Untukmu Adalah Pengecualian

860 135 22
                                    

"Skyler?"

Hening yang sudah berangsur selama satu jam kini terisi oleh suara serak Kajevrian yang mulai terjaga dari tidurnya. Menatap Gavi yang hanya mengabaikan bunyi dering ponselnya. Nama Kai dengan emoticon awan disampingnya jelas terlihat. Namun Gavi terlihat enggan untuk menjawab panggilan ke tiga yang temannya itu lakukan.

"Gak lo angkat?" mengerat, genggaman tangan yang sejak tadi terjalin kembali Kajevrian eratkan "Gavi?"

"Kai cuma mau tahu gue dimana, tanpa gue beri tahu juga dia bakal tahu sendiri." suaranya mengalun pelan, memilih untuk meletakan dagunya diatas lutut yang terlipat didepan dada, beralih beri tatap Kajevrian "masih jam sepuluh, tidur lagi."

Matanya terpejam rasakan lembut tangan Gavi yang tidak ia genggam mengusap kening hangatnya dengan lembut "makasih." posisi tidurnya dirubah, miring tepat menghadap Gavi yang tetap diam ditempat semula. Beri kecup disepanjang punggung tangan Gavi yang ia genggam "ini kedua kalinya lo gak pergi ke sisi Skyler."

"Gue terlihat sesering itu kah ninggalin lo?" tanyanya masih dengan tangan mengusap lembut kening hangat Kajevrian.

Mengangguk, Kajevrian beri jawaban untuk pertanyaan Gavi. Abai akan perubahan ekspresi pada wajah lawan bicaranya "lo selalu pergi kesemua pertandingan Skyler tapi lo gak pernah datang ke pertandingan gue."

"Kajevrian—"

"Jangan panggil nama gue selengkap itu, kita bukan dua orang yang baru kenalan."

"Kita udah gak seakrab dulu lagi, Kajev."

"Lo yang buat kita jadi asing, Gavi."

"Semuanya selesai, gak ada hal apapun lagi yang bisa buat kita tetap akrab. Gue cuma mengembalikan semuanya seperti saat lo belum kenal sama gue."

Tubuhnya berbalik, memunggungi Gavi yang masih terduduk nyaman ditempatnya "kalo hari itu gue nolak, apa lo tetap akan kaya gini?" ada gamang disetiap kata yang Kajevrian ucapkan "tapi gak mungkin bukan? Lo tetap akan mengakhiri permainannya meski gue nolak?"

"Itu yang lo pikirin?"

Gavi ingat bagaimana hari itu ia berharap Kajevrian menolak perkataannya. Ia ingat bagaimana ia berharap Kajevrian mengajaknya bicara agar permainan yang saat itu mereka mainkan tidak berhenti begitu saja. Gavi ingat bagaimana ia menangis berharap Kajevrian mengejarnya, mengatakan hal baik yang bisa membuat hubungan mereka bertahan. Ia ingat semuanya. Apa yang Kajevrian katakan sedikit banyak membuat hatinya tercubit. Sakit.

"Lo gak pernah dengar apa yang keluar dari mulut gue, Gavi." berat, Kajevrian rasa sesuatu mencekik lehernya. Lidahnya menjadi kelu, nafasnya memberat, dadanya bergemuruh hebat "malam sebelumnya, lo bicara sama Skyler kan?"

"Jangan bawa-bawa Skyler—"

"Lo berani ngambil keputusan itu karena Skyler kan? Dia orang yang ngasih lo saran buat akhirin semuanya." tangannya mengepal, sekuat tenaga menahan agar suaranya tetap stabil, tidak boleh, sebisa mungkin akan ia tahan agar suaranya tidak meninggi. Tidak mau buat Gavi ketakutan, lalu berlari meninggalkannya lagi "kita bahkan belum bicara berdua, Gavi."

"Malam itu lo sama Shakeel—"

"Gue datang, gue datang ke tempat lo. Ke tempat kita sebelum lo pindah tenda ke tempat lain. Gue datang untuk minta maaf karena bicara kasar sama lo. Gue datang saat lo dan Skyler bicara ditelpon. Gue datang saat lo dan Skyler udah buat rencana buat ngakhirin semuanya. Gue datang Gavi, gue datang. Tapi lo milih buat ninggalin gue."

"Demam lo makin tinggi, itu sebabnya lo bicara asal."

Tertawa, Kajevrian meringkuk untuk redam tawanya yang menguar keras "gue bukan Skyler sialan, kenapa gue berharap apa yang keluar dari mulut sialan ini bakal lo percayain." dadanya dipukul dengan keras, berharap sesak di dadanya akan menghilang "sial, sial, sial."

Morosis • JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang