Chapter 9: Prince? Anak laki-laki?

2.5K 139 4
                                    

Gadis kecil lagi-lagi termenung di taman, memandangi langit senja yang indah. Membuat hatinya semakin sedih. Beberapa jam lagi prince nya akan meninggalkannya. Akan pergi cukup jauh. Sedih di lubuk hatinya sudah tidak dapat dibendung lagi. Isak tangis kecil akhirnya terdengar. Lagi-lagi prince nya selalu datang saat si gadis mungil dalam kesedihan. Namun apakah prince kecil juga akan selalu datang walaupun telah pergi jauh?

"Kok kamu nangis lagi sih Princess Syeefa?"

"Kamu bentar lagi mau pergi prince, ninggalin aku. Terus yang nemenin aku main siapa lagi dong? Yang jagain aku siapa? Kamu bakal lama ya prince?"

"Aku cuman sebentar kok princess, aku bakal balik lagi. Mungkin soon... soon banget," wajah gadis itu lebih sedih. Mukanya ditekuk, bahunya turun. "Jangan sedih, nanti kalau kita udah gede pasti aku akan balik kok. Syeefa.mau nungguin prince kan?"

Gadis itu mengangguk kecil, hatinya sangat sedih untuk kali ini. "Yaudah, prince pergi dulu. Dada Princess Syeefa, baik-baik ya... prince bakal balik"

***

Hari demi hari telah dilewati oleh gadis kecil itu, dalam kesendirian. Namun sekarang tidak lagi, rumah prince nya telah ditempati oleh sebuah keluarga. Keluarga itu juga memiliki dua buah hati, salah satunya seorang anak laki-laki yang seumuran dengan gadis kecil itu.

"Hai, kamu anak baru ya? Kenalin, aku Syeefa" kata gadis kecil itu sambil mengulurkan tangannya.

"Hai Syeefa, aku..."

Hari demi hari gadis kecil itu tidak merasa kesepian lagi. Sekarang, ada yang menjaganya. Ada yang menemaninya. Hari-harinya sudah tidak kelam lagi, namun rasa sayang untuk prince nya tetap didalam hatinya. Mungkin, tak akan ada yang menggantikannya.

***

Gwen Syareefa Putri POV

Syeefa... Syeefa... nama itu? Nama masa keciln gue, dan yang tahu itu? Hanya sahabat kecil gue dulu. Al Ghazali Averros Izzudin? Alexander Kevin Archelaus? Apa dia... ah, tapi otak ini sungguh berjalan lambat. Gue pernah amnesia untuk beberapa bulan. Terjatuh dari pohon, dan alhasil kepala lah yang mendarat terlebih dahulu.

Amnesia tidak terlalu lama, hanya satu bulan dan saat itu umur masih berusia enam tahun. Bayangkan saja, tidak mengenali Hayyan, mom, dan daddy. Tapi entahlah, dulu gue masih terlalu dini untuk semuanya. Enam tahun? Kelas satu sekolah dasar. Ya, itu benar. Tapi... apa dua cowok itu sahabat gue dulu? Aishh... bikin pusing kepala ya.

***

Bulan demi bulan telah gue lewati masa-masa SMA gue denga Orlin, Alex, dan Arro. Kami semakin dekat, hampir setiap hari minggu kami bermain bersama, entah untuk movie marathon, hunting tempat buat foto yang bagus, hunting tempat terkeceh di tempat kami. Semua itu menyenangkan, tapi ada satu yang membosankan. Tatapan Alex dan Arro yang tidak pernah akur. Ya, tatapannya selalu ingin membunuh satu sama lain. Menyedihkan

Matahari cukup terik di atas sama untuk pukul jan sepuluh pagi. Untung saja sekolah ini cukup rindang.

"Gwen, gue nanti ke rumah lo yak ajarin gue matematika. Tadi otak gue konslet nih"

"Huh... haduh Lin, lo kan pinter, belajar sendiri napa? Gue males nih buat hari ini"

"Ayok dong Syeefa... ya... ya...?" Pinta Orlin dengan puppy dog eyes nya.

"Jangan panggil gue Syeefa, Adonia Najma Orlin! Gue benci itu, atau lo mau gue bunuh huh?!"

"Sadis ah Gwen, gue masih mau hidup. Bahagian mama-papa gue"

Beautiful LieWhere stories live. Discover now