01 : Unlucky

119 15 4
                                    

Ansan, 14 November 2018

Halo?

Aku, Song Juhee.

Bukan seorang yang sempurna, tidak memiliki ketertarikan khusus dengan Sastra. Tetapi aku tertarik dengan Astronomi dan Hukum. Keduanya adalah hidupku, yang kedepannya mungkin aku akan jalani dengan serius. Sedangkan pemuda di hadpaanku ini adalah Choi Soobin, pemuda yang mengidap kebisuan dan si maniak Sastra. Ia begitu menyukai Sastra, bahkan sering kali aku memergokinya sedang menulis Puisi dengan banyak kiasan-kiasan indah di dalam kalimatnya.

Ada beberapa hal yang juga disukai oleh Soobin, ia adalah perpustakaan dan aroma kertas. Katanya aromanya membuat ia tenang entah kenapa, dan perpustakaan membuatnya sepertinya terlempar ke atas cakrawala yang begitu indah. Soobin itu mencintai buku.

Maka tak heran ia selalu antusias apabila aku mengajaknya ke perpustakaan.

Yang bertanya apa hubungan kami saat ini, kami bukan seorang sahabat melainkan teman! Teman yang sangat dekat. Kami berteman sejak Soobin pindah ke sekolah ini satu bulan yang lalu, belum terlalu lama memang kami berteman, tetapi kami sudah sangat dekat. Bila di ibaratkan kami sudah seperti dua manusia yang ditempelkan dengan lem super. Tidak bisa lepas.

"Hei Choi Soobin, bisa berhenti membaca buku tidak?" ucapku dengan kesal sembari mencolek-colek bahunya berharap ia akan berbalik melemparkan senyum padaku.

"Sebentar, Juhee. Aku sedikit lagi selesai." Aku membaca gerakan tangannya, lalu mengerucutkan bibirku cemberut. Laki-laki ini tidak akan bisa diganggu apabila sudah bertemu dengan kekasihnya—buku.

Beberapa detik aku menunggu, akhirnya si lelaki berbalik badan dan melemparkan senyum. "Ceritanya seru," katanya sembari membawa buku novel yang habis ia baca ke arahku. Aku yang merajuk memilih untuk mengabaikannya. "Juhee? Kau marah?" kini giliran Soobin yang mencolek-colek bahuku. "Pikir saja sendiri." ketusku.

Ah, tapi aku lama-lama tidak tega.

Aku melihat ekspresi Soobin yang tampak memelas dari ekor mataku. Aku semakin ingin memakannya karena ia begitu menggemaskan. "Tidak jadi marah." kataku langsung mrnghadapkan wajahku ke arahnya. "Tidak jadi? Baguslah, ayo kita kembali ke kelas, lima menit lagi bel masuk." ia tersenyum, menarik lengan kananku dengan pelan.

Aku mengikutinya ketika berdiri, ia yang berjalan di depanku berjalan dengan waspada padahal tidak akan ada bahaya yang mengancam diriku, Soobin seharusnya memerhatikan dirinya sendiri. "Soobin-ah," panggilku. Ia menoleh, "ada apa, Juhee?" matanya menatapku penuh tanya, meski begitu tatapannya masih melukiskan kelembutan di sana.

"Kau seharusnya melindungi dirimu sendiri, bukan aku." kataku sembari melepas genggaman dari Soobin pada lenganku. "Aku laki-laki, aku pasti bisa menjaga diriku sendiri. Aku tidak lemah."

"Aku ingin terus menjagamu, Juhee. Aku tidak peduli kau kuat atau lemah. Aku hanya ingin menjagamu." dadaku menghangat, entah mengapa kata-kata yang hanya bisa aku terjemahkan lewat gerakan tangan itu berhasil membuatku meleleh. Soobin ini kelewatan.

Bugh!

Soobin tersungkur jatuh tak jauh dari pijakanku saat ini, aku terkejut bukan main melihat peristiwa tersebut. Oknum yang mendorong Soobin sampai terjatuh itu bernama, Park Jisung, pemuda kaya raya yang berasal dari Seoul. Aku mengepalkan tangaku geram, menatap air wajahnya yang memandang Soobin tanpa ada rasa bersalah sama sekali. "Mau apa lagi kau!?" tanyaku sembari membentak, kemudian berjongkok membantu Soobin untuk bangkit dari posisinya. "Menurutmu?"ucapnya diselingi senyum tipis yang memuakkan.

"Dia kemarin mengotori pakaianku yang mahal .. jadi, bukankah aku harus membalasnya?"

"Aku akan menggantinya,"

"Tidak perlu, pakaianku itu jauh lebih mahal dari harga dirimu, Juhee. Uangmu tidak akan cukup untuk membelinya." Soobin yang sudah bangkit itu menatap Jisung dengan sorot kemarahan-aku tahu, dia marah karena Jisung mengatakan bahwa harga pakaiannya jauh lebih mahal ketimbang harga diriku—oh maaf? Apa aku terlalu percaya diri?

"Aku hanya perlu menghajarnya sampai sekarat, barulah harga dari pakaian itu terbalaskan."

Aku tidak habis pikir, apa semua orang kaya sifatnya seperti dia? Angkuh, egois, berandalan dan tidak tahu diri.

Jisung menarik kerah pakaian Soobin dengan kasar, kekuatannya begitu besar. Sehingga Soobin yang bahkan lebih tinggi dari Jisung itu terangkat sejengkal dari lantai. "Park Jisung!" teriakku marah, memukuli bahu kanannya dengan brutal. "Keparat sialan! Lepaskan Soobin!"

"Sayangnya, aku tidak mau." Jisung beralih untuk mendorong Soobin lalu melemparkannya ke sembarang arah, tubuh Soobin seketika ambruk di atas lantai untuk kedua kalinya. Aku menjerit, melangkahkan kakiku pada Soobin, aku melihat wajahnya lalu terfokus pada darah yang mengucur dari hidungnya.

"Kau mimisan!" kalut, aku mengeluarkan sapu tangan andalanku yang berwarna merah muda bergambar dora the explorerkumohon jangan berfokus pada gambar karakternya—aku melipat sapu tangan tersebut lalu menempelkan sapu tangan tersebut pada hidung Soobin. Aku kalut kelewat kalut, tetapi pemuda di hadapanku ini malah tampak tak peduli. "Soobin! Kau mimisan!"

Ia mengangguk, mengambil alih sapu tangan milikku. "Iya, tidak perlu khawatir. Ini sudah biasa."

Bugh!

"Strike!" Jisung berseru menendang pinggul Soobin hingga lagi-lagi membuat Soobin tersungkur. Aku ingin menangis saja rasanya.

Orang-orang berlalu-lalang di koridor saat itu-bisa dikatakan cukup ramai. Tetapi tidak ada satu pun yang peduli terhadap penindasan yang di lakukan Jisung.

"Juhee!" suara bariton mendominasi koridor, aku menoleh. Beomgyu datang dengan wajah paniknya ketika melihatku berjalan dengan sikut ke arah Soobin, dia pasti berpikir bahwa aku sudah disakiti oleh lelaki sialan satu ini.

"Juhee! Kau tak apa?" tanyanya panik, memeriksa seluruh tubuhku yang bahkan tidak lecet sedikit pun. Aku menggeleng, "tidak apa-apa, tapi Soobin .." Aku melirih di ujung kalimat, kedua mataku berkaca-kaca. Bahkan tanpa diperintahkan Beomgyu langsung beralih untuk menghampiri Soobin yang entah sadar atau tidak karena sejak Jisung menendang pinggulnya lelaki itu tak lagi bangkit dari posisinya.

"Soobin pingsan," kata Beomgyu dengan sigap membenarkan posisi Soobin. Sedangkan Jisung? Ia hanya berdiri dengan gestur bingung lalu pergi dari lokasi kejadian. Dasar bangsat, sialan, bedebah, brengsek. Aku akan mengutukmu menjadi batu setelah ini.

"Aku akan membawanya ke ruang kesehatan, kau mau ikut?" Aku mengagguk sebagai persetujuan.

Setelah itu Soobin barulah dipapah menuju ruang kesehatan, aku dan Beomgyu memapahnya dengan membagi beban kanan dan kiri.


dear sunshine, soobin ✓Where stories live. Discover now