Sejauh Dua Benua

1.6K 235 35
                                    









"Pergi dari hadapan gue." adalah apa yang Kajevrian katakan padanya untuk kali pertama. Hari itu di perpustakaan sekolah pada jam istirahat kedua. Suaranya tajam dengan wajah dingin tanpa ekspresi, wajah tampan andalannya tentu saja.

"Kenapa?" dengan kepala yang dimiringkan Gavi bertanya dengan tangan yang menggenggam buku bacaannya.

"Wajah lo—"

Tangannya kini Gavi gunakan untuk menopang wajahnya diatas meja, menatap Kajevrian dengan berani. Sembari menunggu kalimat selanjutnya yang hendak dikatakan.

"Singkirin wajah lo dari hadapan gue."

Kemudian Gavi tertawa, tidak begitu keras, sebab ia masih memiliki kesadaran untuk tidak membuat keributan di perpustakaan. "Kenapa? Apa karena wajah gue mirip sama mantan lo?"

Tidak ada jawaban. Gavi lihat Kajevrian kembali memejamkan mata dengan kepala yang disandarkan pada dinding disebelahnya. "Apa susah? Buang bayang-bayang wajah mantan lo dari kepala?" perkataannya jelas tidak lagi dibalas, jadi Gavi putuskan untuk bicara seorang diri. "Pasti susah sih, keliatan dari wajah lo yang selalu murung tiap kali liat Shakeel gak lagi duduk disamping lo."

Buku didepannya kembali Gavi baca, mengalihkan pandangannya dari Kajevrian yang kini telah membuka matanya lagi, menatap tidak suka kearahnya.

"Tapi kalo gue bicara kaya gitu, jadi ketahuan ya kalo gue ini suka perhatiin lo." ucap Gavi pada dirinya sendiri. "Gak apa-apa deh, biar lo tau diantara banyaknya orang yang suka sama lo ada gue didalamnya."

Matanya kembali bergulir, niatnya melihat Kajevrian yang tadi tertidur disebrang mejanya. Tapi ketika sadar, Kajevrian berada didepannya tepat didepan wajahnya hingga dapat Gavi rasaka hembusan nafas hangat milik Kajevrian menampar wajahnya. "Wow, lo buat gue kaget!" bergerak mundur, Gavi coba buat jarak aman antara wajahnya dengan Kajevrian yang terlalu dekat.

"Apa lo memang selalu bicara se berisik ini sama orang yang gak lo kenali?"

Gavi memejamkan matanya, meski jaraknya dengan Kajevrian sudah berhasil tercipta, hembusan nafas hangat Kajevrian masih tetap bisa dia rasakan. Menggelitik wajahnya, membuat indra pembaunya di penuhi oleh aroma mint yang jelas berasal dari Kajevrian.

"Gue kenal lo kok, diantara kita cuma lo disini yang gak tau gue."

"Pergi."

Berdecak kesal, dia diusir lagi. "Serius lo ngusir gue cuma karena wajah gue?"

"Cepat, pergi." titah Kajevrian, sekali lagi.

"Gak. Berhenti usir gue pergi." Gavi melipat kedua tangannya didepan dada. "Sebelum lo sama mantan lo itu duduk disana—" Gavi menunjuk tempat dimana Kajevrian duduk sebelumnya. "Gue lebih dulu ada disini! Gue lebih dulu punya tempat favorit disini! Walau kerjaan gue disini cuma bolak balik halaman buku, gak duduk sambil baca dengan tenang kaya mantan lo tapi—" mulutnya dibungkam, Gavi diam dengan telapak tangan Kajevrian menutupi akses untuknya bicara.

"Oke, gue yang pergi."

Bangkit dari duduknya, Gavi meraih lengan Kajevrian menariknya duduk di tempat yang sama dengan dirinya. "Ya ya ya gue bakal pergi, tapi izinin gue buat bicara lebih dulu."

"Kita gak cukup dekat buat saling bicara." lengannya yang berada digenggaman Gavi ditarik, Kajevrian menatap tak suka pada Gavi yang begitu lancang menyentuhnya.

"Persetan sama kita yang gak cukup dekat, gue cuma mau bicara ian—"

"Ian?"

"Sekarang lo mau permasalahin cara gue manggil nama lo?" matanya berotasi, Gavi meremat kuat buku yang sedari tadi ada digenggaman tangannya. "Ian, gue pikir patah hati gak cocok buat lo." matanya bergulir, enggan menatap pada Kajevrian yang sepenuhnya menatap tepat pada dirinya. "Ada banyak orang yang bersedia buat ngasih lo cinta yang baru, yang lebih tulus dari yang pernah lo dapat dari Shakeel, jadi lo harus cepat-cepat lupain kisah lo sama dia."

Morosis • JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang