27 : Sweet dreams

48 2 0
                                    

DISARANKAN MENGGUNAKAN LATAR BERWARNA PUTIH.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika langkahku belum saja sampai, masih dalam radius lima puluh meter dari jarak langkah kakiku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ketika langkahku belum saja sampai, masih dalam radius lima puluh meter dari jarak langkah kakiku. Aku dapat melihat rombongan dokter mulai masuk ke dalam ruangan Soobin dan sosok Beomgyu yang dengan panik berputar-putar di depan ruangan.

Firasatku mulai buruk, aku langsung berlari tanpa aba-aba membuat Minjeong yang di belakang tersentak dan langsung ikut berlari menyusulku. Air mataku pecah ketika aku sudah sampai. Tirai jendela kamar Soobin sudah ditutup dengan rapat, "Soobin, Soobin, kenapa? A-ada apa dengannya?" ucapku sesenggukan.

"Dia mengalami serangan jantung, aku juga tidak tahu kenapa. Saat aku duduk dan bermain ponsel Soobin masih dalam kondisi baik-baik saja dia bahkan menulis di buku bersampul hitam miliknya. Tetapi saat sepuluh menit berlalu kulihat Soobin sudah tertidur pulas. Pikirku itu karena obat yang baru saja diberikan perawat."

"Tapi mungkin sekiranya setelah lima menit aku mengecek kondisi Soobin, tiba-tiba saja alat elektronik medis di sekitar Soobin berbunyi dengan keras dan tubuh Soobin langsung berguncang. Aku panik dan langsung memencet tombol gawat darurat di sana." ucap Beomgyu panjang lebar semakin membuat diriku kalut.

Tangisku benar-benar tidak bisa berhenti, Minjeong sudah berusaha untuk menenangkanku tetapi aku tidak menghiraukannya.

Aku berteriak menangis mengambil perhatian beberapa manusia yang melewatiku. Tidak, saat ini aku sedang tidak terpikir untuk malu. Karena yang sekarang aku pikirkan hanyalah Soobin, tidak ada lagi kata tenang dalam kamus bahasaku.

Soobin, Soobin, dan Soobin.

Aku merasa sukmaku telah diambang kematian.

"Juhee," Minjeong melirih, berkaca-kaca sambil memandangku yang sudah meracau bak orang gila.

Greeet!

Tidak lama setelah Minjeong yang menatapku penuh iba, pintu kamar Soobin dibuka dengan lebar. Sosok dokter berjubah putih itu keluar dari ruangan itu menghampiri ketiga manusia—termasuk diriku—yang masih setia menunggu di depan ruangan. Dengan langkah yang tertatih-tatih dan kondisi tubuhku yang lemas aku menghampiri dokter itu. "B-bagaimana Soobin? Dia baik-baik saja?"

Dokter itu menggeleng. "Choi Soobin dinyatakan meninggal dunia, pada hari Senin tanggal dua puluh Desember pukul enam lewat tiga puluh menit sore hari waktu Korea Selatan."

Aku merasa sebuah sengatan listrik langsung menyambar tubuhku, dokter itu beranjak pergi bersamaan dengan dokter-dokter lainnya yang mengekor di belakangnya. Meski kakiku lemas, aku paksakan untuk berlari menghampiri Soobin.

Ketika kedua mataku bertemu dengan tubuh Soobin yang telah tertutupi oleh selimut, jangungku mendadak berhenti berkerja sepersekian detik.

Langkahku masih ragu, namun jiwaku memberontak untuk terus maju.

Kakiku melangkah dengan bergetar, air mataku masih mengalir hangat membasahi pipi kurusku.

Srak!

Tubuhku seolah ditarik ke bawah dengan cepat oleh sebuah kekuatan tak kasat mata. Perutku terasa seperti sebuah sangkar yang penuh dengan kupu-kupu, masing-masing dari mereka memaksakan diri untuk terbang keluar dari perutku, menyisakan rasa mual yang membuncah di tenggorokan. Setiap meter yang dia lalui membuat telinganya berdenging.

"Soobin .." disaat itu kesadaranku sudah berada diambang menuju tubuhku yang akan ambruk.

Wajah Soobin yang biasanya tersenyum itu kini terpejam dengan wajah pucat pasi, ketika jari-jariku mulai menyentuh wajah dingin kulit milik Soobin sudah mendingin. Lantas tak ada lagi alasanku untuk tidak menangis dengan lebih brutal. Aku memeluk Soobin dan lututku menyentuh lantai, tubuhnya sudah kaku.

Perih, panas, sangat sakit. Sakit sekali. Air mataku keluar dengan sangat deras, bukan karena sakit, tetapi karena ia telah kehilangan satu-satunya alasan untukku kembali mencintai seseorang. Dadaku mengembang dan mengempis dengan cepat, jiwaku digenangi sendu hitam memekat.

"Soobin!" Aku berteriak dalam tangisan pilu.

Meronta dalam kepedihan, aku masih belum menerima dengan apa yang baru saja terjadi.

"Tolong, buka matamu .."

Beomgyu dan Minjeong masuk, melihatku yang sudah dalam kondisi kacau balau.

Minjeong langsung menangis, dan Beomgyu masih memerlukan proses untuk mencerna.

Aku menghabiskan waktu dua puluh menit untuk menagis, menahan sakitnya kepalaku.

Sampai tibalah waktu di mana aku sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit di kepalaku.

Rasa sakit itu menjalar dari tilang ubun-ubun kepala hingga seluruh tubuhku bagai sengatan listrik. Aku terbaring lemas melepas pelukanku yang agresif kepada Soobin dan tergeletak tak berdaya.

"Juhee! Astaga!! Juhee!" sayup-sayup aku mendengar suara Beomgyu yang terdengar panik.

Di saat kedis mataku mulai kesulitan menangkap objek, dalam hati aku berkata. "Selamat tidur, Soobin. Semoga mimpimu indah."

Air mata yang berkumpul di sudut mataku mengalir dengan pelan seiring dengan kesadaranku yang mulai menghilang.

[ END ]

massage from author—Jeongraa (Nara)

Haloo starcloud dan yang lainnya, terima kasih atas waktunya yang banyak untuk membaca karyaku ini sampai selesai. Ini adalah karya kedua berbentuk long story yang berhasil aku tamatkan dalam waktu singkat. Alhamdulillah. Aku cukup puas dengan hasil yang sudah aku kerjakan, meski belum sempurna dan masih banyak kekurangan aku bersyukur karena berkesempatan menyelesaikan karyaku ini sebelum tahun baru.

Untuk kalian yang membaca ini, tenang aja! Selesai ini masih ada epilog yang akan menceritakan bagaimana Juhee akan menjalankan hidupnya setelah ia ditinggalkan oleh sang kekasih.

Dan siapa kiranya si pengganti sosok Soobin di hati Juhee.

Akankah dia Choi Yeonjun? Atau orang lain?

TAMAT : SELASA, 13 DESEMBER 2022

dear sunshine, soobin ✓Where stories live. Discover now