[H-28] Tinta Hitam

1.4K 78 0
                                    

Setelah berhentinya guruh lalu digantikan oleh hujan lebat, mata ini terbuka dalam keadaan basah dan dingin. Langit masih terlihat indah di atas sana, tapi kenapa hidupku menyakitkan?

OoO

Gelap tak memberi jeda, dia terus menerus datang jika waktunya telah tiba. Tapi, mengingat tentang waktu. Apakah 30 hari milik Jeko masih ada.

Napas lega terbuang bersama dengan napas yang memburuk. Aku memang kembali ke rumah setelah melewati perperangan di rumah sakit, tidak. Di rumah ini aku juga mengalami kekerasan batin. Ah, menyebalkan jika mengingat kejamnya orang-orang ini memperlakukanku, menyuruh bergerak dan terus bergerak agar aku cepat pulih. Tapi aku sudah tak merasakan lagi sakit di sekujur tubuh seperti tiga minggu yang lalu, tegakku sudah tegap. Masalahnya sekarang.

"Kenapa lo tidur di kasur gue, hantu sialan!"

Bugh...

Bugh...

Bugh...

Dia tak beranjak, bantal gulingku bahkan tak berbentuk setelah terhempas, tapi tak bisa menabrak kulitnya, tubuh Jeko tembus begitu saja. Mengerikan sekali, terlebih saat dia tersenyum tanpa dosa.

"Ula, ada apa. Lo teriak kenceng banget. Woi, kenapa pintunya dikunci? Lo lagi ngapain, apa ada yang masuk?"

"Gue takut."

Braakk..

Brakk...

"Woi, buka pintunya! Lo takut kenapa? Siapa di dalam kamar lo?"

Aku meremat jemari membentuk tinju. Berani sekali dia menggedor keras-keras pintu kamarku. Berisik.

"Sama lo, sialan! Menurut lo siapa lagi yang paling berbahaya di rumah ini selain lo, ha. Pergi sana, gue gak bakalan bukain pintu kamar."

"Gue? Tadi lo teriak Ula-"

"Berhenti manggil nama gue dengan Ula. Panggil yang bener. Lo tau kan, lo gak gue bolehin manggil nama itu."

"Oke... Alula. Bilang sama gue kalau lo kesusahan, gue bisa bantu lo, La."

Kasurku. Meratapi ranjang yang ditiduri laki-laki setan ini, bagaimana caranya aku tidur. Dia menyandarkan kepalanya di jemari dengan siku yang tertopang di kasur, tersenyum tipis yang membuatku bergidik ngeri.

"Sepupu lo berisik banget sih. Dikit-dikit sok khawatir."

"Lo lagi ngapain? Dari tadi megang ponsel. Lo diemin gue?"

"Gue mencari tahu, bagaimana cara membunuh setan tanpa disentuh."

Dia menghela napas, aku bisa mendengarnya. Bangun Jeko lalu duduk di tengah-tengah kasur.

"Gue cuma minta 30 hari."

"Itu udah seminggu yang lalu. Kenapa lo masih membahasnya. Lagian, mati ya mati aja Jeko, ngapain lo tinggal di dunia yang bukan lagi tempat lo."

"Hmmm.. Lo belum bilang setuju untuk 30 hari, Ula. Jadi perjanjiannya belum sah."

Manusia apa ini, bagaimana bisa bicara dengan hantu, di dalam kamar, dengan lampu yang redup. Apa dia bisa bersikap kurang hajar? Apa hantu ini bisa melakukan hal yang tak senonoh?

"Kenapa rasanya sakit sekali. Lo pacar gue, tapi lo bahagia-bahagia aja gue mati."

"Gue justru takut sekarang. Karena wajah kekasih gue hanya gue yang bisa lihat, orang-orang enggak."

Janji 30 Hari [END]Where stories live. Discover now