36, The Possessive Man

120 35 2
                                    

"Selamat datang di Paris," bisik Fabian ketika pesawat mendarat mulus. Rey membalas sapaan itu dengan senyum. "Aku bersyukur banget ada Aditya dan Kate yang bantu kita urus semua."

"Iya. Kita ke sini mepet banget." Rey menarik napas lega.

Tentu saja. Mereka bisa memundurkan jadwal keberangkatan demi memastikan Dee akan baik-baik saja.

"Ada yang jemput kita nggak?" tanya Rey.

Fabian menggeleng. "Aku larang Adit. Nggak enak ngerepotin dia terus. Lagian kalau ke flat aja aku nggak perlu city guide. Aku masih bisa kok ke sana sendiri. Kate memang nggak bisa. Ada acara. Tapi dia akan usahakan ke flat begitu acaranya selesai. Kalau Adit ya semaunya dia aja sih."

"Oke. Rey percaya Ian." Tersenyum sambil mengambil tangan Fabian untuk dia genggam.

***

"Selamat datang, Reina." Fabian membuka pintu flat lalu mundur selangkah untuk membiarkan Rey masuk lebih dulu.

Tersenyum, Rey melangkah masuk dan di dalam dia langsung mengedarkan pandangan ke ruang kecil itu.

"Kamu ingat waktu pertama kita ke rumah?" tanya Fabian yang dijawab dengan anggukan. "Di sini kamu nggak perlu aku antar keliling. Kamu gerak ke mana pun dari sini aku bisa lihat kamu." Fabian tergelak.

"Nggak apa-apa. Rey nggak bisa ngurus rumah. Kecil aja nggak bisa apalagi kalau luas." Dia mendesah untuk kebodohannya di urusan domestik. "Ajarin Rey ya, Ian."

Fabian tersenyum lembut. "Iya. Selama kamu mau belajar, kamu pasti bisa."

"Ian kayak motivator banget sih."

"Semangat, Rey!"

Keduanya tergelak.

Flat itu benar-benar mungil. Pantas saja Fabian sangat menghemat barang bawaan. Tidak banyak tempat untuk meletakkan barang di sini.

"Rey, kamu capek banget nggak?" Mereka berusaha memindahkan isi koper ke lemari.

"Nggak. Kenapa? Ian mau?"

"Ish... kamu tuh, sama aja kayak aku." Dia tergelak. "Tapi boljug sih." Dia makin tergelak.

"Di Indonesia sudah malam. Biasanya kamu sudah tidur. Tapi kita ikutin waktu di sini aja ya."

Rey mengangguk. "Anggap aja begadang sore."

"Kita jalan aja yuk. Cari makan. Aku mending jalan kaki daripada disuruh masak."

"Ayo."

"Kita ke arah tempat Kate aja. Kalau acaranya sudah selesai, dia nggak perlu ke flat."

"Ayooo..." Rey makin bersemangat. Dia berdiri tanpa bantuan Fabian dan langsung bergelayut manja.

***

"Ternyata Paris nggak secantik yang Rey bayangin." Mereka sudah duduk di dalam resto menikmati makan malam. "Mana mahal amat harga makanannya. Di kantin kampus bisa buat seminggu nih."

Fabian terkekeh. "Syarat wajib kalau di luar negeri, harga apa pun jangan dirupiahkan. Apalagi ini resto, bukan kantin kampus."

"Iya. Rey beneran belajar masak deh kalau begini."

"Oh, terima kasih, Paris. Harga-hargamu bikin istri aku mau masak. Auch." Rey mencubit pinggang Fabian.

"Kate mana? Masih lama?" Rey mengalihkan percakapan. "Kalau masih lama kita jalan-jalan dulu aja.

"Begitu selesai, dia langsung ke sini."

Sepertinya belum selesai Fabian menyelesaikan kalimat itu yang ditunggu muncul. Rey yang pertama melihat dan langsung berdiri menyambut Kate dengan pelukan.

Di Sudut-Sudut Hati [on going]Where stories live. Discover now