[Chp.74] Genthru's Defeat (1)

412 64 26
                                        

Author POV

Beberapa jam berlalu setelah Tsezgerra dan timnya tiba kembali ke dunia nyata. Setelah berbagai upaya dan permintaan yang mereka ajukan kepada Battera agar bisa berbicara dan mendapatkan kejelasan. Alasan mengapa pria itu tiba-tiba menyerah dan lepas tangan atas semua rencana mereka.

Mereka semua berkumpul di ruang tamu rumah Battera. Kondisi pria itu tidak dapat dikatakan dalam kondisi baik, namun juga tidak memprihatinkan. Hanya saja, mata pria tua itu tampak sembab. Seperti baru saja menangis untuk waktu yang lama.

"Tolong jelaskan apa maksud semua ini. Aku sadar bahwa aku lancang dan sudah bertindak tidak sopan. Tapi aku melihat ini." Tsezgerra meletakkan sebuah bingkai foto ke atas meja. Bingkai itu berwarna emas yang indah. Sisi-sisinya diberi ukiran bunga dan daun yang indah. Foto seorang perempuan terpajang pada bingkai cantik itu.

Dalam foto, perempuan itu tersenyum cerah. Rambut merah agak kecoklatannya yang panjang terurai dengan sebuah bando putih di kepalanya. Perempuan itu mengenakan pakaian sederhana, kemeja putih polos yang dipadukan dengan vest coklat.

Battera terdiam menatap pada bingkai itu. Dari matanya, terlihat jelas tatapan rindu. Rindu yang sangat berat, yang ingin disembuhkan, ingin dipuaskan dengan bertemu hal yang dirindukan. Tetapi sepertinya, Battera tak dapat menyembuhkan perasaan rindu miliknya itu.

"Apa dia putrimu? Atau mungkin cucumu?" tanya Tsezgerra pada Battera. Pria berumur itu terdiam selama beberapa detik sebelum bersuara, "dia kekasihku," katanya. Manik matanya menatap lekat pada foto itu. Betapa ia merindukan perempuan itu. Kerja keras yang ia lakukan mati-matian selama ini, semuanya rasanya sia-sia. Menjadi tidak ada artinya lagi.

Tsezgerra dan anggota timnya tertegun mendengar ucapan tersebut. Kekasih? Padahal jika dilihat sekilas jarak umur keduanya terlampau sangat jauh.

"Dia sudah lama di rawat. Dia koma. Beberapa hari yang lalu, dia meninggal dalam tidurnya. Kurasa dia tidak mau orang-orang mengira dia hanya mengincar uangku, karena dia selalu menolak semua hadiah yang kuberikan padanya," kata Battera.

Senyuman tipis terlukis di wajah pria tua itu. Mengingat momen-momen menyenangkan di masa lalu yang ia lalui bersama kekasihnya. "Namun, dia menyukai bingkai foto jelek yang kubuat sendiri ini. Yang kami butuhkan hanyalah satu sama lain. Kami berjanji untuk tidak berpisah. Hingga terjadi sebuah kecelakaan yang membuatnya terlelap selama-lamanya."

Jari jemari Battera saling bertaut, saling menggenggam erat seolah memberikan kekuatan pada diri sendiri. Air mata yang sempat terhenti tadi, akhirnya kembali meleleh di pipinya. Tubuh pria itu bergetar akan perasaan sedih yang membuncah.

"Tentu saja. Dia terlihat seperti hanya sedang tidur semata. Tidur yang sangat pulas dan enggan untuk membuka matanya. Saat itulah aku mendengar tentang Greed Island. Kalau aku bisa memenangkan permainan itu, aku bisa mendapatkan satu hal yang sangat kuinginkan. Aku siap bertaruh dan menggunakan seluruh kekayaanku untuk membeli salinan permainan itu. Namun, itu sudah tidak ada artinya lagi. Tidak ada."

Battera menyudahi penjelasannya. Isakan tangis pilu, yang penuh akan kesedihan akibat kehilangan seseorang yang berharga dapat terdengar dari bibirnya. Kini Tsezgerra dapat mengerti, alasan dibalik sang tuan berusaha keras mendapatkan kartu Breathe of Archangel.

━─━────༺༻────━─━
[HUNTER×HUNTER Fanfiction]

☕︎🄼🅈 🄳🅄🅃🅈☕︎
━─━────༺༻────━─━

"Anak-anak itu memiliki empat kartu accompany. Dan kita punya enam kartu. Kita serang saja?" Sub dan Bara mengangguk setuju. Kalau ketua mereka siap, maka mereka pun siap.

My Duty [Hunter×Hunter x Reader]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora