18

328 115 22
                                    

"Watson, kita mau ke mana sih? Mana berduaan saja. Kamu ini sebenarnya homo sungguhan, kan? Kenapa kamu hanya mengajakku? Kan masih ada Aiden dan Hellen. Ada anak baru Dextra pula. Parah!"

Dan yah, itu kesekian Jeremy melontarkan pertanyaan yang konyol. Apalagi mau Watson membawanya satu tim kalau tidak dimanfaatkan. Jeremy malah berpikir aneh-aneh. Homo? How ridiculous. Watson itu normal. Tapi, baiklah, dia akan menghiraukan celetukan tak berfaedah.

Tidak ada listrik dan internet menjadi petaka untuk NFS. Semua informasi bergantung pada alat-alat forensik. Tidak mau mentok di dinding tebal nan tinggi, Watson memutar akal. Dia akan pergi mengelilingi Stupido, mencari warnet atau warkop yang menyediakan wifi.

Terima kasih pada Hellen bergegas menelusuri latar belakang Monica sebelum internet terputus. Setidaknya Watson punya bahan apa yang hendak dicari daripada berputar-putar tak jelas.

"Aku bingung nih."

"Ck, ngapa?"

"Tentang pohon di kamar Monica. Bagaimana pelaku membawa pohon yang cukup besar ukurannya lewat jendela kecil? Duh, berpikir begini bikin migrain."

Ah, soal itu ternyata. Tadinya Watson belum tahu jawabannya, namun terima kasih (lagi) pada Dextra telah menemukan sepucuk surat di kotak barang korban.

"Kita baca suratnya bareng tadi. Masa kamu sudah lupa?" Watson bersedekap.

"Isinya kan cuman curhatan keseharian Monica dengan sahabat penanya. Apa yang aneh dengan tulisan itu?"

"Kita jadi tahu Monica punya teman jauh yang saling bertukar surat. Masuk akal jika tiba-tiba temannya ini ingin berkunjung ke rumahnya mengingat sedang liburan sekolah, merayakan natal."

"Tunggu, maksudmu?!" Jeremy konek.

"Aku tidak mau menyimpulkan hal yang tak pasti. Setelah kita nemu warnet dan searching, kita akan mampir ke rumah Monica untuk mengkonfirmasi dugaanku."

*

"Apa kalian mau teh? Ah, remaja manis seperti kalian bagusnya mengonsumsi susu di cuaca dingin. Akan kuberi cuma-cuma."

"Tidak perlu, Bu. Kami hanya ingin numpang wifi. Tapi kalau boleh bertanya, apa anda menjual cemilan panas—duk!" Watson menendang kaki Jeremy yang cengengesan. Dia melotot sebal. "Apaan?!"

Oh ayolah, Jeremy. Mereka ke sana bukan untuk makan tapi menggali informasi. Bisa-bisanya dia lupa tujuan.

"Cuih! Kamu kan pintar, pandai segalanya! Aku yang remahan debu ini bisa apa?!"

"Bari gitu ya. Padahal aku bela-belain kena marah sama pamanku saat minta izin pergi ke Korea demi mencari kakakmu..."

Watson menyeringai puas melihat Jeremy yang terdiam tak bisa membantah. Dia menyerang titik kelemahan cowok tameng itu. Muehehe! Terkadang sifat perhitungan dapat digunakan di kondisi tak kondusif.

"B-baiklah! Aku akan membantumu! Puh!"

Kenapa banyak sekali tsundere di sini... Tapi, Watson mengangguk senang. Paling tidak Jeremy tidak menggerundel lagi. Dia menyerahkan amplop dokumen kuning.

"Ini... kasus Alnilam?" Jeremy mengernyit.

"Ya. Aku ingin kamu memahami kasus itu. Karena waktu kita mepet, aku belum sempat membacanya dengan saksama."

Tidak seperti 7 korban Hermesate yang punya satu motif, 5 korban Santa Claus D-Day memiliki banyak pola yang membingungkan detektif dan polisi. Hal ini tak menghindari pemikiran bahwa pelaku berjumlah dua orang. Peluangnya besar.

[END] Gari Gariri - Misteri HermesateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang