Buru-buru

1.7K 208 46
                                    

Pukul 06.35 pagi tadi Kajevrian melihat Gavi berlari meninggalkan parkiran, tubuh kecil itu berlari begitu cepat hingga keberadaannya tidak terlihat. Pada pukul 07.15 Gavi masih belum juga terlihat oleh kedua matanya, Kajevrian terus tatap pintu ruang kelas menanti kedatangan Gavi, sangat tidak mungkin untuk lelaki kecil itu membolos saat ujian tengah berlangsung. Bel berbunyi tidak lama setelahnya, fokus Kajevrian masih tetap pada pintu kelas yang terbuka lebar.

Skyler, sosok yang selalu disebutkan Gavi itu sudah terduduk manis dikursinya. Sedikit terpikirkan untuknya bertanya mengenai keberadaan Gavi pada Skyler, namun tertahan oleh egonya yang besar. Tidak mungkin untuknya bertanya sok akrab pada sosok yang diam-diam tidak ia sukai.

"Tasnya segera dikumpulkan didepan." suara milik pengawas ujian terdengar, Kajevrian bangkit untuk meletakan tas miliknya. Bersamaan dengan tasnya yang menyentuh lantai, Gavi datang dengan alat tulis sudah berada dipelukannya, diletakannya tas secara sembarang lalu melenggang pergi menuju tempatnya duduk. Sepanjang kedatangan Gavi, Kajevrian tidak melepaskan pandangannya, kedua matanya terus menerus memperhatikan setiap inci penampilan Gavi yang terlihat sedikit kacau. Mata sembab, rambut hitamnya sedikit mencuat,  juga ujung seragam sekolahnya yang keluar.

"Gavi Bwana, rapihkan baju kamu, masih pagi tapi penampilan kamu udah acak-acakan aja." tegur pengawasan yang ditanggapi anggukan oleh Gavi ditempat duduknya.

"Masih terlalu pagi, tapi lo udah sekacau ini." perkataannya mengalun pelan pada Gavi yang sibuk merapihkan seragam sekolahnya.

"Abis dari parkiran, kemana lo pergi?" tidak ada jawaban, Gavi begitu diam dengan mata yang menatap lurus pada papan tulis putih didepan mereka.

"Sampai jam berapa lo dirumah?" lagi, tidak ada jawaban.

"Mata lo sembab, jam berapa lo tidur?"

"Gavi—"

"Gavi, dari Skyler."

"Makasih."

Melihat bagaimana Gavi tersenyum begitu manis saat menerima botol minum yang dioperkan padanya buat dirinya sedikit geram. Kajevrian tertawa, tawa kosong yang dirinya sendiri tidak mengerti mengapa ia harus tertawa dengan cara yang tidak menyenangkan seperti itu. "Apa sekarang suara gue juga mulai gak kedengeran ditelinga lo?"

"Gavi?"

Gavi tetap diam, wajahnya tanpa ekspresi, mulutnya terkatup rapat tak mau bicara, matanya menyorot tegas dengan sinar yang meredup. Tubuhnya diluruskan, Kajevrian memilih diam dengan hati yang mencelos. Pulpen digenggamannya diremat begitu kuat hingga terdengar bunyi 'krek', buat pengawas yang tengah membagikan lembar ujian berhenti sejenak untuk memberikan atensinya pada Kajevrian.

"Kajev, kalo genggaman tangan kamu sekuat itu yang rusak bukan cuma pulpennya, tangan kamu juga bisa rusak terkena pecahan pulpen yang kamu genggam."

Genggaman tangannya dibuka, rasa hangat dari darah yang mengucur ditangannya tidak juga buat Gavi menoleh padanya. Kajevrian menghela nafas, bangkit berdiri untuk membuang pulpen miliknya yang sudah hancur pada tempat sampah didekat pintu, biarkan darahnya menetes pada lantai yang kakinya pijak.

"Darah kamu Kajev, bersihkan di UKS, kembali ke kelas setelah tangan kamu diobati."

"Ya." ucapnya, kemudian pergi meninggalkan ruang kelas dengan tangan yang masih juga meneteskan darah dilantai putih koridor sepi sekolahnya.

+++

"Ada apa sama tangan lo?" adalah apa yang pertama kali Sagara tanyakan pada Kajevrian saat keduanya bertemu diarea kosong belakang sekolah.

"Gavi." bukan jawaban yang diberikannya, Kajevrian malah mengatakan hal lain pada Sagara. Tangannya yang sudah dibabat oleh perban putih ia abaikan.

"Kenapa lagi sama Gavi?" pertanyaan baru kembali Sagara layangkan, menggeser duduknya untuk beri ruang pada Kajevrian agar mengambil tempat disebelahnya.

Morosis • JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang