Untuk Kajevrian, Ini Adalah Penyembuh

1K 134 69
                                    

Tergesa, nafas keduanya masih sangat berantakan. Berdiri didepan pintu kostan Kajevrian dengan nafas yang memburu setelah berlari meninggalkan sekolah. Mengabaikan tas juga kendaraan yang masih terparkir diarea sekolah. Gavi tertawa pun dengan Kajevrian, merasa konyol atas apa yang telah keduanya lakukan.

Pintunya dibuka, Kajevrian biarkan Gavi masuk lebih dulu. Dua pasang sepatu tergeletak asal didepan pintu. Kajevrian tatap Gavi kembali, memastikan jika lelaki itu yakin masih ingin melakukan hal yang mungkin tidak disukainya lagi, takut jika esok dia akan kembali di jauhi.

"Lo betulan gak akan jauhin gue lagi kan, Gavi?"

"Dari pada mempertanyakan itu, lebih baik lo cium gue sekarang, Ian."

Masa bodoh dengan pertanyaannya yang tidak dijawab. Jika Gavi meminta, maka akan ia beri meski esok hari akan menderita. Tanpa banyak sua, Kajevrian tarik pinggang Gavi untuk mendekat, wajahnya merunduk tatap sekilas bibir Gavi yang mengkilap basah.

"Sialan, lo bakal tau resikonya kalo setelah ini lo jauhin gue lagi." masih dengan nafas yang memburu, Kajevrian lingkarkan lengannya pada pinggang Gavi. Merunduk untuk temukan bilah bibir merona yang selalu di dambanya. Tangannya terangkat, menangkup pipi Gavi untuk menyatukan bibir mereka.

Terpejam, Gavi menikmati sesapan lembut disepanjang bibirnya yang terbuka. Tangannya melingkar pada pundak kokoh Kajevrian, erat. Gavi takut terjatuh, kakinya dibuat lemas oleh sensasi memabukan yang sudah lama tidak dirasakan. Tengkuknya ditarik, lembut, seolah Kajevrian takut akan menyakiti. Erangannya terdengar sebab hisapan di bibirnya yang perlahan mulai menguat.

"Lidah, Gavi."

Paham, Gavi keluarkan lidahnya, lalu ia kembali mengerang lebih kencang sebab lidahnya di hisap,  bagian dalam mulutnya di jelajahi oleh lidah Kajevrian yang bergerak aktif didalam mulutnya. Pun dengan remasan dipinggangnya serta merta menggoda akal sehat. Gavi total telah kehilangan pijakan, pasrah berada dalam rengkuhan lengan pasif Kajevrian yang bertengger erat dipinggangnya.

"Eungh Ian!" jemarinya enggan melepas rematan erat pada pundak kokoh didepannya. Nikmat, bibirnya terus menerus diberi kenikmatan. Pun dengan usapan sensual di punggungnya oleh tangan Kajevrian yang tidak ia sadari sudah masuk sepenuhnya kedalam seragam sekolahnya.

Air liur entah miliknya atau milik Kajevrian, Gavi tidak peduli mengalir jatuh di sepanjang jenjang lehernya. Lidahnya masih dihisap pun dengan mulutnya yang masih dijelajahi. Rematan jemarinya berubah, tangannya mengepal untuk berikan pukulan ringan, dadanya mulai terasa sesak sebab ciuman mereka sudah merengut sebagian nafas, "Sesakh, Ian lepas."

Berdecak, tidak senang karena harus mengakhiri ciumannya. Beri kecupan ringan sebelum memutuskan meninggalkan bibir Gavi yang total membengkak dengan warnanya yang semakin memerah.

"Leher, lo bisa—"

Tahu, Kajevrian lantas dorong tubuh Gavi bersandar sepenuhnya pada dinding, satu persatu jemarinya bergerak lepaskan kancing seragam yang membelenggu menutupi tubuh indah Gavi, "Lo tau gue gak akan berhenti sebelum merasa puas kan, Gavi?"

"Kalau begitu jangan berhenti."

Ah, Gavi dengan perangai menggodanya. Tentu adalah hal yang tidak pernah mampu untuk Kajevrian tolak.

"Selamat mengenang kembali hari ke 80, Gavi."

Lalu ciumannya beralih pada leher Gavi yang menguarkan harum lembut, bibirnya bergerak lincah tidak melewatkan barang seincipun kulit leher Gavi yang tersaji begitu indah didepannya. Lumat, hisap, gigit. Berulang kali Kajevrian lakukan. Bubuhkan tanda memerah yang tak kalah indah. Telinganya dimanjakan oleh desah Gavi yang sialnya begitu merdu. Ian, Ian, Ian. Egonya terpenuhi. Hatinya jelas bersorak senang. Gavi dengan suara mendayunya, ah akan ia rekam baik-baik sensasi menyenangkan yang masuk kedalam rungunya ini.

Morosis • JaywonWhere stories live. Discover now