Bab 60. Hantaran Yang Kembali Bersama Sebuah Isyarat

1.9K 564 121
                                    

"Saya tidak lagi memikirkan harta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Saya tidak lagi memikirkan harta. Tapi permainan seperti ini sangat menyenangkan bagi saya. Tentang hasil akhirnya, dapat atau tidak, itu tidak lagi penting buat saya. Mereka, mendapatkan pembalasan atas keadaan saya yang seperti ini, itu yang paling penting."

Sanusi Baco terlihat menjentik abu rokok dengan ujung jarinya. Pria itu seperti termenung dan menatap Mayang Pratiwi. Sesekali hembusan asap rokok keluar dari mulut dan hidungnya. Lalu dia menatap kotak stempel yang sudah terbuka.

"Kita sama-sama tahu bahwa bukan harta tujuan saya yang sebenarnya. Saya hanya berhati-hati saja. Dan, anda pasti tahu saya membutuhkan dua stempel untuk membuat semua ini berhasil."

"Tentu saja. Saya juga tahu hal itu. Tapi stempel satu lagi ada pada anak tiri saya. Dian Agni. Dia cukup sulit. Saya tidak bisa janji akan cepat."

"Maka saya tidak bisa memberikan sertifikat rumah..."

"Permainan seperti ini modalnya hanya kepercayaan Pak Baco." Mayang Pratiwi menukas ucapan Sanusi Baco cepat. "Seperti istilah tidak ada aku dalam sebuah tim. Yang ada adalah kita. Saya tidak akan bekerjasama dengan orang yang masih memegang teguh kata aku."

"Anda akan menahan stempel itu hingga menemukan yang satu lagi? Begitu maksud anda?"

"Saya tidak pernah mengambil resiko berbahaya sedikitpun. Maaf, saya tidak pernah memberikan kepercayaan saya seratus persen pada seseorang. Never. Saya tidak pernah melakukannya. Termasuk sekarang. Kita teruskan atau tidak sama sekali."

"Bagaimana dengan keaslian stempel ini?"

"Saya menyukai segala hal dilakukan dengan benar. Seperti saya menyukai brand asli. Maka seperti itulah permainan ini. Saya tidak melibatkan kepalsuan. Kita tidak sedang bermain-main di sini."

Sanusi Baco tertegun. Dia lalu tertawa keras namun Mayang Pratiwi tidak bergeming. Suasana restoran yang sunyi bahkan dari para karyawannya, menandakan tempat itu sudah dibooking secara khusus. Mereka bisa tertawa sesuka hati tanpa ada orang yang menatap heran.

"Baiklah." Sanusi Baco menarik kotak stempel di meja ke arahnya dan menatapnya lekat sebelum menutup kotak itu. "No, sertifikat rumahnya berikan pada Bu Mayang."

Darmono Jati yang necis dengan setelan kemeja putih tulang dan celana coklat nampak ragu untuk mendekat pada majikannya. Dia beringsut pelan sambil menatap Mayang Pratiwi.

"Saya menyukai orang yang penuh rasa curiga dan memiliki kewaspadaan yang tinggi. Tidak apa-apa."

Mayang Pratiwi tersenyum ke arah Darmono Jati saat dia dengan cepat membaca situasi. Kacung Sanusi Baco itu jelas bertindak sebagai tangan kanan yang sempurna. Sehat, cekatan dan mendahulukan rasa curiga.

"Ini, Pak."

Darmono Jati tidak segera menyerahkan map yang dipegangnya erat sejak tadi kepada Mayang Pratiwi sesuai dengan perintah tuannya. Pria itu mengulurkan map kepada Sanusi Baco.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now