Masih Ada

1.6K 236 53
                                    









Pukul tiga sore lewat dua belas menit jika Gavi tidak salah memperkirakan waktu ketika untuk yang kedua kalinya dipertemukan oleh Kajevrian dihari yang berbeda setelah pertemuan pertama mereka di perpustakaan. Tangan basah selepas mencuci tangannya Gavi angkat untuk menyapa Kajevrian yang menatap dirinya dengan pandangan tak tertarik.

"Menurut lo, kemana gue harus pergi ketika terjebak dalam suasana awkward di toilet sekolah bersama crush yang lo idamkan selama dua tahun lamanya?"

"Apa lo ngeliat ada celah buat pergi?"

"Wait wait wait kenapa lo makin melangkah maju, stoppp—"

Tangan basahnya terangkat, menahan tubuh Kajevrian yang semakin mendekat. Gavi nyatakan sebagai tanda bahaya, sebab ia jelas tidak pernah bisa berada dalam jarak begitu dekat dengan Kajevrian karena bisa membuat jantungnya menggila.

"Sebentar."

Gavi menatap bingung, tidak paham dengan kalimat 'sebentar' yang Kajevrian katakan barusan. Tetapi selang beberapa detik akhirnya Gavi dapat memahami ketika pintu toilet terbuka dimana Gavi dapat melihat Shakeel yang berjalan masuk.

Berdehem, tangan yang sedari tadi menahan bobot tubuh Kajevrian Gavi gerakan, mengusap halus seragam putih sekolah yang dikenakan Kajevrian dengan lembut. "Gak apa-apa kalau hari ini gagal, besok masih bisa dicoba lagi, Ian lo gak harus bersedih gini."

Gavi mengulas senyum semanis yang bisa ia buat, tangannya yang masih ada pada seragam sekolah Kajevrian di cengkram sedikit kuat oleh sang pemilik. "Sakit." matanya mengedip sejenak, memberi kode pada Kajevrian agar mengendurkan cengkraman tangannya yang semakin mengerat. "Ian—"

"Kajev?" suara Shakeel terdengar, tentu buat Kajevrian mengalihkan pandangannya pada Shakeel masih dengan tangan yang mencengkram lengan Gavi. "Apa?"

"Aku kira punggung belakang yang aku lihat bukan punggung punya kamu, ternyata benar itu punggung kamu." Shakeel menatap pada lelaki kecil dibelakang Kajevrian, itu Gavi, seorang idola disekolah mereka. Gavi disebut idola karena begitu banyak yang menyukai perangai manis yang dimilikinya. Senyumnya manis dengan dimple dipipinya, wajahnya cantik tapi juga tampan hampir sebagian orang dikelasnya menyukai Gavi, jadi Shakeel mengenalnya. "Kalian kelihatan cocok."

"Terimakasih, kalau lo yang bilang begitu gue jadi semakin percaya diri." Gavi tersenyum lebar menanggapi perkataan Shakeel. Namun, delikan tajam ia dapatkan dari Kajevrian yang akhirnya melepaskan cengkraman kuat pada lengannya.

"El, mau pulang?" Kajevrian bertanya.

"Ini mau pulang kok."

"Ayo, gue anterin lo pulang."

Shakeel menggeleng, tangan basah nya ia seka pada sapu tangan yang didapatnya dari dalam saku celana sekolahnya. "Udah ada yang antar aku pulang." ucapnya, menatap Kajevrian dengan Gavi secara bergantian. "Aku harap untuk yang kali ini kamu benar-benar jatuh cinta."

"Shakeel ayo pulang, udah selesaikan?"

Suara dibelakang menjadi perhatian ketiganya, Kajevrian menatap senyum lebar yang terulas dibibir tipis Shakeel.

"Iya, aku udah selesai." Gavi jelas melihat raut bahagia yang begitu kentara pada wajah Shakeel saat menjawab perkataan seseorang yang berada dibalik pintu kamar mandi. "Kajev, Gavi duluan ya."

"Ian, lo ini udah kalah total." Gavi berujar dengan mata yang menatap kepergian Shakeel. "Diantara lo sama Shakeel, cuma lo aja yang kelihatan patah hatinya. Shakeel jauh kelihatan lebih baik tanpa lo."

"Tutup mulut lo." Kajevrian berujar, wajahnya tanpa ekspresi tatapan matanya tajam seperti biasa. Gavi seperti harus dibuat terbiasa dengah bagaimana cara Kajevrian dalam mengintimidasinya. "Mau gue bantu?" ujar Gavi menawarkan. "Gue bisa bantu lo move on dari Shakeel, akan ada kemungkinan juga gue buat lo jatuh cinta sama yang lain, selain sama Shakeel tapi tentu aja jatuh cintanya sama gue."

Morosis • JaywonWhere stories live. Discover now