03 : Trouble

48 9 3
                                    

Ketemu, aku menemukan Soobin. Dengan langkah terengah-engah serta napas yang mulai tak teratur—karena berlarian—aku menghampiri Soobin yang sedang memandang hamparan kota. "Soobin-ah." panggilku pelan lalu berdiri di samping tubuhnya yang menjulang tinggi. Kemudian ia menoleh, menatapku, lalu menghadap ke depan lagi. "Kau sedang marah padaku, ya? Karena tadi?" Soobin kemudian mengangguk. "Apa alasannya?"

"Kau akan terluka." itu jawabannya, "mengapa terluka? Kau lihat sendiri, tidak terjadi apa-apa." Soobin menarik napas panjang. "Bukan sekarang, tapi nanti, Juhee." katanya, aku membaca gerakan tangannya dengan bingung, kalimat Soobin terlalu abu-abu untuk diriku yang bodoh ini.

"Jelaskan dengan baik, Soobin. Aku tidak mengerti!"

Barulah Soobin berbalik, menatapku dengan nanar. Ekspresi yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, ini adalah ekspresi baru dari Soobin. "Aku takut kehilanganmu."

Hah?

Takut,

Kehilangan?

Mendadak jantungku berdesir, pernyataan Soobin terlalu ambigu.

"Aku membutuhkanmu, aku cemas setiap kali kau selalu berurusan dengen mereka."

"Aku tidak apa-apa!" Aku membalas dengan menentang semua kalimat Soobin. "Kau selalu keras kepala, Juhee." Soobin menatapku dengan sendu. "Aku mohon, berhenti sampai di sini .." Aku tidak tahu, seberapa kuat manusia yang sedang aku ajak berbicara saat ini. Mengapa manusia satu ini tidak pernah bosan untuk disakiti?

Soobin selalu egois untuk dirinya sendiri.

Ketika aku memandanginya baru aku sadar Soobin belum mengganti seragamnya yang telah dinodai oleh Jisung. "Kenapa tidak ganti seragam?"

"Jangan mengalihkan topik, Juhee."

"Yang tadi sudah tidak penting lagi, sekarang aku ingin tahu kenapa kau tidak mengganti seragammu."

"Aku lupa membawa seragam olahraga." mengetahui jawaban Soobin aku langsung menarik lengannya dengan paksa untuk turun dari rooftop. "Kau harus mengganti seragammu, apa kata guru jika masuk kelas nanti? Yang ada kau malu."

── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

"Yeonjun-ah!" Aku memanggil Yeonjun yang berada di dekat loker lalu menghampirinya. "Ada apa?" katanya menatapku lalu beralih menatap Soobin. "Kau membawa seragam olahraga tidak?"

"Bawa."

"Boleh aku meminjamnya? Untuk Soobin. Dia lupa tidak membawa sersgam olahraga, jika nanti dia tidak menggantinya seragamnya yang kotor guru yang akan mengajar pasti mengomel."

"Ambil saja." setelah mengatakan hal tersebut Yeonjun lalu pergi tanpa menunjukkan ekspresi kepadaku. Sejak kapan Yeonjun seperti ini?

Yeonjun tidak pernah menunjukkan ekspresi sedingin itu kepadaku, kepadaku yang bernotabene sebagai sang sahabat dekat sejak Yeonjun masih kelas satu SMP. Ini aneh.

"Sudah, ganti seragammu Soobin. Lalu kembali ke kelas. Aku pergi dulu sebentar."

Soobin mengangguk mengiyakan.

── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Aku memukul dengan atau sedikit keras mungkin (?) sosok pemuda di depanku. Lalu ia berbalik, netranya yang tak bersemangat itu menatapku sebaliknya aku yang juga menatapnya. "Kau sakit?" tanyaku. Ia menggeleng, "lalu?"

"Lalu? Aku juga tidak tahu kenapa kau tiba-tiba menghampiriku seperti ini tanpa alasan yang jelas." jawabnya. Aku menghela napas jengah, "hei bodoh, aku sedang menanyakan keadaanmu. Aku sahabatmu dan sudah sangat wajar apabila aku bertanya seperti ini. Yang tidak wajar adalah ketika aku cuek saja dengan sahabatku sendiri." ujarku agak kesal.

"Oh, aku baik-baik saja. Kau bisa lanjut mengurusi Soobin." kedua alisku bertaut, laki-laki ini aneh. "Kau cemburu?"

"Aku pergi dulu."

"Hei! Hei! Aku belum selesai berbicara!" Aku berjalan selangkah untuk mencegat Yeonjun. "Kau cemburu karena aku dekat dengan Soobin?" tanyaku dengan susah payah menahan tubuhnya yang bongsor dengan besar telapak tanganku yang tak seberapa ini. Ugh, menyedihkan.

"Kalau iya kenapa dan kalau tidak kenapa?"

"Kalau iya aku akan menjelaskannya—"

"Iya." Aku terdiam untuk beberapa saat, Yeonjun memotong kalimatku dengan santai dan kini ia memandangku dengan penuh tuntutan. "Jelaskan." katanya otoriter.
Ah, tiba-tiba ini menjadi sangat menakutkan.

"Dia membutuhkanku." Yeonjun kemudian memandangku dengan marah. "Kenapa membutuhkanmu?"

"Karenanya kau terlibat dengan semua kesialan ini."

"Sama seperti kau membutuhkanku dan aku yang juga membutuhkanmu, Yeonjun. Aku harus ada di sisinnya."

'Aku juga membutuhkanmu, Juhee.'

Helaan napas dari Yeonjun terdengar, air wajahnya mulai gusar. "Kenapa harus kau? Dari semua orang di sini?"

"Ada ribuan murid yang bersekolah di sini, tapi kenapa harus Song Juhee?"

"Karena tidak ada yang mau berteman dengannya. Kau ingat, dia itu bisu." Aku dan Yeonjun saling menatap. "Aku juga yang menyapanya terlebih dahulu dan mengajaknya untuk berteman."

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Yeonjun." Yeonjun menarik ujung bibirnya, begitu tipis tapi aku menyadarinya.

"Mana bisa aku percaya padamu?" tuding Yeonjun curiga.

"Kau bisa percaya padaku. Selamanya kau dan aku, akan bersama. Sebagaimana takdir mempertemukan kita untuk menjadi sepasang sahabat." Yeonjun pada akhirnya mengukir senyum; aku tidak bisa dengan jelas itu tulus atau tidak, tapi aku merasakan rasa tidak terima dari Yeonjun yang entah apa penyebabnya

"Aku pegang janjimu."

"Aku pergi dulu." Aku membalasnya dengan anggukan, lalu melayangkan senyum tipis pada punggungnya yang telah berbalik membelakangiku.

── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Aku kini berada di kelas, memerhatikan Soobin dari jarak bangku milikku yang tidak terlalu jauh. Sedangkan teman sebangkuku—Kim Minjeong asik membaca komik rental yang selalu ia bawa setiap hari. Aku berbalik menoleh kepada Minjeong, lalu ia ikut memandaku ketika aku memandangnya. "Ada apa?" katanya mengalihkan pandangan lagi ke arah komik. "Tidak ada." balasku namun belum mengalihkan kedua netraku dari Minjeong.

"Jangan terus menatapku seperti itu, sialan." Aku lantas terkekeh pelan. Gadis itu sangat kasar tetapi kepribadiannya sangat lembut. "Mau temani aku ke toko buku pulang sekolah nanti, ya?"

"Katamu tadi tidak ada apa-apa?"

"Ya sudah, padahal tadi aku niatnya akan membelikan komik seri terbaru untukmu." lalu aku memalingkan wajahku sambil melipat kedua lenganku ke dada. Seperti sudah aku perkirakan sebelumnya Minjeong langsung meletakkan komiknya dan memandangku agak kesal. "Aku akan menemanimu! Ah, sialan, aku begini cuma karena komik."

"Harga diriku terlecehkan." ia mendesah kasar dan aku tertawa.

Minjeong menggemaskan.


── ⋅ ⋅ ── ✩ ── ⋅ ⋅ ──


Choi Yeonjun duta prenjon kita 😗🏅

dear sunshine, soobin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang