Bab 82. Jangan Mengatur Tuhan, Mas.

2K 570 103
                                    

"Aku yang kena mental

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku yang kena mental...aaarghh..."

Berteriak dan melemparkan pancing ke arah embung. Ilman lalu menancapkan pancing pada tempatnya. Dia menatap kesal pada Ankaa yang rebah di sebuah kursi kolam renang lipat yang sengaja dia bawa ke tempat itu. Dia terlihat menikmati skorsingnya yang masih menyisakan tiga hari lagi.

 Dia terlihat menikmati skorsingnya yang masih menyisakan tiga hari lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ilman berdiri dengan goyah dan menepuk dadanya keras. Dia marah-marah sejak tadi entah pada siapa. Ilman lalu berakhir rebah di dek kayu dan menatap langit sore yang teduh. Mengabaikan kursi santainya yang kosong.

Kena mental tapi berakhir memancing di embung.

"Haiish..." Ankaa mencebik lirih dan membalik badannya miring dan menatap Ilman yang bengong menatap langit kosong. "Mas, kamu itu dokter. Ingat. Masa kamu jijik dengan hal-hal seperti itu."

Kali ini, Ilman yang mencebik lirih. "Ini bukan masalah jijik pada bagian itu. Tapi kelakuan mereka itu benar-benar di luar nalar."

"Jangan melibatkan perasaan dengan pasien. Nanti menderita seperti aku, Mas."

"Kinanti..."

"Jangan nranyak. Dia Bulik kamu loh Mas. Coba mulai sekarang dibiasakan memanggilnya Bulik siapa tahu Mas terus sadar..."

"Dia gila Kaa."

"Setuju. Tapi kita bisa apa? Membalik keadaan juga mustahil. Itu sudah terjadi." Ankaa kembali rebah dan ikut menatap langit sore yang jernih.

"Gilanya lagi, Om Dicky bahkan hanya menemukan bahwa semua orang tua dari anak-anak itu memilih bungkam seribu bahasa. Tidak ada satupun dari mereka yang mau membuka mulut padahal Om Dicky sudah mencoba beberapa kali."

"Aib Mas. Siapa yang mau membuka aib sendiri? Lagipula tidak boleh membuka aib..."

"Hiish! Hukumnya tidak seperti itu Ankaa. Seharusnya mereka sadar bahwa ini adalah kejahatan. Ada seseorang yang nyatanya masih hidup dan berkeliaran dan orang itu seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya. Iya kan?"

"Mereka diancam. Sudah menerima uang sebagai ganti rugi. Tanda tangan dengan materai. Anak-anak itu sekarang sudah dewasa dengan kehidupan yang beragam. Apa lagi yang diharapkan? Membuka semuanya berarti mereka tetap akan kalah. Money sound so loud, Mas. Dan berada di bawah ancaman. Tentu mereka tidak mau keluarga mereka ada yang mati konyol."

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now