agar menghadap ke arah mereka. Cahaya lampu menyinari wajah-wajah. Kedua alis Aiden seketika bertemu. "Lho? Petugas Marc?"

"Petugas Marc?! Anda, jangan bilang...?!"

"T-tidak! Kalian salah paham! Aku bukan si santa itu!" Marc mengibaskan tangan, menggeleng. "Tolong dengarkan aku dulu."

"Lalu kenapa anda kabur?" tuding Hellen.

"I-itu karena kalian mengejarku..."

Mereka bertiga bersitatap. Semua orang pasti akan lari mengejar sosok misterius yang mendadak muncul di TKP.

"Kenapa anda mengendap-endap? Anda jangan buat kami curiga deh. Jangan bertele-tele. Langsung beritahu kami."

"S-saya ingin minta tolong pada kalian... Tapi saya tidak berani. Makanya saya sembunyi-sembunyi mencari timing yang pas untuk berbicara... Tapi kalian selalu sibuk. Pindah ke sana kemari. Tak ada waktu luang. Saya merasa tak enak."

"Memangnya anda mau minta tolong apa? Kenapa harus sampai hati-hati begitu?"

"Adik saya, kembaran saya, Marconasa menghilang. Tapi ini bukan menghilang biasa. Saya sudah mengecek apartemen, bahkan penginapannya, Nasa tidak ada di mana-mana. Bagaimana... bagaimana kalau dia diculik oleh Santa Claus D-Day?"

"Kapan Nasa menghilang?" tanya Aiden.

"Sejak kemarin, sudah seharian."

Aiden, Hellen, dan Jeremy beradu pandang. Firasat buruk menghampiri mengingat Dextra juga tak nampak dari kemarin.









[END] Gari Gariri - Misteri HermesateWhere stories live. Discover now