142, Di Pagi Itu [1]

104 35 11
                                    

Pagi datang dan Angkasa berusaha biasa mengurus Nad. Meski Nad menggerutu karena Angkasa semakin sering melamun.

"Nad, nanti Nad pulang sama Pakde ya," info Aurora sambil menyiapkan bekal Nad.

"Ibu nggak sekolah?" Yang dimaksud ke sekolahnya.

"Nggak."

"Ibu mau sekolah?" Yang dimaksud ke kampus.

"Nggak. Ibu ada urusan dikit sama Papa."

"Urusan apa sih?"

"Jangan kepo, Nad," sambar Angkasa.

"Nad nggak kepo. Nad cuma mau dijemput Ibu. Kan Nad sudah punya Mama. Ibu. Kok Nad dijemput Pakde lagi?"

"Kan Ibu sudah bilang, kalau Ibu harus sekolah berarti Nad sama Pakde."

"Tapi Ibu katanya nggak sekolah."

"Nggak usah terlalu dilayanin, Bu," potong Angkasa cepat.

"Papa ih, marah-marah mulu. Cepat tua loh."

"Papa memang sudah tua."

Begitulah akhir pagi itu, berakhir dengan Nad diantar Pak Dino. Membuat bocah itu makin mencucu.

"Jam berapa..." Aurora mencari padanan kata yang tepat, "tamunya datang?"

"Jam sepuluh."

"Olla ke sana bareng Aa apa nyusul?"

"Kamu nggak ke kampus?"

"Ada kuliah sih. Pagi sama siang."

"Kamu kuliah dulu aja. Nanti Pak Dino jemput ke kampus langsung ke kantor. Kalau harus bolos ya yang siang aja."

"Olla tenggo pulangnya, tapi kayaknya tetap telat. Nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa."

"Oke."

"Aku pergi duluan ya," pamit Angkasa.

"Nggak diantar Pakde aja, A? Sebentar juga Pakde balik dari sekolah."

Angkasa menggeleng.

***

"Tristan, lu jemput Bu Drupadi sama Vega," perintah Fabian. "Pastiin dia sudah makan. Beliin makan apa kek sekalian biar ada tentengan ke sana."

"Gue nanti nggak ikutan masuk kan, Bang?" tanya Tristan. "Gue nggak ada urusan banget di dalam. Ari, karena donornya buat Dinda. Aa, karena...." Tristan mengedikkan bahu, "ya begitu deh."

"Sekarang Aa mana?"

"Sudah datang, langsung ke ruangannya," info Vega. "Mau dipanggilin?"

"Nggak usah. Biarin suka-suka dia. Yang penting nanti penampakannya ada. Terserah rohnya ke mana."

"Jadi gue gimana nih, Bang? Gue stand by aja sama Mbak Ve di luar ya. Siapa tau butuh supir ambulan, gue siapin brankar dari sekarang."

"Tristan!" bentak Fabian. "Ngomong nggak pakai otak. Jangan nyumpahin."

"Gue nggak nyumpahin, Bang. Feeling gue tu anak bakal ngamuk. Bagus dia mau ke sini."

"Kalau dia mau urusan donor beres, dia akan ke sini. Kecuali dia tau satu hal yang kita keep."

"Emaknya sudah lu kasih tau, Mbak?" tanya Tristan pada Vega.

"Belum. Tapi kata gue, dia sudah tau."

"Dari mana?"

"Apa susahnya dia ngehubungin Fabian Samudra sama Angkasa Dirgantara?" sambar Fabian. "Apalagi kemarin menurut Aa, dia mau kasih izin donor karena lihat Rey. Dan dia tau Rey istri gue."

Di Sudut-Sudut Hati [on going]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ