4

392 119 17
                                    

Mereka berlima diam sejenak.

"112? Ini angka 112, kan? Kenapa Kak Rani menekan nomor darurat? Apa dia mencoba memanggil polisi? Buat apa?"

Watson menelan ludah. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres. Apalagi tujuan Rani menghubungi 112 kalau bukan meminta pertolongan? Jangan-jangan?!

"Kak Rani dalam bahaya! Pelaku telah melukainya dan boleh jadi tengah sekarat. Kita harus segera menemukannya."

"Tapi ke mana kita harus mencarinya? Apa kamu punya ide?" Pertanyaan Jeremy seketika membuat seruan Watson tersumpal. Benar, dia sendiri belum tahu.

"Biarkan aku berpikir sebentar."

Apalah pelaku mengenal korban? Watson rasa tidak. Jika iya, kenapa dia harus menyerang korban ketika korban berada di warnet yang notabenenya (TKP) terbuka? Identitasnya bisa terekspos.

Tapi seharusnya ada yang melihat Rani ketika dia diserang. Apa pelaku melakukannya di dalam toilet? Aish! Ini tidak membantu sama sekali. Terpaksa Watson memakai cara manual.

"Kita berpencar. Aiden dan Hane, tinggal di sini dan geledah tempat ini sampai ke gudang-gudangnya. Jangan lupa minta izin pada pemiliknya. Stern dan Bari, pergilah ke Swalayan Skamosi. Periksa seluruh CCTV dan kotak hitam. Aku akan ke rumah Kak Rani. Bergerak sekarang!"

"Tunggu, Dan!" Aiden memegang lengan Watson, menatapnya khawatir. Sherlock Pemurung itu baru saja habis kena serang lho. Masa dia mau pergi sendiri.

"Tidak apa." Watson meloloskan pistol dari balik jaketnya. "Aku akan membela diri."

Baiklah. Aiden mengangguk serius.

Mereka pun memisah dengan cepat. Karena Apol memberikan alamat Rani sebagai jaga-jaga, tak membutuhkan waktu lama untuk Watson sampai ke sana.

"Permisi..." Meski Watson tahu tidak ada siapa-siapa di dalam rumah itu. Orangtua Rani berada di desa dan Rani tinggal sendiri, tunggal tak punya saudara.

Gelap menyergap. Watson tak ingin menyentuh satu pun barang di sana, berpotensi dijebak. Dia dengan hati-hati menaiki tangga, masuk ke dalam kamar Rani, meraba dinding, menyalakan saklar.

Karena terang mendadak, Watson merasa silau dan menutup mata menggunakan lengan. Setelah berhasil menyesuaikan pencahayaan, detektif muram itu pun menyapu pandangan ke sekeliling.

Watson berdecak pelan. Itu hanya kamar remaja perempuan normal, namun dinding kamar penuh dengan poster atau lukisan Charles Babbage. Watson pikir wallpaper di ponsel Rani hanya kebetulan, tapi wow.

"Sepertinya dia sangat menggemari Charles. Hmm, apa karena beliau penemu komputer dan Kak Rani menyukai IT? Apa hubungannya, Wat..." Sherlock Pemurung itu bergumam malu pada dirinya sendiri.

Lupakan itu. Watson mulai mengacak-acak tempat tersebut, mencari suatu benda yang bisa dijadikan petunjuk. Beruntung kalau-kalau pelaku menjatuhkan sesuatu.

Sekitar belasan menit, Watson menyerah. Tempat itu bersih. Tidak ada benda menarik. Apakah pelaku tak pernah menginjakkan kaki ke sana? Itu berarti dia hanya mengintai Rani kala dia di luar.

Atau Watson hanya tidak sadar?

Sekali lagi sang tokoh utama menolehkan kepala. Ada kasur busa ukuran 180x90x10 sentimeter yang dialas dengan seprai hijau bermotif kode-kode apalah itu. Ada kursi dan meja bersama satu unit komputer. Lalu kumpulan gambar Charles Babbage.

Sebentar... Watson memicing pada kertas kecil di pinggiran komputer di meja. "Lho, logo Madoka? Tunggu, ini milik sekolah?"

Drrt! Ponselnya berbunyi.

[END] Gari Gariri - Misteri HermesateWhere stories live. Discover now