157, Jagya Antariksa

108 35 16
                                    

Malam belum larut untuk ukuran kota besar. Dia baru sampai di rumah setelah dijemput lalu diantar Tristan ke rumahnya. Meski heran, tapi Jagya merasa lebih nyaman dengan Tristan. Dan rumah tempat dia mengalirkan emosi ternyata bisa meredakan marahnya. Tidak ada yang banyak tanya tentang kenapa kebun mereka bisa sehancur itu. Tidak juga bertanya siapa orang baru yang malam itu menginap di sana lalu keesokan harinya orang itu ikut merapikan kebun.

Tristan tidak banyak menyinggung kehidupan pribadi Jagya. Namun dia banyak bercerita tentang rumah itu dan penghuninya. Tentang bagaimana dia bisa sampai di sana sampai dipaksa menikahi Nona. Satu cerita yang bisa membuat Jagya terbahak. Membayangkan dipaksa menikah malam itu juga untuk alasan yang ... ya begitulah Bang Ian mereka.

Nenek menyambut di depan pintu ketika mereka sampai. Meski wajahnya cemas, tapi melihat Jagya datang diantar Tristan, wajah cemas itu terlihat lebih lega. Tristan langsung berpamit, Jagya langsung masuk kamar.

Dia tidak bermaksud melamun, tapi itulah yang terjadi sekarang. Tanpa berganti baju apalagi mandi, dia telentang berbantalkan sebelah lengan menatap kosong ke langit-langit berpendar lampu.

Gue punya bokap?

Itu adalah inti lamunannya. Tentu saja dia punya ayah. Dia tahu bahwa mukjizat Bunda Maria dan Isa Almasih t.i.d.a.k. a.k.a.n. terjadi pada orang lain. Tapi ... ah, entahlah. Ibunya sama sekali tidak mau menceritakan soal ayahnya.

Benar nggak sih bokap gue Angkasa Dirgantara? Tapi nama gue ya artinya Angkasa Dirgantara.

Bagaimana ceritanya mereka bisa sampai bertemu dan 'bertemu' sampai dia bisa ada di dunia? Mereka berdua seperti langit dan bumi. Sepanjang ingatannya, dia hanya ingat menjadi orang miskin. Kalau sampai mereka terpisah, pasti karena si orang kaya.

Sepanjang hari tadi, selain merapikan kebun dia juga menghabiskan waktu dengan menghabiskan kuota internet untuk mencari tahu siapa Fabian Samudra dan teman-temannya, termasuk Angkasa Dirgantara yang ternyata ipar Fabian.

Tidak banyak yang dia dapat. Isi sosmednya nyaris kosong. Yang cukup aktif bersosial media hanya Fabian. Itu pun lebih banyak tentang kegiatannya di kantor dan kampus. Tidak ada foto anak-anak mereka tampak wajah. Tapi dari yang sedikit itu dia tahu bahwa Angkasa seorang duda beranak satu.

Ibu diperalat cowoknya? Cuma dijadiin mainan. Ibu yang polos dideketin cowok tajir langsung klepek-klepek termehek-mehek. Lalu lepas semua sampai buka paha lalu cowok itu pergi.

B*ngs*t!

Saat sedang memaki itulah ponselnya berdenting. Pesan masuk tanpa nama. Siapa? Tapi kata yang terbaca adalah salam yang ditulis lengkap bukan singkatan yang berarti b*k*ng. Entah ingin mendoakan atau ingin memaki.

Membaca sebaris awal yang sopan memberi salam, menyebut namanya dan menanyakan kabar, dia membuka pesan itu.

.

+62 811 xxx xxxx : Assalamualaikum. Jagya, apa kabar? Maaf mengganggu, ini Angkasa Dirgantara. Besok kami akan adakan konferensi pers untuk klarifikasi urusan donor bapak kamu. Termasuk urusan kita. Saya akan mengakui di depan umum bahwa kamu anak biologis saja. Apa kamu bisa hadir? Saya akan sangat senang jika kamu sempatkan datang. Terima kasih.

.

Jagya menyesal membuka pesan itu.

Ponselnya terpantul di ranjang ketika dia melempar sambil mengumpat.

Sh*t!

Saat itulah dia mendengar suara-suara dari teras. Dia yakin itu ibunya. Berderap, dia bergegas keluar.

"Bu!" bentaknya sebagai salam pembuka. Bahkan ibunya tak jadi memberi salam.

"Ibu besok mau ke mana?" Masih dengan tone tinggi.

Di Sudut-Sudut Hati [on going]Where stories live. Discover now