Bab 33 Saffron Dan Sebuah Kenyataan Yang Harus Disembunyikan

2.1K 590 91
                                    

Kiko tersenyum canggung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kiko tersenyum canggung. Dia melirik ke pintu ruang tamu yang terbuka lebar. Hujan deras menghantam halaman berumput di luar. Satu set kursi taman berwarna putih terlihat mengenaskan.

"Diminum tehnya, Nak."

Kiko menoleh. Suara halus Sanusi Baco mengalahkan suara hujan.

"Saya buruk sekali dengan makanan dan minuman panas. Jadi...mungkin harus menunggu sebentar lagi."

Kiko menegakkan tubuh dan menatap lurus ke depan. Dua orang yang duduk terpisah jelas tidak memiliki hubungan apa-apa. Terlebih, wanita itu bersikap aneh. Make up tebal di hari hujan? Memangnya mau kemana wanita itu? Riasan itu bahkan terlihat seperti dia berusaha menyamarkan sesuatu.

"Dia tawanan di rumah ini, Michiko." Batin Kiko berperang. "Tawanan bisa dikendalikan..."

"Ini adik saya. Tantenya Kinanti. Namanya Hama Rudiningsih. Dia sedang sakit tapi selalu penasaran kalau ada orang baru datang ke rumah. Apa Nak Michiko sudah pernah melihatnya?"

Lamunan Kiko terputus dan dia mengamati wanita di depannya terang-terangan membuat wanita itu menunduk cepat. "Huum...saya tidak yakin. Saya baru dua kali kemari." Kiko tersenyum dan tatapannya beralih kepada Sanusi Baco yang tersenyum.

"Sering-seringlah main kemari. Kita akan menjadi keluarga."

"Terima kasih banyak." Kiko melirik sekilas ke arah pintu penghubung di belakang Sanusi Baco. Dia berusaha sangat kuat tidak merubah ekspresi wajahnya. Pelayan wanita yang dipanggil Jum terlihat menggeleng ke arahnya entah untuk maksud apa.

Sepuluh menit yang cukup membuat secangkir teh menghangat. Uap tipis yang keluar dari cangkir sudah menghilang. Kiko yang memang pada dasarnya memiliki postur tubuh yang bagus bahkan ketika dia duduk, tetap menautkan tangan di pangkuannya dan belum akan menyentuh tehnya.

Sanusi Baco mengambil tehnya. "Mari diminum..."

Mereka menoleh ketika terdengar deru suara yang cukup kencang di luar. Sebuah mobil terseok menembus hujan dan terhenti di pagar kayu. Seorang pria dengan jas hujan menahan laju mobil itu sesaat sebelum membuka pagar.

"Oh...itu Mas Ilman."

"Ilman?" Sanusi Baco ikut mengamati kejauhan saat Kiko mengangguk. Sekilas, Kiko melihat tangan Sanusi Baco melakukan gerakan aneh dan wanita yang duduk tenang di ujung sofa tiba-tiba beranjak dan berjalan masuk.

"Maaf, saya mengirimkan pesan pada Mas saya. Saya takut dia khawatir dengan Mbak Kinanti karena sudah berhari-hari tidak bisa dihubungi." Kiko beranjak dan berjalan ke arah pintu. Dia sedikit beringsut ketika merasakan Sanusi Baco sudah berdiri di belakangnya.

Mobil Ilman berhenti di belakang mobil Kiko dan pria itu turun lalu menaiki tangga.

"Man..."

"Assalamualaikum."

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now