Bab 20 Semua Seperti Kembali Pulang

2.4K 622 157
                                    

Kiko menarik bibirnya sedikit dan menunduk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kiko menarik bibirnya sedikit dan menunduk. Sesuatu yang terlihat oleh Gempar yang akhirnya menunduk. Entah mengapa mereka seperti melihat kelegaan terbit di wajah setiap orang. Gempar beranjak dan murunduk sebelum keluar dari rumah induk karena mungkin dia merasa pembicaraan yang akan terjadi terlalu berat dan belum saatnya dia terlibat dalam pembicaraan itu.

"Kinanti setuju mengundur pertunangan hingga Ibu kembali dari Singapura. Selain kami memang belum menemukan venue yang tepat untuk acara, Kinanti juga memikirkan kesehatan Ibu."

Kiko berdeham kecil. Sesuatu yang tidak luput dari pandangan mata Ilman yang duduk berseberangan dengannya. Ilman pasti sangat tahu, Kiko yang disiplin jelas heran dengan sesuatu yang bisa dengan mudah berubah. Apalagi untuk hal sepenting itu.

"Ya sudah Le. Bilang sama Kinanti kalau ada yang bisa Bulik bantu?"

Ilman hanya mengangguk dan tidak mengeluarkan suara jawaban. Mereka semua tahu, Ibu Agni benar-benar ingin membantu namun sepertinya tidak ada gelagat dari pihak Kinanti untuk melibatkan keluarga mereka. Bahkan untuk barang bawaan yang harus dibawa oleh Ilman dan keluarga, mereka yang mengurus.

"Siapa yang akan ikut ke Singapura?"

"Biar aku, Mas."

Kiko menoleh ke arah Bapak Ibunya yang saling bercakap. Ibunya sepertinya sudah meneguhkan hati bahwa dia akan mendampingi mantan iparnya berobat ke Singapura. Kiko tahu, Ibunya juga yang dengan telaten membujuk Bude Nesa untuk berobat ke negeri itu. Kiko menatap Bapaknya yang mengangguk.

"Matur nuwun, Bulik. Saya akan ikut tapi mungkin tidak bisa terlalu lama."

"Tidak apa-apa, Ilman. Serahkan pada Bulik dan kamu pikirkan saja pekerjaan kamu di sini."

Ilman kembali mengangguk. Di masa dulu, pembicaraan apapun dalam keluarga tidak pernah setegang ini. Semua rileks dan tenang. Tapi tidak sekarang. Kiko merasa dia bahkan enggan membuka mulut. Terlebih tadi pagi-pagi sekali setelah dia bertemu dengan Bude Nesa, dia menjadi semakin khawatir dengan wanita itu. Kiko bisa melihat dengan jelas rasa kecewa yang menggelayut di wajah Budenya belum hilang.

"Mbak, ada Mbak Dida di pendopo."

Kiko yang menunduk mendongak menatap adiknya yang masuk tanpa terdeteksi suaranya. Langkah pemuda itu sangat halus. Dan Kiko tahu Gempar sedang mempraktekkan berjalan tanpa menimbulkan suara sejak beberapa hari terakhir. Dan itu adalah bagian dari tugas kuliahnya. Mengetahui dengan pasti berapa desibel efek suara yang ditimbulkan ketika seseorang berjalan dengan gerakan pelan.

"Loh...katanya Mbak Dida mau kondangan..." Suara Kiko menggantung. Dia yang beranjak merunduk dalam ke arah orang tuanya dan Mas Ilman. Lalu dia mengikuti Gempar yang kembali keluar dan mereka berjalan bersisian melintasi halaman.

"Mbak Dida kondangan sendiri. Dia belum punya pacar Mbak?" Gempar berbisik pada Kiko ketika mereka sudah dekat dengan undakan pendopo.

"Belum. Mau apa? Mencoba berjuang? Kamu bukan tipenya."

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now