11 : In hospital

40 6 0
                                    

Masih dengan aku yang menunggu kedua netra kecokelatan milik Soobin itu terbangun dari tidurnya. Sudah cukup lama Soobin terbaring di atas tanjang namun sosoknya masih belum saja membuka matanya. Aku sungguh khawatir, ini memang bukan pertama kalinya Soobin pingsan seperti ini, tetapi Soobin yang tertidur dalam pingsannya dalam jangka waktu yang cukup lama adalah hal yang baru untukku.

Belum lagi aku bahkan tidak diberi tahu apa-apa oleh dokter yang menangani Soobin.

Untuk menghilangkan rasa cemasku aku menghilangkannya dengan cara mendengarkan musik, atau membaca kitab Katolik yang selalu aku bawa ke mana-mana. Ekhm, sebagai informasi, sebenarnya aku itu religius sekali tahu.

Ganggamanku jatuh pada punggung tangan Soobin yang diberi infus, namun tak lama setelahnya ada pergerakan kecil dari tangan Soobin. Aku meletakkan kitabku. Menatap dengan nanar punggung tangan Soobin. "Barusan bergerak? Sungguh?" kataku menerka-nerka.

Lalu setelah pergerakan tangan yang aku rasakan sebuah suara serak dari bibir Soobin mengalihkan perhatianku sepenuhnya, aku tersenyum lebar. Rasanya aku ingin menangis.

"Soobin? Soobin-ah?" Aku bangkit dari posisi duduk, lalu menatap raut wajahnya dan pelipisnya yang berkeringat. "Soobin bisa dengar suaraku?" Aku masih berusaha memfokuskan Soobin yang sepertinya kesulitan untuk bangun dari tidurnya. Mulai dari mengelus surai hitamnya dengan lembut, sampai menepuk palan pipi Soobin.

Sampai di detik setelahnya kedua mata Soobin terbuka sepenuhnya, dan wajahku yang berada tepat di hadapannya langsung disapa hangat oleh netra musim gugurnya yang berwarna cokelat.

Dan sejenak merasa jantungnku berdebar anomali.

Aku bisa merasakan dengan jelas napas Soobin yang kembang kempis secara tidak beratur, menerpa wajahku yang masih saja belum menepi dari sana.

Ada perasaan aneh yang membuat pikiranku kosong dan bahkan tubuhku enggan untuk menyingkir dari sana.

Lalu ketika aku sadar bahwa Soobin sepertinya butuh bergerakan yang sedikit bebas barulah aku menyingkir dari sana. Namun pikiranku masih saja kosong.

"A-ah .." betapa memalukannya merasakan wajahku mulai mememanas.

Dan Soobin malah tersenyum, mamuatku kesal sendiri. Tetapi senyum itu menular ke wajahku, kedua tangannya memberanikan diri untuk mengambil tanganku.

Ia menatapku dengan hangat, "kau ingin berbicara?" tanyaku. Lalu ia mengagguk. Bibirnya terbuka tidak terlalu lebar, ia berbicara tanpa suara. Tetapi aku paham apa yang dia ucapkan.

"Khawatir, ya?" itu yang dapat aku tangkap. Lalu aku mengagguk. "Bagaimana tidak? Aku baru saja hadir dan dengan tiba-tiba kau terjatuh tidak sadarkan diri begitu saja." seruku sembari menggerutu, tetapi netraku malah berkaca-kaca. Sialan, identitasku sebagai murid perempuan yang sangar jadi tercoreng.

"Terima kasih, sudah khawatir. Aku jadi lega." Aku memahaminya dengan terbata karena yang ia ucapkan kali ini cukup panjang. "Terima kasih, sudah khawatir? Itu yang kau ucapkan?"

Soobin mengangguk.

"Aneh, kenapa terima kasih?"

Soobin malah tidak membalas, ia hanya tersenyum dengan polosnya.

Dia memang selalu mau membuatku penasaran, ya?

"Permisi, pengecekan infus." seorang perawat bersuara feminim dari luar membuatku menoleh, "masuk!" kataku mulai menghindari dari area bangsal.

Lalu perawat yang diminta untuk masuk mulai memasuki ruangan, ternyata sosoknya tidak sendiri melainkan dengan satu asistennya yang terlihat cukup baru; melihat gelagatnya yang masih asing dengan rumah sakit saja aku sudah tahu bahwa dia adalah seorang perawat magang.

"Pasien Choi Soobin, bagaimana keadaanmu setelah siuman?" tanya perawat tersebut sembati mengecek kadar infus milik Soobin. "Ah, maaf. Dia tidak bisa berbicara dan mendengar." perawat itu sempat terkejut karena interupsiku namun pada akhirnya ia tersenyum untuk menutupi kesalahannya. "Maaf, ya .." kata perawat itu dengan tulus.

"Bisa mendengar, Soobin?" lalu Soobin menjawabnya dengan anggukan.

Aku di sana mengamati kedua telinga Soobin yang sama sekali tidak ada alat bantu dengar miliknya, maka aku dari kejauhan itu memindai nakas di sebelah Soobin dan ternyata alat pendengar itu ada di sana. "Sebentar, maaf mengganggu." Aku berjalan ke arah nakas lalu mengambil alat tersebut. "Soobin-ah, ini." Aku menyerahkan alat bantu dengar tersebut ke arah Soobin.

"Terima kasih." ucap Soobin tanpa suara.

"Silahkan dilanjut." barulah aku menyingkir dan mulai menyimak.

"Baiklah, dengatkan aku baik-baik, ya. Karena kondisi tubuhmu yang sangat lemah kata dokter kau sangat dianjurkan untuk rawat inap di rumah sakit selama kira-kira dua hari. Dan juga aku lihat di sini kau memiliki gejala Anemia, ini sepertinya bukan pertama kalinya kau seperti ini bukan?"

Lagi-lagi Soobin mengangguk, "aku sarankan perbanyak makan buah-buahan setelah pulang dari rumah sakit, jangan banyak beraktifitas dulu, istirahat yang cukup, dan rajin berolahraga, ya." Soobin tersenyum untuk menganggapinya. Lalu perawat itu ikut tersenyum. "Dilihat dari wajahmu hari ini kondisimu cukup baik, jadi aku tidak akan menambahkan apa-apa pada infusmu. Sekarang istirahat dengan nyenyak, Soobin."

Perawat itu berbalik membelakangi bangsal Soobin mengajak rekannya untuk segera pergi dari ruangan ini.

Lalu aku menghampiri Soobin.

"Rumah duka .. rumah dukanya bagaimana? Aku belum membersihkannya."

"Oh, itu? Ada orang yang berbaik hati menolongku untuk membersihkan rumah duka. Tenang saja, Soobin."

"Oh .. begitu .. terima kasih banyak Juhee."

Mata Soobin berkeliling ke sudut ruangan, ruangan yang cukup besar dan hanya diisi satu bangsal saja langsung membuat dahinya berkerut. "Kenapa bangsal di ruangan ini hnya satu? Ini ruangan naratama, ya?"

Aku tersenyum lagi dan lagi, Soobin sebegitu khawatirnya, ya?

"Iya, aku yang bayar. Soobin. Kau tenaaaang saja, cukup istirahat dengan baik di sini sampai kau pulih."

"Juhee .."

"Jangan merasa tidak enak. Sudah, kau istirahat saja. Aku akan ke kantin dulu. Aku lapaaar sekali. Daaah!"











 Daaah!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
dear sunshine, soobin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang