Yang Dahulu

1.7K 234 56
                                    

Disepanjang langkah yang keduanya jejaki hanya ada hening yang mengisi. Gavi enggan untuk bicara pun dengan Kajevrian yang hanya bungkam dengan tangan masih menggenggam erat Gavi agar tidak lari seperti sebelum-sebelumnya.

Keinginannya membeli beberapa jajanan seperti yang direncanakan dirumah sudah hilang entah kemana. Kini, Gavi hanya ingin segera pulang. Bertemu Kajevrian dengan cara seperti ini bukan apa yang diharapkannya.

"Apa yang mau lo beli?" hingga pada langkah ke dua puluh tiga Kajevrian berbicara, matanya menatap pada Gavi yang hanya menatap lurus keramaian didepan mereka.

"Gue mau pulang." tanpa menoleh Gavi berujar.

"Apa yang mau lo beli?!" pertanyaannya diulangi.

"Gue mau pulang." namun sebanyak apapun Kajevrian bertanya, Gavi tetap pada keinginannya untuk pulang.

Kajevrian menarik Gavi untuk menatap kearahnya, bibir Kajevrian terulas senyum tipis, namun matanya menyorot begitu tajam. "Berhenti membantah, apa lo selalu suka lihat gue marah?"

"Jangan natap gue kaya gitu, lo pikir gue bakal takut?!"

Kekehan tajam menguar dari belah bibir tipis Kajevrian, tangan Gavi yang masih ada dalam genggamannya di cengkram semakin erat. "Lo yang dulu gak akan pernah takut, tapi lo yang sekarang—" tangannya yang tidak menggenggam tangan Gavi terangkat untuk mengusak surai hitam Gavi. "... lo yang sekarang jelas ketakutan.

"Cukup turuti apa kata gue, jangan membantah." Kajevrian memperingati untuk yang terakhir, sebelum akhirnya kembali meniti langkah dengan Gavi yang semakin diam.

"Manis atau asin, mana yang lebih lo suka?"

"Kenapa gue harus jawab?"

"Berhenti jawab pertanyaan gue dengan pertanyaan lagi."

"Manis."

"Oke, diantara tahu crispy sama jamur crispy mana yang lebih lo mau?"

"Jamur—"

"Oke kita beli tahu."

"Gunanya lo nanya apa kalau ujungnya lo tetap sama keputusan lo sendiri?" Gavi jengkel, wajahnya memerah sebab menahan marah yang bersarang dikepalanya. Kajevrian dengan sikap seenaknya sungguh bisa membuat emosinya bergejolak naik.

"Jawaban lo bukan apa yang lo mau."

"Kalo lo tau apa yang gue mau, kenapa masih juga ngasih gue pertanyaan?"

Satu alisnya terangkat, Kajevrian mengeratkan kembali genggaman tangannya dengan Gavi. "Formalitas?"

Matanya berotasi, salah untuknya berpikir jika Kajevrian mengetahui apa saja yang disukai dan apa saja yang diingkannya. "Lo yang bayar pokoknya!"

"Hm."

Tak ada lagi yang bicara, Gavi tidak lagi menolak apapun yang Kajevrian lakukan atau apa yang lelaki itu belikan untuknya. Ia hanya diam sambil menggenggam bungkus jajanannya, sesekali membuka mulut untuk menerima suapan kecil yang Kajevrian beri. Dua plastik putih sudah ada digenggamannya, tiga atau empat plastik lainnya berada digenggaman Kajevrian. Bukan hanya tahu crispy seperti apa yang dibicarakan diawal, beberapa jajanan seperti bihun gulung, sosis bakar, kue ape bahkan jajanan yang baru pertama kali dilihatnya dibeli Kajevrian, semua untuk dirinya. Dia tidak diberi kesempatan untuk protes atas banyaknya jajanan yang dibeli oleh Kajevrian.

"Lo gak niat beli semua produk yanb dijual disini kan?!" pada akhirnya Gavi melayangkan protes ketika lagi-lagi Kajevrian membawa langkah kaki keduanya menuju stand gerobak ke tujuh.

"Memang itu tujuan gue." jawab Kajevrian acuh.

"Gue tau duit lo banyak." nafasnya dihembuskan dengan kasar, tatap matanya menatap kesal pada Kajevrian yang begitu fokus menatap menu surabi didepannya. "Tapi siapa yang mau habisin jajanan sebanyak ini?!"

Morosis • Jaywonजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें