[H-8] Mulut Kurang Hajar

269 32 1
                                    

Semua yang terjadi memang bukan inginku tapi semesta. Tapi bolehkah aku bernegosiasi sedikit saja. Seperti jangan tertawa padaku.

OoO

Pernah mendengar kalimat bodoh. Tentang seorang pemberi luka akan menjadi obat abadinya. Seorang pembenci akan mencintai. Seorang pendendam akan bertekuk lutut di hadapan takdir, untuknya.

Aku harus mempercayai yang mana. Tentang kebencian Jeko berubah menjadi cinta, atau obsesi Dion yang memberikan harapan untuk bersama?

Kulihat berapa kali pun kerlipan bintang, beribu-ribu menit terlewati. Satu pun tak ada jawaban yang benar-benar bisa terjawab. Aku masih bergelayut dengan kenyataan bahwa aku hanya orang asing. Jika bertanya tentang kenyataan, lebih baik kau urungkan. Semua hal tentang kisah nyata, menyakitkan.

"Gue malu. Laki-laki pengecut ini rasanya sangat malu. Alula."

"Mengingat lagi sama saja membunuh. Meskipun lo bisa membaca pikiran gue, tentang masa yang selalu ingin gue hapus, gak akan mau gue ingat lagi. Jadi nanti, kalau memang ada masanya lo ingat segala hal, cukup simpan saja atau, cukup jelaskan dengan isak tangis seperti tangisan gue di malam lo ngelakuinnya."

"Kalau ada satu kesempatan, dan lo bisa menyentuh gue. Tolong tikamkan pisau tepat di jantung gue, Alula. Biarkan gue mati dari tangan lo. Sekali lagi."

Deg...

Semua yang terjadi bukan inginku, tapi ingin sang semesta. Bukan aku yang membunuh Jeko meski saat itu hatiku berkeinginan lain. Mungkin beberapa kata pernah aku sematkan dalam benakku padanya jika mati saja, aku ingin Jeko mati aja.

Siang saat jam pelajaran dimulai, aku pamit untuk ke kamar mandi, berbekal dengan ponsel dalam genggaman, seseorang terus memanggil di sana.

"Alula. Lo ngomong apa sama Greya. Lo bilang sama dia kalau gue memperkosa adiknya! Anjing! Lo bosan hidup!"

"Lo pelakunya-"

"Bukan gue! Bangsat!"

"Berhenti berteriak Jeko. Gue muak dengernya."

"Keluar dari sekolah, di warung Bu Ita. Gue di sana lagi berdiri. Cepat ke sini, ada hal yang mau gue bahas sama lo."

"Enggak-"

Drttt...

"Saya tahu Anda Alula. Yang berhubungan dengan tuan muda. Boleh saya menanyakan satu hal, apakah gadis yang sedang berdiri dengan rambut tergerai sepinggang di samping pot bunga itu Anda. Gadis yang memakai gelang dari tali berwarna biru?"

"Iya. Ada apa?"

"Alula. Kenapa lo matiin?"

Jeko membuat masalah. Dia berurusan dengan anak dari pemilik sekolah. Kehidupan Ayahnya mulai kacau, rencana-rencana orang besar itu mulai berantakan. Karena Jeko, akibat Jeko.

Mereka meminta maaf untuk ini, mengorbankan sebuah nyawa, hanya maaf yang keluar dari mulutnya. Tapi ada hal yang mungkin lebih gila keluar dari mulutku.

"Saya juga ingin dia mati. Dia menyiksa saya setiap waktu."

"Ula. Lo ngomong sama siapa? Lo di mana?"

"Saya membencinya."

"Alula-"

Brak...

Dia mau aku 30 hari. Waktu yang singkat untuk membalaskan dendam, waktu yang sempurna untuk membagi neraka, waktu yang pas agar aku mengerti jika tindakan ini akan membuatku terlalu larut dalam penyesalan hingga kematian adalah jalan yang benar-benar tepat.

Janji 30 Hari [END]Where stories live. Discover now