Kepingan Yang Hilang

771 114 15
                                    

Bersorak senang, Gavi letakan kamera sekolahnya ditempat semula, dihari ketiga acara class meeting sekolahnya, ia sudah dibebas tugaskan. Sebetulnya Gavi sendiri yang meminta untuk dibebas tugaskan, sama seperti yang lain ia ingin menyaksikan pertandingan final futsal antara tim kelasnya melawan tim Kajevrian yang sama-sama melaju hingga kebabak final. Sebagai teman satu kelas yang baik, Gavi ingin berikan dukungan terbaiknya untuk Skyler juga beberapa temannya yang lain.

"Harusnya lo tetep bawa kamera." ucapan Skyler tidak Gavi dengarkan. Ia tidak mau jika fokus menontonnya terbagi jika tetap membawa kamera ditangannya. "Gak mau, stop paksa-paksa gue melakukan hal yang gak gue suka!"

Bibirnya mengerucut lucu, hasilkan kekehan gemas dari Skyler yang berdiri tepat didepannya. "Gak suka gimana? Kemarin lo nikmatin peran lo sebagai tim dokumentasi tuh?"

"Gue gak?!" Gavi menentang, kukuh jika apa yang dilakukannya sama sekali tidak ia nikmati.

"Lo, iya." rambut hitam Gavi yang lembut diacak perlahan, lalu perkataan Skyler selanjutnya berhasil buat rona merah menjalar perlahan memenuhi wajah bulat Gavi. "Lo dan seluruh foto-foto Kajevrian lo itu menuhin setengah memori kamera sekolah."

"Jangan komenin hasil jepretan gue!" tubuhnya berbalik memilih tinggalkan Skyler seorang diri, Gavi malu. Ia ketahuan memanfaatkan fasilitas sekolah untuk kesenangannya sendiri.

"Udah gue hapus. Semua."

"Kenapa?"

Sebetulnya Gavi sudah tahu dengan jelas apa penyebab Skyler melakukan hal yang tidak semestinya perlu untuk dilakukannya. Skyler tidak senang ia melakukan hal bodoh seperti mengagumi Kajevrian sama dengan yang pernah dia lakukan dibeberapa waktu lalu, bodoh katanya. Sudah disakiti, dibuat patah, masih saja tidak mau berhenti. Tetapi bagaimanapun usahanya membenci Kajevrian rasa sukanya masihlah ada, masih sama besarnya seperti pertama kali Gavi mengakuinya. Sulit untuknya benar-benar lepas dari sosok yang dulu begitu didambakan.

"Lo mau ketahuan kalo lo dulunya tergila-gila sama si Kajevrian itu?" pundak Gavi dirangkulnya, suaranya masih mengalun pelan tepat ditelinga Gavi yang ia yakini setia mendengarkan apa yang tengah dikatakannya. "Lo mau dipermalukan lagi? Lo mau liat dia kesenengan sama fakta kalo lo yang sekarang masih sama kaya lo dibeberapa bulan belakangan?"

"Gue gak—"

"Kajevrian jahat, dia yang buat lo patah hati sampai berkeping-keping, dia yang buat lo sakit, dia yang buat lo berubah jadi sosok yang gak gue kenalin. Gavi, lo gak boleh lupa sama fakta itu. Lo gak boleh jatuh buat kedua kalinya lagi."

Matanya mengerjap, sedikit lembab oleh air mata yang entah mengapa tiba-tiba menggenang dikedua matanya. Skyler sudah tinggalkannya seorang diri. Ia ingat, akan selalu ingat bagaimana jahatnya Kajevrian yang hanya berikan harapan palsu, ia ingat bagaimana Kajevrian dengan mulut pedasnya hancurkan banyak rasa percaya dirinya. Ia ingat, tentu saja. Tetapi, harus dengan cara apa lagi ia mengatakan pada Skyler jika Kajevrian tidak sejahat dirinya yang sudah hancurkan harapan, serta mimpi yang Kajevrian miliki.

"Lulus nanti, lo mau lanjut dimana?"

Keduanya terduduk, menikmati angin malam dengan kemerlap lampu yang tersaji dibawah kedua kaki mereka. Ini bukit, kemah dadakan yang Gavi rancang untuk habiskan malam minggu bersama dengan Kajevrian yang pasrah saja membawanya ketempat asing yang baru sekali dikunjunginya.

"Lo mau kemana?" Kajevrian balik bertanya sembari meraih satu tangan Gavi untuk digenggamnya.

"Kenapa balik nanya?" matanya berotasi, dengusan kecilnya keluar.

"Jawab pertanyaan gue lebih dulu."

"Sekolah yang mau Ian masukin." jawabnya ringan, ia biarkan tangan miliknya digenggam penuh oleh Kajevrian. "Itu kalo hubungan kita berhasil." senyum tipisnya terulas. "Tapi kalo gagal, gue mau pergi ke SMA yang gak satupun anak diSMP kita bisa jangkau."

Morosis • JaywonWhere stories live. Discover now