[Chp.52] Genei Ryodan (2)

1.1K 139 19
                                        

Author POV

Nobunaga menolehkan kepalanya pada pisau yang menancap di dinding. Manik matanya menemukan secarik kertas yang terlilit di sana. Ia lalu berdecih pelan. Berjalan mendekati pisau tersebut.

"Paku, kau tidak apa-apa?" tanya Machi pada rekannya yang baru bangkit kembali itu. "Dia mematahkan tangan kiriku dan gigi gerahamku," jawab Pakunoda sembari memegangi lengannya yang patah dan menutup mulutnya.

"Kita sedikit meremehkannya," balas Machi.

Dengan satu tangan tetap mengikat [Y/N], Nobunaga mencabut pisau yang tertancap di dinding itu. Lalu membaca isinya. "Pastinya ini mengejutkanmu. Mereka--" belum sempat Pakunoda menyelesaikan kalimatnya, suara Nobunaga tiba-tiba memotong. "Tunggu!" Semua pandangan teralih pada pria tersebut. "Pakunoda, ini untukmu," ucapnya menyerahkan kertas tersebut.

Di dalam kertas tersebut, tertulis sebuah kalimat yang berbunyi:
"Membongkar ingatan ketiga anak itu, maka dia kubunuh."

Pakunoda mengambil selembar kertas dari Nobunaga. Membaca isinya lalu menggunakan Nen-nya untuk melihat apa yang terjadi. Di dalam penglihatannya, ia melihat Kurapika yang menyamar sebagai salah satu staff hotel, lalu mengikat ketuanya dengan rantai.

'Kami melupakannya karena dia menyamar sebagai penerima tamu! Tidak, ketua seharusnya bisa menghindari serangan rantainya dari jarak sejauh itu. Tapi, tiba-tiba listrik mati dan memperlambat gerakannya. Ini semua sudah direncanakan! Tapi aku hanya mengetahui beberapa kata kunci seperti kata "gelap" dan "pukul 7".'

'Satu lagi yang janggal. Kalau memang mereka teman Kusari Yarou, kenapa pertanyaan sebelumnya tidak memicu ingatan apapun? Dia pasti menyembunyikan kekuatannya dari temannya! Dari semua itu, bisa kami simpulkan kalau dia pintar, pergerakannya cepat, secara rahasia, dan setara dengan Danchou.'

Pakunoda menatap selembar kertas yang telah ditulisi dibalik bola matanya sembari terus berpikir. 'Mungkin dia tidak hanya menggertak. Dia mau meluangkan beberapa detik untuk meninggalkan pesan ini. Berarti pesan ini adalah sungguhan.' Setitik keringat mengalir dari pelipis Pakunoda.

'Temannya bisa membaca perasaan orang dengan mendengarkan detak jantung. Dan dialah alasannya sampai meninggalkan pesan ini. Kalau aku berbicara, dia akan mengorbankan temannya dan membunuh Danchou. Tapi itu berarti anak-anak ini berharga sebagai sandera.'

"Paku," panggil Nobunaga mencoba menyadarkan kembali rekan tim wanitanya itu. Ia terlihat berpikir keras sampai-sampai berkeringat parah. Namun tak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pemilik nama mendengarkannya.

'Kita memiliki kesempatan menyelamatkan Danchou. Tapi...'

"Paku!" Sebuah panggilan keras dari Nobunaga akhirnya berhasil menyadarkan Pakunoda dari lamunannya. Wanita itu tersentak saat Nobunaga berseru menyebut namanya. Ia pun menolehkan kepalanya pada Nobunaga. "Mulai sekarang jangan katakan apapun. Mengerti?" Pakunoda mengangguk pelan.

"Machi, fokuslah terhadap ikatannya. Biar aku yang membawanya," kata Nobunaga.

Pandangan ketiga anak itu bertemu. 'Kurapika berhasil!'

"Karena dia meninggalkan pesan, dia akan menghubungi kita lagi. Sampai saat itu, mereka sangatlah berharga," kata Nobunaga.

'Apa yang harus kami lakukan di saat seperti ini? Kalau kuberitahukan kekuatan dan kelemahan Kusari Yarou pada semuanya, kami bisa mengalahkannya dengan mudah. Tapi kemungkinan besar Danchou akan mati. Uvo pasti menghadapi pilihan yang sama. Dia mati demi laba-laba.' pikir Pakunoda.

Ia lalu teringat dengan ramalan yang pernah sang ketua sebutkan di markas mereka. 'Shine? Apakah itu ramalan yang Danchou katakan. Dua pilihan... memilih berkhianat untuk berbicara? Atau berkhianat untuk berbohong?'

My Duty [Hunter×Hunter x Reader]Where stories live. Discover now