13, Angkasa Lama vs Angkasa Baru

161 40 18
                                    

ANGKASA Baru dimulai dengan bersabar mendekati Nana. Gadis itu mengganggunya sangat. Ada terbersit rasa mengganggu ini hanya ulah penasarannya saja. Nana bukan jinak-jinak merpati yang malu-malu mau, jual mahal tapi memberi sinyal membuka diri. Nana, dia gadis 'jutek' yang ekspresi wajahnya bisa berubah secepat kilat. Dari polos tanpa dosa ketika berbincang dengan Fabian, Nana bisa tiba-tiba berubah menjadi sedingin kutub atau sesadis Medusa ketika menoleh dan bercakap pada Angkasa.

Meski nyaris tidak pernah mendapat wajah polos tanpa dosa, tapi justru wajah itu yang sering mengganggunya. Mungkin itu yang membuatnya ragu, apa benar rasanya pada Nana murni rasa hati lelaki pada perempuan atau hanya jiwa petualangnya yang keluar. Tapi jika benar jiwa itu yang muncul, kenyataannya tubuh sintal Nana tak terlalu mengganggu otak mesumnya yang sepertinya sedang berhibernasi.

Well, sesekali otak mesumnya menggeliat, tapi dia hanya memikirkan gadis itu. Tidak perempuan lain. Mungkin dia terobsesi, tapi dia menginginkan lebih dari sekedar persetubuhan yang panas.

Dia ingin bercinta...

Tapi segera dia hapus kata itu dari kamusnya.

Kamusnya akan direvisi jika sudah menemukan gadis yang tepat.

Gadis itu mengganggunya. Pesan teks dan suara sebenarmya sangat tidak cukup. Tapi dia sudah berjanji untuk bersabar. Angkasa Baru akan bersabar. Perlahan-lahan mendekati Nadya, sambil membuktikan pada semua bahwa dia sudah berubah. Bukan lagi burung yang akan hinggap di sembarang gua.

Seperti malam itu, Angkasa memilih memandangi profile picture Nana. Fotonya bertiga dengan karibnya. Dia manis sekali. Tertawa lepas. Mereka bertiga manis, tapi Angkasa hanya butuh foto gadis itu. Akhirnya Angkasa menge-crop wajah Nana.

Nana, kamu tahu nggak sih, kalau aku ada rasa sama kamu?

Masa aku nanyain tentang Rey dan Ian di kampus terus sih... Lagian, Rey kan juga sudah suka sama Ian, buat apalagi aku nanya-nanyain mereka terus? Basi banget tu alasan. Tapi, aku pakai alasan apa dong buat ngobrol sama kamu.

Aah...

Na, masa kamu nggak bisa ngerasain kalau ada cowok yang suka sama kamu siy?

Aaarrgghh...

Angkasa menggaruk keras-keras kepalanya yang tidak gatal.

Ah, bete aing...

***

Cara yang paling mudah mendekati Nana adalah melalui karibnya, Rey. Tapi ternyata Rey yang sudah jatuh cinta setengah mati pada suaminya—sesuai perintahnya ketika mereka menikah—menjadi sangat penurut pada Fabian. Itu artinya Rey juga sulit diharap memberi celah masuk ke sahabatnya.

Baru kali ini Angkasa mati langkah, tapi memang baru kali ini dia mengejar gadis. Memang tidak melulu wanita yang mengerjarnya, tapi kesepakatan untuk melepas hajat tidak akan serumit ini. Cukup godaan ringan, sekadar kode dan mengumbar bagian tubuh lebih banyak dari seharusnya maka kesepakatan bisa cepat mufakat.

***

Hubungan Fabian dan Rey sudah sangat baik. Fabian sudah bisa membagi konsentrasinya ke urusan kantor dan kampus. Tidak melulu galau di urusan kekasih. Selain karena urusan penggabungan, Angkasa memang lebih sering lagi ke Jakarta. Bisa dibilang apartemen Fabian sudah menjadi miliknya di hari kerja. Di akhir pekan dia biasa pulang ke Bandung. Membiarkan Fabian dan Rey berdua saja di apartemen.

Fabian membebaskan Angkasa memakai propertinya hanya dengan satu syarat. Tidak boleh mengajak perempuan masuk ke tempatnya. Syarat yang membuat Angkasa memutar mata. Bukan, bukan karena prinsip Fabian. Meski dia masih Angkasa Lama, dia tidak mungkin segila itu membawa teman kencannya ke sini. Masih banyak kamar hotel bisa disewa. Dia hanya kesal, entah apa yang ada di kepala Fabian. Tapi dia hanya bisa menelan semuanya dalam diam. Menggerutu pun hanya akan membenarkan isi kepala Fabian.

Di Sudut-Sudut Hati [on going]Where stories live. Discover now