Arum Manis (01)

1K 120 33
                                    




"Pake gue."

Adalah ucap Gavi ketika lelaki yang lebih kecil darinya itu tengah sibuk membantu mengusap bulir keringat yang menetes dikeningnya dengan handuk kecil yang permukanya begitu halus menerpa wajah.

"Shakeel udah sepenuhnya lupa sama kisah cinta kalian yang manis." Gavi berujar lagi, kakinya menjinjit hendak raih helai rambut Kajevrian yang sedikit berantakan. "Sedang lo, patah hati sendirian. Pake gue, pake gue buat lupain mantan lo yang oke itu."

"Lo bukan barang." timpal Kajevrian, meraih pinggang yang lebih kecil, membuatnya kembali memijak tanah dengan kedua tungkai kakinya.

"Tau, itu kan cuma perumpamaan, bukan 'pake' yang mengarah pada suatu barang." matanya berotasi, memilih duduk ditepi lapangan. Gavi menatap lurus pada langit sore yang mulai berubah warna. "Perlakukan gue sama seperti lo memperlakukan Shakeel, anggap gue Shakeel, orang yang lo suka, orang yang paling lo puja, gak harus dihadapan semua orang, cukup dihadapan Shakeel." pandangannya beralih, kembali menatap Kajevrian yang juga menatap kearahnya sedari tadi. "Biar lo gak kelihatan patah hati dihadapan Shakeel yang bahkan udah punya gandengan baru, lagipula semua orang setuju kalo gue ini sedikit mirip sama mantan lo itu."

"Lo gila." Kajevrian tidak pernah mengira dirinya akan bertemu manusia dengan pemikiran gila seperti Gavi Bwana yang rela dijadikan pemeran pengganti oleh sosok yang dipujanya. Ini gila, ini terlalu gila.

"Gue tau." Gavi tersenyum, senyum yang kemungkinan tidak akan Kajevrian ketahui artinya. Katakanlah dia gila, sebab begitu mendamba pada sosok Kajevrian yang selama ini selalu dilihatnya dari kejauhan. Begitu mendamba hingga menginginkan sedikit cinta dari sosoknya yang begitu dia puja. "Gue yang akan megang kendali atas permainan ini, lo cukup memainkan peran lo dalam mencintai gue dihadapan Shakeel aja."

"Deal." Kajevrian tahu, jika perkataannya saat ini sama gilanya dengan apa yang telah Gavi tawarkan. "Dengan syarat, lo gak akan libatkan gue dalam masalah apapun."

"DEAL." Gavi berseru dengan senyumnya yang merekah, tentu saja dia begitu bahagia mendengar Kajevrian yang menyetujui apa yang telah ditawarkannya ini. "Gue akan mengatasi semua masalah gue sendirian, lo gak perlu khawatir."

"Terakhir, jangan salahkan gue atas kemalangan-kemalangan yang mungkin bakal datang setelah gue menyetujui permainan gila lo ini."

"Tentu, gue akan telan semuanya sendiri."

+++

Sepulang sekolah, seperti biasa akan ada jadwal lain untuknya hadiri. Tentu saja, Gavi tidak akan melewatkan Kajevrian si pujaan hatinya bermain futsal. Kembali kerumah dengan cepat, hanya akan membuang kesempatan emasnya untuk menikmati ketampanan milik lelakinya yang diumbar secara cuma-cuma itu.

"IAN!" suaranya menggema disepanjang dikoridor, saat kedua manik bulatnya menemukan Kajevrian tengah berjalan santai bersama teman satu kelasnya, mungkin?

"Lo dan suara lo itu." Kajevrian berujar, memberi peringatan pada Gavi yang kini sudah berdiri didepannya dengan senyumnya yang lebar.

"Maaf, gue terlalu senang karena ngeliat lo." katanya dengan tawa diakhir kalimat. "Kenapa masih pake seragam? Lo hari ini latihan kan?"

"Libur."

"Kenapa??" suaranya berdecak tidak suka, harapannya untuk melihat Kajevrian lebih lama harus pupus karena lelaki itu pasti akan langsung kembali kekediamannya jika tidak ada kepentingan apapun lagi yang bisa dilakukannya disekolah.

"Latihannya di ganti besok."

"Kenapa??" tanyanya kembali, wajahnya semakin murung. Besok dia tidak akan bisa sebab sangat bertabrakan dengan jadwal ekstrakulikuler paduan suaranya.

Morosis • JaywonOnde histórias criam vida. Descubra agora